Manado (ANTARA) - Medio 22 Februari 2022, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Bapak Nadiem Anwar Makarim, meluncurkan platform Merdeka Belajar Episode Ketujuh Belas secara virtual bertajuk Revitalisasi Bahasa Daerah. Mas Menteri menyatakan revitalisasi bahasa daerah perlu dilakukan karena sejumlah 718 bahasa daerah di Indonesia sebagian besar kondisinya terancam punah. Beliau mengkhawatirkan khazanah kekayaan budaya, pemikiran, dan pengetahuan yang terkandung dalam bahasa daerah akan terancam punah. Bahasa daerah terancam punah seiring dengan penutur jati yang ditengarai banyak yang tidak lagi menggunakan dan mewariskan bahasa ke generasi pelanjutnya. Tentu saja hal ini harus segera ditangani dengan baik.

Berdasarkan hasil pemetaan bahasa yang dilakukan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) pada rentang tahun 1991 hingga 2019 pada 718 bahasa daerah di Indonesia, diidentifikasi dan dipetakan vitalitas dan daya hidup 71 bahasa tersebut. Mengacu pada kajian vitalitas tersebut dikategorikan 11 bahasa punah, 4 bahasa kritis atau sangat terancam, 19 bahasa terancam punah, 2 bahasa mengalami kemunduran, 16 bahasa dalam kondisi rentan dalam arti stabil, tetapi terancam punah, dan 19 bahasa berstatus aman. Di antara 19 bahasa yang terancam punah tersebut, terdapat bahasa Ponosakan di Sulawesi Utara. Hasil pemetaan bahasa ini dapat dilihat pada laman badanbahasa.kemdikbud.go.id/petabahasa.

Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Bapak Aminuddin Aziz, mengejawantahkan program Merdeka Belajar Episode Ketujuh Belas yang berfokus pada revitalisasi bahasa daerah. Badan Bahasa melakukan upaya pelindungan bahasa melalui revitalisasi bahasa daerah bersama-sama Unit Pelaksana Teknis (UPT) di Balai dan Kantor Bahasa di seluruh Indonesia.

Setakat ini, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa melakukan upaya pelindungan bahasa daerah melalui revitalisasi bahasa daerah secara berkesinambungan. Melalui unit pelaksana teknis yang tersebar di seluruh Indonesia, Badan Bahasa dan segenap UPT berupaya untuk menghidupkan dan menggiatkan kembali bahasa daerah, termasuk UPT Badan Bahasa di Provinsi Sulawesi Utara, yaitu Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Utara. 

Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Utara memfokuskan revitalisasi bahasa daerah sebagai upaya menghidupkan dan menggiatkan kembali bahasa yang terancam punah di Sulawesi Utara, yaitu bahasa Ponosakan. Upaya ini dilakukan oleh Kelompok Kepakaran dan Layanan Profesional atau KKLP Perkamusan dan Peristilahan, Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Utarayang menfokuskan pada bahasa Ponosakan, bahasa terancam punah.

Bahasa Ponosakan merupakan bahasa terancam punah berdasarkan kajian vitalitas bahasa yang dilakukan oleh Badan Bahasa. Kajian tersebut menyatakan hasil interpretasi kualitatif, yaitu semua penutur berusia 20 tahun ke atas dan angka indeks 0,21—0,40. Bahasa hanya digunakan antargenerasi tua, tetapi tidak kepada anak-anak. Penurunan jumlah penutur jati yang aktif menggunakan bahasa Ponosakan ini menjadi salah satu penyebab kepunahannya. Selain itu, penutur muda yang mengabaikan penggunaan bahasa Ponosakan juga turut andil dalam kepunahan bahasa ini. Generasi muda hanya menguasai secara pasif, tidak fasih berbicara bahasa daerah Ponosakan, tidak lagi cakap menuturkan bahasa Ponosakan. Pemakaian bahasa Ponosakan dalam komunikasi di lingkungan masyarakat suku Ponosakan hampir tidak dapat ditemukan lagi. 

Bahasa Ponosakan dituturkan oleh masyarakat etnis suku Ponosakan di Desa Tababo dan Desa Buku, Kecamatan Belang, Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara. Kecamatan Belang ditempuh dengan perjalanan darat dari Kota Manado menggunakan mobil. Perjalanan darat ditempuh dengan waktu kurang lebih empat jam. Jarak Desa Tababo dan Desa Buku tidak terlalu berjauhan, keduanya dapat ditempuh dengan waktu 20 menit mengendarai kendaraan. Kedua desa tersebut masih memiliki penutur jati bahasa Ponosakan. Namun, usia mereka sudah tidak muda lagi alias sudah sepuh, bahkan berumur di atas 50 tahun.

Dengan adanya status vitalitas bahasa Ponosakan yang dikategorikan ke dalam bahasa terancam punah, perlu dilakukan suatu aksi melalui revitalisasi bahasa daerah. Diharapkan dengan adanya aksi revitalisasi bahasa Ponosakan akan akan meningkatkan vitalitas bahasa ini.

Apabila mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, revitalisasi merupakan proses, cara, perbuatan menghidupkan kembali atau menggiatkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang berdaya. King (2001) menegaskan usaha untuk meningkatkan bentuk atau fungsi penggunaan bahasa pada bahasa yang terancam oleh kehilangan bahasa atau kematian bahasa. Revitalisasi bahasa merupakan suatu usaha atau bentuk kegiatan untuk meningkatkan daya hidup atau vitalitas suatu bahasa. Peningkatan daya hidup bahasa itu mencakupi upaya pengembangan dan pelindungan bahasa sekaligus pembinaan penutur bahasa. Revitalisasi bahasa bertujuan untuk meningkatkan kembali penggunaan bahasa yang terancam punah tersebut dan meningkatkan jumlah pengguna bahasa yang hampir punah itu. Upaya revitalisasi bahasa bermuara pada pelindungan bahasa yang dilakukan dalam upaya untuk mempertahankan dan mengembangkan bahasa agar tetap digunakan oleh masyarakat penuturnya. Revitalisasi bahasa diupayakan oleh Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Utara terhadap bahasa Ponosakan.

Revitalisasi bahasa dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain (1) pemelajaran bahasa daerah terhadap penutur bahasa yang bersangkutan, baik secara klasikal, bersama-sama di dalam kelas atau kelompok, maupun pemodelan pada suatu komunitas tertentu; (2) penyusunan bahan ajar berupa penyediaan sistem kebahasaan, seperti tata bahasa, kamus, dsb.; dan (3) festival kebahasaan.

Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2022 ini melakukan upaya penyediaan dokumentasi referensi kebahasaan melalui penyusunan kamus dwibahasa Ponosakan-Indonesia. Di samping itu, Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Utara melalui Tim KKLP KI juga melakukan pengayaan kosakata bahasa Ponosakan yang akan bermuara pada sumbangan kosakata KBBI daring. Beragam kosakata bahasa daerah berupa kosakata pertanian, tanaman pengobatan, kesenian, arsitektur, dsb memperlihatkan kearifan lokal masyarakat penuturnya.

Dengan mengetahui kondisi bahasa Ponosakan yang terancam punah di Sulawesi Utara ini, sepatutnya kita menyadari betapa pentingnya dukungan dari berbagai pihak untuk meningkatkan penggunaan bahasa Ponosakan dan menambah jumlah penutur muda bahasa Ponosakan. Unesco (2010) menyadarkan pentingnya bahasa daerah karena ketika sebuah bahasa punah maka warisan berupa legenda, puisi, dan pengetahuan yang terhimpun dari generasi ke generasi akan ikut hilang seiring dengan kepunahan bahasa yang menyertainya. Hal ini menegaskan kembali tujuan mulia Bapak Nadiem Makarim mengenai kekayaan yang terkandung dalam bahasa daerah harus dijaga dan dilestarikan melalui revitalisasi bahasa daerah.

Tentu semua bertanggung jawab untuk menjaga bahasa dan budaya dari kepunahan melalui aksi revitalisasi bahasa daerah. Lebih khusus Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Utara sebagai rumah bagi bahasa-bahasa daerah di wilayah Sulawesi Utara dan pemerintah daerah setempat sebagai pemegang regulasi dan kebijakan. Seyogyanya semua berperan dalam memelihara bahasa, budaya, dan sastra daerah dari kepunahan. Semoga tulisan ini mampu memantik para pemegang kebijakan di daerah untuk segera mengindahkan pemeliharaan bahasa, budaya, dan sastra daerah. (Penulis adalah Analis Kata dan Istilah Balai Bahasa Sulawesi Utara)

Rujukan Pustaka

King, Kendall A. 2001. Language Revitalization Processes and Prospects: Quichua in the Ecuadorian Andes. Paris: Multilingual Matters LTD.

 


Pewarta : Nurul Qomariah
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024