Manado (ANTARA) - Bank Indonesia berikan bantuan sarana produksi pertanian (Saprodi) dan alat dan mesin pertanian (Alsintan) kepada Kelompok Tani (Poktan) Blessing Desa Bongkudai Baru, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sulawesi Utara.
"Dalam upaya mendukung program Asta Cita pemerintah yaitu Swasembada Pangan dan pengendalian inflasi, kami menyerahkan bantuan kepada petani di Boltim," kata Kepala BI Perwakilan Sulut Andry Prasmuko, di Manado, Selasa.
Dia mengatakan, bantuan ini merupakan bagian dari program ketahanan pangan strategis Bank Indonesia untuk meningkatkan produktivitas sektor pertanian, khususnya komoditas cabai rawit yang menjadi salah satu penyumbang utama inflasi di wilayah Boltim.
Bantuan yang diberikan meliputi sarana produksi pertanian, seperti bibit, pupuk, mulsa, sarana Pengendali Hama Tanaman (HPT), serta alsintan, seperti cultivator, sprayer dan alkon (mesin pompa air).
Program ini merupakan dukungan nyata Bank Indonesia kepada petani binaan dalam program Petani Unggulan Sulawesi Utara (Patua), dengan harapan dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi pertanian di wilayah Boltim.
Ketua Poktan Blessing Jefta Sekeon, mengungkapkan bahwa kelompok tani ini telah berdiri sejak tahun 2012 dengan total luas lahan mencapai 11 hektar yang ditanami berbagai komoditas, seperti cabai rawit, tomat, bawang daun, kentang dan jahe merah.
Ia juga menyampaikan terima kasih atas perhatian dan dukungan dari Bank Indonesia yang telah memberikan bantuan, tidak hanya sarana prasarana pertanian bagi peningkatan produktivitas kelompok tani, namun juga pendampingan selama 1 (satu) tahun dalam program "Patua" tahun 2024.
Ketua DPRD Kota Kotamobagu Samsudin Dama, memberikan apresiasi kepada Bank Indonesia terhadap efektivitas bantuan yang diberikan.
Menurutnya, penerapan teknologi dalam budidaya pertanian sangat diperlukan untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan efisiensi di wilayah Boltim yang merupakan sentra hortikultura.
Bantuan ini terbukti dapat membantu petani. Didukung bantuan alat pertanian, seperti cultivator, proses pengolahan lahan semula membutuhkan 12 orang tenaga kerja kini menjadi hanya dilakukan oleh 2 orang tenaga kerja saja. Tentunya hal ini akan berdampak pada efisiensi biaya produksi.
Ia juga berharap agar program ini dapat diperluas ke wilayah lain, termasuk daerah pesisir Boltim.