Manado, (Antara Sulut) - Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) Wilayah Manado, Agus Tony Poputra, memperkirakan ekonomi Provinsi Sulawesi Utara(Sulut) akan tumbuh melambat tahun 2012 mendatang.
"Perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut disebabkan kebijakan pemerintah Indonesia, serta ketimpangan pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Sulut masih terjadi," kata Poputra pada Media Gathering BNI Wilayah Manado dengan jajaran pers, di Manado, Rabu.
Dia mengatakan, perkiraan melemahnya ekonomi dunia karena dampak krisis di Eropa (Euro Zone), perbaikan ekonomi Amerika Serika yang lambat, tensi politik meningkat menjelang pemilu tahun 2014, rencana kenaikan tarif dasar listrik(TDL), dan kenaikan harga BBM subsidi juga ikut berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Sulut.
Menurutnya bila hanya TDL dinaikkan sekitar 10 persen, maka pertumbuhan ekonomi Sulut akan melambat hanya 6,9 hingga 7,2 persen, dengan tingkat inflasi lima hingga 6,5 persen, dan pengangguran 8,4 hingga 8,6 persen serta kemiskinan delapan hinngga 8,2 persen.
"Tetapi bila diikuti kenaikan BBM subsidi menjadi Rp6.000, maka pertumbuhan ekonomi daerah ini akan tumbuh lebih lambat lagi yakni hanya 6,0 hingga 6,5 persen, dengan tingkat inflasi meningkat tinggi 14 hingga 16 persen, pengangguran 12,1 hingga 12,9 persen dan kemiskinan 10,3 hingga 10,7 persen," kata Poputra.
Perlambatan ekonomi daerah ini juga, kata Poputra, berpeluang terus meningkat jika ketimpangan pertumbuhan ekonomi antara kabupaten/kota di Sulut masih terjadi di tahun 2012 mendatang.
"Tahun 2011, beberapa daerah hanya tumbuh lima hingga enam persen, jauh dibanding daerah lainnya yang di atas tujuh persen. Perbedaan ini menekan laju inflasi secara keseluruhan Sulut tumbuh melambat," kata Poputra.
Sebagai antisipasi terhadap pertumbuhan perlambatan ekonomi Sulut, kata Poputra, maka pemerintah perlu melakukan beberapa langkah.
Langkah yang perlu dilakukan guna mendorong pertumbuhan ekonomi tetap tinggi, di antaranya memperkuat modal kerja dalam menghadapi kemungkinan inflasi, mencari pasar ekspor baru selain Amerika Serikat dan Eropa, ekspansi ke produk lanjutan berbasis sumber daya lokal atau beralih ke industri. (Guntur)
"Perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut disebabkan kebijakan pemerintah Indonesia, serta ketimpangan pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Sulut masih terjadi," kata Poputra pada Media Gathering BNI Wilayah Manado dengan jajaran pers, di Manado, Rabu.
Dia mengatakan, perkiraan melemahnya ekonomi dunia karena dampak krisis di Eropa (Euro Zone), perbaikan ekonomi Amerika Serika yang lambat, tensi politik meningkat menjelang pemilu tahun 2014, rencana kenaikan tarif dasar listrik(TDL), dan kenaikan harga BBM subsidi juga ikut berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Sulut.
Menurutnya bila hanya TDL dinaikkan sekitar 10 persen, maka pertumbuhan ekonomi Sulut akan melambat hanya 6,9 hingga 7,2 persen, dengan tingkat inflasi lima hingga 6,5 persen, dan pengangguran 8,4 hingga 8,6 persen serta kemiskinan delapan hinngga 8,2 persen.
"Tetapi bila diikuti kenaikan BBM subsidi menjadi Rp6.000, maka pertumbuhan ekonomi daerah ini akan tumbuh lebih lambat lagi yakni hanya 6,0 hingga 6,5 persen, dengan tingkat inflasi meningkat tinggi 14 hingga 16 persen, pengangguran 12,1 hingga 12,9 persen dan kemiskinan 10,3 hingga 10,7 persen," kata Poputra.
Perlambatan ekonomi daerah ini juga, kata Poputra, berpeluang terus meningkat jika ketimpangan pertumbuhan ekonomi antara kabupaten/kota di Sulut masih terjadi di tahun 2012 mendatang.
"Tahun 2011, beberapa daerah hanya tumbuh lima hingga enam persen, jauh dibanding daerah lainnya yang di atas tujuh persen. Perbedaan ini menekan laju inflasi secara keseluruhan Sulut tumbuh melambat," kata Poputra.
Sebagai antisipasi terhadap pertumbuhan perlambatan ekonomi Sulut, kata Poputra, maka pemerintah perlu melakukan beberapa langkah.
Langkah yang perlu dilakukan guna mendorong pertumbuhan ekonomi tetap tinggi, di antaranya memperkuat modal kerja dalam menghadapi kemungkinan inflasi, mencari pasar ekspor baru selain Amerika Serikat dan Eropa, ekspansi ke produk lanjutan berbasis sumber daya lokal atau beralih ke industri. (Guntur)