Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Heni Yuwono mengapresiasi upaya meningkatkan literasi warga binaan agar bisa tetap mengikuti perkembangan dunia luar meski berada di dalam penjara.

"Literasi membuat jembatan ilmu, ini upaya untuk membuat mereka tidak terlalu tertinggal dengan dunia luar," kata Heni dalam peluncuran buku "Suara Di Balik Jerjak" yang ditulis warga binaan, Kamis.

Upaya meningkatkan literasi bagi warga binaan pemasyarakatan (WBP) sesuai dengan arah pembinaan yang bertujuan menyiapkan mereka kembali ke lingkungan asal setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan. Heni menegaskan, setiap warga binaan pemasyarakatan punya hak untuk mengakses bahan bacaan serta siaran media massa.

Baca juga: Menkominfo mengajak masyarakat Papua ikuti program literasi digital

Di tengah keterbatasan akses, sulit bagi warga binaan untuk mengekspresikan ide, gagasan dan pikiran mereka. Oleh karena itu, dia mengapresiasi peluncuran buku yang jadi media warga binaan untuk mengekspresikan diri dan berbagi cerita kepada masyarakat yang lebih luas.

Lewat buku "Suara Di Balik Jerjak", Heni mengatakan warga binaan bisa membuktikan bahwa berada di balik jeruji bukanlah hambatan untuk berkontribusi memajukan literasi di Indonesia.

Dia tidak menampik kondisi Lembaga Pemasyarakatan, Rumah Tahanan Negara, serta Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) belum sempurna untuk meningkatkan literasi warga binaan. Itulah mengapa, meningkatkan literasi di Indonesia adalah tugas bersama demi masa depan bangsa.

Meningkatkan akses sumber bacaan berkualitas dan mendorong budaya membaca adalah kunci dalam mengembangkan sumber daya manusia, katanya. Kehadiran bacaan berkualitas bisa membantu menyaring derasnya informasi yang ada tanpa dibarengi kemampuan memahami informasi secara baik.

"Suara Di Balik Jerjak" berisi 26 cerita terbaik dari hasil Sayembara Menulis Cerita Second Chance Foundation yang digelar pada akhir tahun 2020 silam secara daring. Sebanyak 160 naskah dari 146 peserta di 27 Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan yang tersebar di 14 provinsi Indonesia telah terkumpul. Tim juri yang terdiri dari penulis ternama seperti Oka Rusmini, Feby Indirani dan Nuril Basri menyeleksi dan menetapkan 26 naskah terbaik untuk dibukukan.

Buku ini diterbitkan dalam versi buku cetak dan buku elektronik dalam bahasa Indonesia juga bahasa Inggris dengan judul "Voices from Behind Bars".


Baca juga: Indonesia dorong negara G20 miliki indeks literasi digital

Pewarta : Nanien Yuniar
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024