Manado (ANTARA) - Gubernur Olly Dondokambey bersama istri yang juga Ketua TP-PKK Sulut, Ir Rita Dondokambey-Tamuntuan mencanangkan gerakan 'Mari Jo Bakobong' (mari berkebun) di Kota Kotamobagu, Senin.
"Pemerintah provinsi memberikan apresiasi atas hasil panen bawang merah di Kotamobagu yang mampu meningkatkan kesejahteraan petani," kata Gubernur Olly.
Gubernur mengatakan, rata-rata dalam setiap hektare mampu memproduksi sebanyak 10 ton bawang merah. Apabila dikonversi setiap kilogramnya seharga Rp50 ribu, maka nilai setiap hektarenya bila dirupiahkan bisa mencapai Rp500 juta.
Jika dikurangi dengan biaya produksi yang diestimasi sebesar Rp150 juta, maka masih tersisa Rp350 juta, itu dihasilkan dalam waktu dua bulan.
"Jika dalam satu hektare dikelola sebanyak 10 orang, maka cukup besar hasil yang bisa diperoleh," sebutnya.
Menurut Gubernur, ketersediaan komoditi bawang dan tanaman pangan lainnya mampu menekan inflasi sekaligus menjaga pertumbuhan ekonomi Sulut di tengah pandemi COVID-19.
“Kadang-kadang harga di luar Sulut sebesar Rp120 ribu, pedagang tidak lagi menjual ke pasar seharga Rp55 ribu tapi langsung dibawa keluar sehingga ketersediaan pasar kosong, akibatnya inflasi di Sulut naik, nah ini yang harus kita jaga," harapnya.
Menurut Gubernur, butuh sinergitas bersama untuk menjaga pertumbuhan ekonomi daerah agar bertumbuh baik.
"Kita bersyukur karena pada semester satu pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 4,2 persen. Kemarin saya laporkan ke pak Presiden, Presiden juga bingung karena pertumbuhan ekonomi masih 4,2 persen, sementara di daerah lain minus,” katanya.
"Pemerintah provinsi memberikan apresiasi atas hasil panen bawang merah di Kotamobagu yang mampu meningkatkan kesejahteraan petani," kata Gubernur Olly.
Gubernur mengatakan, rata-rata dalam setiap hektare mampu memproduksi sebanyak 10 ton bawang merah. Apabila dikonversi setiap kilogramnya seharga Rp50 ribu, maka nilai setiap hektarenya bila dirupiahkan bisa mencapai Rp500 juta.
Jika dikurangi dengan biaya produksi yang diestimasi sebesar Rp150 juta, maka masih tersisa Rp350 juta, itu dihasilkan dalam waktu dua bulan.
"Jika dalam satu hektare dikelola sebanyak 10 orang, maka cukup besar hasil yang bisa diperoleh," sebutnya.
Menurut Gubernur, ketersediaan komoditi bawang dan tanaman pangan lainnya mampu menekan inflasi sekaligus menjaga pertumbuhan ekonomi Sulut di tengah pandemi COVID-19.
“Kadang-kadang harga di luar Sulut sebesar Rp120 ribu, pedagang tidak lagi menjual ke pasar seharga Rp55 ribu tapi langsung dibawa keluar sehingga ketersediaan pasar kosong, akibatnya inflasi di Sulut naik, nah ini yang harus kita jaga," harapnya.
Menurut Gubernur, butuh sinergitas bersama untuk menjaga pertumbuhan ekonomi daerah agar bertumbuh baik.
"Kita bersyukur karena pada semester satu pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 4,2 persen. Kemarin saya laporkan ke pak Presiden, Presiden juga bingung karena pertumbuhan ekonomi masih 4,2 persen, sementara di daerah lain minus,” katanya.