Manado, 24/5 (AntaraSulut) - Pelaku usaha di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) perlu mewaspadai dan bersiap diri, menghadapi kemungkinan `trade remedy` oleh negara yang menjadi mitra dagang, menyusul semakin kompetitifnya produk industri saat ini.

"Hambatan teknis perdagangan `trade remedy`yang harus diwaspadai yakni berupa tuduhan dumping, subsidi dan safeguard (pengamanan perdagangan yang diambil alih oleh pemerintah)," kata Direktur Pengamanan Perdagangan Luar Negeri, Direktorat Pengamanan Perdagangan Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian perdagangan RI Nurlaila Muhammad, di Manado, Sabtu.

Sulut sebagai pintu gerbang di Asia Pasifik, katanya harus lebih waspada dengan masuknya produk luar yang jika tidak teliti dengan baik bisa mengandung anti dumping dan sebagainya.

Melihat kecenderungan hambatan perdagangan dari negara mitra dagang yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, penting kiranya bagi para pelaku usaha di Indonesia, khususnya Sulut untuk selalu waspada dan bersiapdiri dalam menghadapi tuduhan-tuduhan trade remedy maupun hambatan teknis perdagangan oleh negara mitra dagang.

"Sehingga terhindar dari pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD), bea Masuk Imbalan (BMI), Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) maupun hambatan teknis perdagangan itu sendiri, yang pada akhirnya dapat terus menjaga keberlangsungan akses pasar produk-produk Indonesia di negera mitra dagang," jelasnya.

Meskipun saat ini, katanya, belum ada produsen/eksportir yang terkena hambatan perdagangan secara langsung dari negera mitra dagang, namun tidak menutup kemungkinan terdapat beberapa perusahanaan dari Sulut yang menjadi supplier bahan baku untuk produsen/eksportir Indonesia yang mengalami hambatan perdagangan sehingga akan mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan supplier tersebut.

Saat ini, DPP sedang menangani 29 tuduhan DSS dengan rincian 15 kasus dumping termasuk circumvention yang diantaranya dilakukan oleh Amerika Serikat, Uni Eropa, India, Pakistan, Vietnam, kemudian dua kasus subsidi oleh pakistan dan Brasil serta 12 kasus safeguard dari Filipina, India, Rusia, Thailand dan Ukraina.

"Dari 29 kasus bersyukur tidak ada satu pun dari Sulut," ungkapnya.

Kabid Perdagangan Luar Negeri Disperindag Sulut TH Siregar mengatakan bimbingan dan pembinaan akan terus dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada pelaku usaha mengenai aturan yang diberlakukan oleh negara tujuan.

Dengan demikian diharapkan eksportir dapat mengetahui, sehingga peningkatan ekspor bisa berjalan dengan baik. Sebab telah dipelajari pemahaman mengenai aturan dinegara tujuan.***2***M.F.Said 24-5-2014 19.12



Pewarta :
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024