Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Farhan mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai lima modus penipuan daring, yakni phising, rekayasa sosial, pharming, money mule, dan sniffing.
"Ada beberapa modus penipuan online (daring) yang harus kita perhatikan. Ini (lima modus penipuan daring) adalah berbagai kejahatan yang telah diantisipasi melalui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta penegakan hukumnya masuk ranah pidana," kata Farhan saat menjadi narasumber dalam webinar Ngobrol Bareng Legislator bertajuk "Keamanan Berinternet: Mencegah Penipuan di Ranah Daring", sebagaimana dipantau di Jakarta, Rabu.
Lebih lanjut, ia menjelaskan phising merupakan modus penipuan daring yang dilakukan oleh pelaku dengan menghubungi calon korban melalui e-mail, telepon, ataupun pesan teks dan mengaku sebagai perwakilan dari lembaga resmi.
Selanjutnya, mereka akan meminta data-data pribadi, perbankan, kartu kredit, dan kata sandi milik korban.
Baca juga: Nintendo membenarkan 160.000 akun diakses dalam upaya peretasan
"Biasanya, para penjahat (pelaku phising) menghubungi calon korban, lalu meminta data-data pribadi, data perbankan, kartu kredit, dan kata sandi. Jadi, hati-hati sekali kalau ada yang menelpon mengaku sebagai customer service bank tempat anda membuka rekening, terus mintanya aneh-aneh dan tidak wajar, seperti data pribadi," jelas Farhan.
Berikutnya mengenai rekayasa sosial, Farhan menjelaskan, pada umumnya, modus penipuan daring ini dilakukan oleh pelaku dengan memulai obrolan mengenai hal-hal umum.
Kemudian, tindakan itu membuat korban secara tidak sadar memberikan informasi penting yang dapat menyebabkan akun-akun miliknya di dunia digital dapat dibajak oleh pelaku.
"Yang ketiga, ada pharming. Dalam pharming ini, pelaku akan mengarahkan korban menuju alamat laman palsu. Alamat ini mirip-mirip (dengan yang asli). Ketika korban mengakses laman tersebut, secara tidak langsung, domain name system (DNS) yang telah diklik akan tersimpan di komputer dalam bentuk cache. Dengan demikian, perangkat korban akan mudah diakses oleh pelaku," ujar Farhan.
Baca juga: "Email phising" menjadi tren serangan siber selama pandemi COVID-19
Lalu, lanjut dia, money mule merupakan modus penipuan daring yang dilakukan oleh pelaku dengan mentransfer sejumlah uang dalam jumlah kecil kepada korban. Pelaku kemudian menjanjikan korban dapat memperoleh komisi apabila mentransfer kembali uang tersebut kepada pihak lain.
Sementara itu, sniffing merupakan modus penipuan daring yang dimanfaatkan pelaku dengan mengincar perangkat korban, seperti laptop atau komputer jinjing, komputer, ataupun ponsel pintar.
"Biasanya, mereka mendapatkan informasi yang ada di perangkat melalui jaringan WiFi gratis. Jadi, masyarakat harus hati-hati. Jika menggunakan WiFi gratis, pastikan penggunaannya sebentar saja," tutur Farhan.
"Ada beberapa modus penipuan online (daring) yang harus kita perhatikan. Ini (lima modus penipuan daring) adalah berbagai kejahatan yang telah diantisipasi melalui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta penegakan hukumnya masuk ranah pidana," kata Farhan saat menjadi narasumber dalam webinar Ngobrol Bareng Legislator bertajuk "Keamanan Berinternet: Mencegah Penipuan di Ranah Daring", sebagaimana dipantau di Jakarta, Rabu.
Lebih lanjut, ia menjelaskan phising merupakan modus penipuan daring yang dilakukan oleh pelaku dengan menghubungi calon korban melalui e-mail, telepon, ataupun pesan teks dan mengaku sebagai perwakilan dari lembaga resmi.
Selanjutnya, mereka akan meminta data-data pribadi, perbankan, kartu kredit, dan kata sandi milik korban.
Baca juga: Nintendo membenarkan 160.000 akun diakses dalam upaya peretasan
"Biasanya, para penjahat (pelaku phising) menghubungi calon korban, lalu meminta data-data pribadi, data perbankan, kartu kredit, dan kata sandi. Jadi, hati-hati sekali kalau ada yang menelpon mengaku sebagai customer service bank tempat anda membuka rekening, terus mintanya aneh-aneh dan tidak wajar, seperti data pribadi," jelas Farhan.
Berikutnya mengenai rekayasa sosial, Farhan menjelaskan, pada umumnya, modus penipuan daring ini dilakukan oleh pelaku dengan memulai obrolan mengenai hal-hal umum.
Kemudian, tindakan itu membuat korban secara tidak sadar memberikan informasi penting yang dapat menyebabkan akun-akun miliknya di dunia digital dapat dibajak oleh pelaku.
"Yang ketiga, ada pharming. Dalam pharming ini, pelaku akan mengarahkan korban menuju alamat laman palsu. Alamat ini mirip-mirip (dengan yang asli). Ketika korban mengakses laman tersebut, secara tidak langsung, domain name system (DNS) yang telah diklik akan tersimpan di komputer dalam bentuk cache. Dengan demikian, perangkat korban akan mudah diakses oleh pelaku," ujar Farhan.
Baca juga: "Email phising" menjadi tren serangan siber selama pandemi COVID-19
Lalu, lanjut dia, money mule merupakan modus penipuan daring yang dilakukan oleh pelaku dengan mentransfer sejumlah uang dalam jumlah kecil kepada korban. Pelaku kemudian menjanjikan korban dapat memperoleh komisi apabila mentransfer kembali uang tersebut kepada pihak lain.
Sementara itu, sniffing merupakan modus penipuan daring yang dimanfaatkan pelaku dengan mengincar perangkat korban, seperti laptop atau komputer jinjing, komputer, ataupun ponsel pintar.
"Biasanya, mereka mendapatkan informasi yang ada di perangkat melalui jaringan WiFi gratis. Jadi, masyarakat harus hati-hati. Jika menggunakan WiFi gratis, pastikan penggunaannya sebentar saja," tutur Farhan.