Manado (ANTARA) - Deputi Kepala Perwakilan Divisi Perumusan dan Implementasi Bank Indonesia (BI) Sulawesi Utara Fernando Butarbutar mengatakan penurunan harga daging babi berdampak pada inflasi di daerah itu.

"Dampak terhadap inflasi kemungkinan ada, tapi berapa besarnya BPS yang akan menghitung," kata Fernando, di Manado, Kamis.

Fernando mengatakan BI bersama pemerintah daerah akan merevitalisasi pos pemantauan wabah penyakit, yakni virus flu babi Afrika.

Ia mengatakan selain menguatkan fungsi pemantauan wabah, juga pemantauan arus masuk keluar pangan dan pembuatan neraca pangan.

"Untuk hal-hal terkait lainnya, kami koordinasikan dengan pemda," jelasnya.

Dia menjelaskan saat ini sudah ada check point di daerah perbatasan yakni Kabupaten Bolaang Mongondouw Selatan  dan Kabupaten Bolaang Mongondouw Utara untuk pemantauan wabah penyakit. 

Saat ini harga daging babi di sebagian besar wilayah Sulawesi Utara merosot tajam.

Harga di sejumlah pasar tradisional di Kabupaten Minahasa seperti di Pasar Kakas, Pasar Langowan dan Kawangkoan daging babi dijual dengan harga Rp100 ribu per 3 kilogram (kg), yakni turun tajam sebesar 44,45 persen jika dibandingkan dengan harga normal Rp60 ribu per kilogram.

Peternak Daging Babi Ika Lompoliu mengatakan saat ini harga daging Babi turun tidak sesuai lagi dengan harga pakan yang dibeli.

"Harus diakui saat ini peternak daging babi merugi, terpaksa kami jual dengan harga murah, karena harus mengikuti dengan pasar saat ini," jelasnya.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sulut Asim Saputra mengatakan jika penurunan harga daging babi persisten mingguannya selama Juli, bisa berdampak deflasi. 

Tapi, katanya, jika hanya seminggu rata-rata agregat bulanannya tidak berdampak besar ke inflasi Sulut.

Asim menjelaskan karena data inflasi merupakan agregasi dari sekitar 300 komoditi, tidak valid jika turunnya harga daging babi berdampak ke inflasi tapi bagaimana respon komoditas lainnya.

"Kalau restoran yang menjual daging babi tetap menjual dengan harga normal, belum akan berdampak ke inflasi," jelasnya.
 

Pewarta : Nancy Lynda Tigauw
Editor : Hence Paat
Copyright © ANTARA 2024