Tomohon, (AntaraSulut) - Bencana alam banjir, tanah longsor dan gunung api seakan menjadi "teman dekat" bagi warga Kota Tomohon, Sulawesi Utara. Bencana alam juga menjadi titik introspeksi seberapa jauh kita hidup harmoni dengan alam ciptaan Tuhan.
   
"Kalau kita ramah terhadap alam, maka alam juga akan hidup harmoni dengan kita," kata Wali Kota Tomohon Jimmy F Eman, Kamis.
   
Dia mencontohkan, banjir dan longsor yang pernah terjadi adalah buah tidak bijaksananya manusia mengelola alam yang diberikan Tuhan. Manusia mengolah sumberdaya alam tanpa batas, alih fungsi daerah serapan air semakin massif dilakukan, hutan pun ditebang untuk berbagai aktivitas.
   
"Hutan adalah penampung air manakala hujan lebat. Tapi ketika tutupan hutan menciut, aliran air permukaan tidak bisa diserap ke dalam tanah. Akibatnya, banjir dan longsor tidak bisa dihindarkan," katanya.
   
Wali Kota periode kedua ini tidak ingin peristiwa kelabu 15 Februari 2014 lalu terulang kembali. Kala itu hujan dengan intensitas lebat tak henti-hentinya mengguyur kota berpenduduk lebih dari 100 ribu jiwa ini.
   
Sejumlah titik terendam air, tebing dan daerah curam terjadi longsor. Paling miris, longsor yang terjadi di ruas jalan utama Tomohon-Manado menyebabkan lima orang meninggal tertimbun material tanah dan bebatuan.
   
"Saat ini kita hidup di wilayah yang rentan bencana. Banjir, longsor bahkan letusan gunung api seakan dekat dengan kita. Tinggal sekarang ini bagaimana kita berupaya agar dampak bencana dapat diminimalisasi, kita kurangi agar tidak ada korban jiwa jatuh," ujarnya.
  
 Pribadi bersahaja ini mengajak masyarakat hidup serasi dan selaras dengan resiko bencana (living harmony with risk).
   
Menurut dia, menghadapi resiko dapat dilakukan dengan mengedepankan kesiapsiagaan (preparedness), kedaruratan (emergency responsive) dan rehabilitasi rekonstruksi pasca bencana (rehabilitation and reconstruction) sambil mengedepankan norma-norma yang ada.***4***

Pewarta : Karel A Polakitan
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024