Manado, (ANTARA Sulut) - Ego sektoral masih menjadi masalah utama dalam pengembangan "one village one product (OVOP)" atau satu desa satu produk di Indonesia.

"Masalah utama pengembangan OVOP di Indonesia adalah ego sektoral, yakni masing-masing kementerian, dan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) tampaknya berjalan sendiri-sendiri," kata Pengamat Ekonomi Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Dr Joubert Maramis, di Manado, Jumat.

Hal ini, katanya, menyebabkan tumpang tindih program di lapangan, dan menyebabkan OVOP lambat berkembang di Indonesia dan khususnya Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).

Kementerian dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulut akan menawarkan bantuan teknologi, pendampingan dan pemasaran dalam dan luar negeri berupa pengikutsertaan usaha kecil menengah (IKM) di pameran dan eksebisi bisnis dalam dan luar negeri.

Juga memberikan standarisasi produk agar memenuhi standart kualitas ekspor," jelasnya.

Selain itu, Dinas koperasi dan UMKM akan lebih mengaktifkan peranan koperasi unit desa (KUD) untuk hal pembiayaan.

"Jadi pendekatan lebih bersifat kerja sama antar sektor dan lembaga, jangan jalan sendiri-sendiri tapi tidak maksimal," jelasnya.

Tapi menurut Dia, sebaiknya ditambahkan unsur akademisi, bank dan asosiasi bisnis juga dengan kawasan industri semisalnya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) agar OVOP dapat berkembang dan berkelanjutan.

Kepala Bidang Fasilitasi Pengembangan IKM Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulut Alwy Pontoh mengatakan pihaknya akan mengembangkan OVOP di Sulut dan saat ini sementara jalan.

"Memang agak sulit jika satu desa satu produk, sehingga saat ini kami fokus setiap kabupaten dan kota harus ada produk unggulan," jelasnya

Pewarta : Oleh nancy Lynda Tigauw
Editor : Guntur Bilulu
Copyright © ANTARA 2024