Jakarta (ANTARA) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim mengatakan Indonesia membutuhkan banyak guru penggerak agar kualitas pendidikan semakin meningkat.
"Dengan adanya krisis selama pandemi COVID-19 ini, kesenjangan antara daerah dan kota-kota dan kesenjangan sosio ekonomi malah lebih terpisah lagi ya, kesenjangan itu menjadi lebih besar dengan adanya disparitas digital seperti ini," ujar Nadiem dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, hal itu bukan merupakan tanggung jawab Kemendikbud, tapi seluruh pemerintah dan masyarakat dan pihak swasta harus bisa menutup kesenjangan itu dengan cara yang proaktif.
"Kita harus bahu-membahu untuk menyadari bahwa tidak semua daerah sama. Ada begitu banyak keberagaman, begitu banyak kearifan lokal, begitu banyak perbedaan budaya dan juga perbedaan sosio ekonomi yang harus kita faktorkan. Tidak bisa hanya suatu sistem atau standar yang sama," jelas dia.
Kemendikbud pun mengaplikasikannya sebagai keberagaman dalam standar pencapaian.
"Kita harus mencintai keberagaman dalam sisi budaya. Kita harus mencintai keberagaman dalam sisi standar pencapaian dan kurikulum juga. Dan inilah suatu paradigma baru yang akan kita majukan bersama,” ucap Mendikbud.
Sebelumnya, Kemendikbud menyelenggarakan lomba menulis surat untuk Mendikbud dengan tema "Hikmah Hari Kemenangan di Masa Pandemi, Surat untuk Mas Menteri Nadiem Makarim" yang diselenggarakan pada 11 hingga 17 Mei 2020.
Pada lomba tersebut, surat paling inspiratif kategori guru ditulis oleh Santi Kusuma Dewi dari SMP Islam Baitul Izzah, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur dan Maria Yosephina Morukh dari SD Kristen Kaenbaun, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur.
Santi melakukan pembelajaran dengan menggunakan teknologi di antaranya mengajarkan coding (meski dirinya adalah guru Bahasa Inggris) serta menggunakan Google Earth untuk mengajak muridnya keliling dunia. Sedangkan Maria mengunjungi lima rumah muridnya dalam sehari untuk memberikan pembelajaran.
"Saya ada satu kata untuk mendeskripsikan guru-guru seperti ibu Santi dan ibu Maria, itu namanya guru penggerak. Anda adalah guru-guru penggerak di masing-masing daerah. Sudah kelihatan, saya tidak harus melakukan suatu asesmen untuk mengetahui itu. Ibu Maria dan Ibu Santi ini dari jawabannya, dari visinya, dari passion-nya, itu adalah guru penggerak, dan andalah yang kita butuhkan di seluruh penjuru negara kita," kata Nadiem lagi.
"Dengan adanya krisis selama pandemi COVID-19 ini, kesenjangan antara daerah dan kota-kota dan kesenjangan sosio ekonomi malah lebih terpisah lagi ya, kesenjangan itu menjadi lebih besar dengan adanya disparitas digital seperti ini," ujar Nadiem dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, hal itu bukan merupakan tanggung jawab Kemendikbud, tapi seluruh pemerintah dan masyarakat dan pihak swasta harus bisa menutup kesenjangan itu dengan cara yang proaktif.
"Kita harus bahu-membahu untuk menyadari bahwa tidak semua daerah sama. Ada begitu banyak keberagaman, begitu banyak kearifan lokal, begitu banyak perbedaan budaya dan juga perbedaan sosio ekonomi yang harus kita faktorkan. Tidak bisa hanya suatu sistem atau standar yang sama," jelas dia.
Kemendikbud pun mengaplikasikannya sebagai keberagaman dalam standar pencapaian.
"Kita harus mencintai keberagaman dalam sisi budaya. Kita harus mencintai keberagaman dalam sisi standar pencapaian dan kurikulum juga. Dan inilah suatu paradigma baru yang akan kita majukan bersama,” ucap Mendikbud.
Sebelumnya, Kemendikbud menyelenggarakan lomba menulis surat untuk Mendikbud dengan tema "Hikmah Hari Kemenangan di Masa Pandemi, Surat untuk Mas Menteri Nadiem Makarim" yang diselenggarakan pada 11 hingga 17 Mei 2020.
Pada lomba tersebut, surat paling inspiratif kategori guru ditulis oleh Santi Kusuma Dewi dari SMP Islam Baitul Izzah, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur dan Maria Yosephina Morukh dari SD Kristen Kaenbaun, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur.
Santi melakukan pembelajaran dengan menggunakan teknologi di antaranya mengajarkan coding (meski dirinya adalah guru Bahasa Inggris) serta menggunakan Google Earth untuk mengajak muridnya keliling dunia. Sedangkan Maria mengunjungi lima rumah muridnya dalam sehari untuk memberikan pembelajaran.
"Saya ada satu kata untuk mendeskripsikan guru-guru seperti ibu Santi dan ibu Maria, itu namanya guru penggerak. Anda adalah guru-guru penggerak di masing-masing daerah. Sudah kelihatan, saya tidak harus melakukan suatu asesmen untuk mengetahui itu. Ibu Maria dan Ibu Santi ini dari jawabannya, dari visinya, dari passion-nya, itu adalah guru penggerak, dan andalah yang kita butuhkan di seluruh penjuru negara kita," kata Nadiem lagi.