Manado (ANTARA) - Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga, berjuang dengan berbagai cara untuk melawan kampanye hitam terhadap kelapa sawit, agar bisa tetap masuk ke Uni Eropa (UE). 

Jerry Sambuaga berjuang melawan kampanye hitam itu, karena tak mau masa depan produk minyak sawit suram UE. Apalagi Kawasan itu akan menghentikan sama sekali pemakaian minyak sawit sebagai bahan bakar hayati pada 2030. 

Jerry Sambuaga yang memprotes hal itu, mengatakan, bahwa hal tersebut merupakan bentuk diskriminasi, karena bahan untuk biodiesel UE dan dianggap tidak kompetitif.  Sambuaga mengatakan, tahun lalu, ekspor sawit Indonesia ke UE hampir lima juta ton, dan lebih dari setengahnya digunakan untuk biofuel. 

Jumlah itu mencapai 14 persen dari total ekspor sawit.  Namun kini, UE bakal menyetop penggunaan sawit untuk biodiesel sebagaimana tercantum dokumen Delegated Regulation Supplementing Directive of The EU Renewable Energy Directive II (RED II).

Jerry Sambuaga bahkan berdebat dengan UE tentang pelarangan kelapa sawit. Putra Kawanua itu menceritakan ihwal perdebatan dengan UE dalam ajang The Second Sustainable Vegetable Oils Conference (2nd SVOC) Held at ITC Maratha Hotel in Mumbai, India, 27 September lalu, 2023 saat (Konferensi Minyak Nabati Berkelanjutan Kedua (SVOC ke-2) yang diadakan di ITC Maratha Hotel di Mumbai, India.

Ketua DPP Golkar itu, menyatakan bahwa Indonesia memandang India dan Malaysia sebagai mitra penting dan strategis, karena produk minyak sawit kedua negara telah memberikan banyak nilai tambah dan dampak positif bagi India. 

"Dampak positif produk sawit ini perlu disebarluaskan ke seluruh dunia agar tidak terjadi miskonsepsi terhadap sawit,” kata Anggota Dewan Pakar Dewan Pimpinan Pusat (DPP)  Kerukunan Keluarga Kawanua (KKK) ini.

Pria yang pernah mengajar di Universitas Indonesia (UI), Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) dan Universitas Pelita Harapan (UPH) ini  berkisah pernah berdebat dengan UE mengenai tindakan mereka yang diskriminatif terhadap produk kelapa sawit Indonesia dengan melarang penggunaan minyak sawit karena UE percaya bahwa perkebunan kelapa sawit terkait dengan deforestasi. 

"Saya tanya kembali berapa banyak kawasan hijau yang mereka (UE) pelihara. Mereka menjawab kurang dari 20 persen, sedangkan Indonesia menjaga lebih dari 50 persen kawasan hijau (sambil memproduksi kelapa sawit), sehingga isu lingkungan hidup yang disampaikan oleh UE tidak relevan," kata Wakil Ketua Dewan Pakar Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih (GPPMP) ini.

Bakal calon legislatif (Bacaleg) DPR RI Nomor Urut 2 Partai Golkar dari Dapil Sulut ini yakin pelarangan sawit oleh UE hanya karena masalah persaingan.

"UE harusnya lebih terbuka dan juga tidak boleh mengungkit isu lingkungan hidup dan menegakkan EUDR (EU Deforestation-free Regulation) yang sama sekali tidak relevan. Oleh karena itu, kita bersyukur Malaysia dan India bersedia bergabung dengan Indonesia untuk memastikan suara kebenaran mengenai kelapa sawit dapat didengar secara lebih adil oleh dunia," ujar Wakil Ketua MPO Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Sulut ini.

Sementara itu, Peneliti Lembaga Penelitian Ekonomi dan Sosial Universitas Indonesia, Eugenia Mardanugraha, mengatakan EUDR merupakan tindakan Eropa untuk mengendalikan harga minyak sawit.  Menurutnya, aturan pencegahan impor pertanian terkait deforestasi ilegal tidak lain adalah siasat UE untuk menghambat perkembangan industri Indonesia, termasuk industri kelapa sawit. 

"Dengan adanya regulasi (EUDR), UE berupaya mengendalikan harga minyak sawit internasional," kata Eugenia. *

Pewarta : Joyce Hestyawatie B
Editor : Hence Paat
Copyright © ANTARA 2024