Manado, 4/5(AntaraSulut) - Petani cengkih Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, minta pemerintah memperbanyak bantuan benih cengkih berkualitas guna mengganti tanaman yang sudah tidak produktif.

"Saya tahu ada program bantuan benih cengkih, namun belum kami rasakan, karena itu meminta pemerintah supaya memperbanyak bantuan ini dan menyebarkan secara merata kepada petani," kata salah satu petani cengkih di Kabupaten Minahasa, Sanny Paat di Minahasa, Minggu.

Sanny mengatakan, hingga saat ini belum pernah tersentuh bantuan benih dari dinas terkait, padahal sudah banyak tanaman cengkih di Minahasa yang mendesak direhabilitasi.

Kondisi tanaman cengkih petani Minahasa cenderung berkurang dari tahun ke tahun akibatnya berpengaruh pada tingkat produksi yang terus melorot.

"Cengkih selama ini masih menjadi andalan utama dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat, karena itu pemerintah supaya mengambil langkah cepat guna mengatasi masalah perbenihan ini," kata Sanny.

Silvester Kaunang, petani Minahasa lainnya, mengatakan bantuan pemerintah sangat dibutuhkan petani guna mengurangi biaya pengolahan cengkih yang relatif tinggi, serta menjaga agar kualitas cengkih daerah ini tetap terjaga.

"Saat ini harus membeli dari penangkar benih dengan harga yang relatif tinggi, akibatnya hanya sebagian kecil petani saja mampu melakukan rehabilitasi," kata Silvester.

Para petani berharap pemerintah daerah memperbanyak perluasan penyaluran benih cengkih dengan demikian dapat melakukan penggantian pohon cengkih sudah tidak produktif yang berkisar 50 persen dibandingkan kondisi lima tahun silam.

Cengkih merupakan komoditas andalan sebagian besar petani cengkih Sulawesi Utara (Sulut), dengan harga saat ini berkisar Rp150 ribu per kilogram (Kg) tanaman ini terbukti mampu meningkatkan taraf hidup petani.

Produksi cengkih Sulut lima tahun silam masih berkisar 12 ribu ton per tahun, bila diasumsikan harga cengkih sama dengan harga saat ini sebesar Rp150 ribu, maka pendapatan kotor petani daerah tersebut akan mencapai Rp1,8 triliun, sementara saat ini diperkirakan tinggal 6.000 hingga 8.000 ton. ***2***



Pewarta :
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024