Manado, (Antaranews Sulut) - Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) menggelar pasar murah di Kampung Jawa Tondano (Jaton).

"Kami melakukan pasar murah di Kampung Jaton pertama kali, karena mayoritas merayakan lebaran," kata Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Disperindag Sulut Hanny Wajong di Manado, Senin.

Dia mengatakan animo masyarakat di Kampung Jaton membeli kebutuhan pokok di pasar murah Lebaran 1439 H tahun ini cukup tinggi.

Ia menjelaskan masyarakat bisa mendapatkan sejumlah kebutuhan pokok dengan harga yang jauh lebih murah yakni 10 persen hingga 33,33 persen dari harga di normal.

"Kami menjual beras premium dengan harga Rp9 ribu per kilogram (kg) dari harga normal sebesar Rp12 ribu per kg," kata Hanny.

Harga gula pasir sebesar Rp10 ribu per kilogram lebih murah 25 persen dari kondisi normal sebesar Rp12.500 per kg.

Dan, katanya, mentega seberat 250 gram seharga Rp7 ribu per kg, minyak goreng kemasan sederhana seharga Rp10 ribu per liter yakni lebih murah 10 persen dari kondisi normal Rp11 ribu per liter dan tepung terigu lebih murah 21,42 persen dari harga Rp8.500 per kg menjadi Rp7 ribu per kg.

"Saya harap masyarakat di Jaton akan terbantu dengan kegiatan pasar murah ini," katanya.

Apalagi, katanya, konsumsi akan meningkat sejak memasuki bulan puasa hingga lebaran nanti. Dengan adanya pasar murah ini, beban biaya keluarga diharapkan tidak akan meningkat signifikan.

Selain kebutuhan pokok tersebut, pasar murah juga menjual aneka produk lainnya seperti minuman ringan, telur dan lainnya yang dijual langsung oleh distributor.

Pasar murah Lebaran 2018, katanya, akan digelar sebanyak 20 kali di 15 kabupaten dan kota yang memiliki penduduk dengan mayoritas umat Muslim.
  Disperindag gelar pasar murah Lebaran di Jaton Kabupaten Minahasa. (1)
Kampung Jawa disebut juga Kampung Jawa Tondano, merupakan salah satu kelurahan yang berada di kecamatan Tondano Utara, Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara, Indonesia.

Tempat ini berada di sebelah utara Danau Tondano dan berjarak sekitar 40 km arah selatan dari Kota Manado sekitar 60 menit perjalanan menggunakan mobil, atau berjarak dua km dari Kota Tondano. dengan populasi yang semuanya Muslim.

Berawal dari ditangkapnya Kyai Modjo yang merupakan Penasehat Agama sekaligus Panglima Perang Pangeran Diponegoro pada Perang Jawa (1825-1830), pada 1828.

Kemudian dibawa ke Batavia, selanjutnya Kyai Modjo dan 63 orang pengikutnya diasingkan Belanda sebagai tahanan politik ke Minahasa Sulawesi Utara.

Kyai Mojo tiba di Tondano pada 1829 hingga meninggal di sana pada tanggal 20 Desember 1848 dalam usia 84 tahun. Kecuali Kyai Mojo, semua pengikutnya (semuanya pria Jawa) menikahi perempuan Minahasa asli Tondano dan keturunan mereka mendiami kampung yang saat ini dikenal dengan Kampung Jawa Tondano.

Selain Rombongan Kyai Modjo, ada juga tombongan atau tokoh lain yang diasingkan ke Tondano oleh Belanda setelah rombongan Kyai Modjo berada di Tondano, diantaranya dari Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Maluku.

Termasuk Pangeran Perbatasari bin Panembahan Muhammad Said bin Pangeran Antasari dari Kesultanan Banjar yang ditangkap Belanda saat berada di Pahu, Kutai untuk meminta bantuan perang pada 1885.

Penduduk Kampung Jawa Tondano sendiri adalah merupakan Etnis Baru percampuran Suku Jawa, Suku Sumatera ( Palembang, Aceh ), Suku Banjar, Suku Arab dengan Suku Minahasa. Percampuran Etnis ini mempengaruhi budaya dan kesenian di Jawa Tondano.





(T.KR-NCY/B/E008/E008) 28-05-2018 12:09:25

Pewarta : Nancy Lynda Tigauw
Editor : Nancy Lynda Tigauw
Copyright © ANTARA 2024