Manado (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) membentuk perempuan teladan optimistis dan produktif (TOP) guna menangkal paham radikalisme dan terorisme pada perempuan di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).

"Kegiatan Perempuan Teladan, Optimistis, dan Produktif (TOP) ini digagas oleh BNPT dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sulawesi utara (Sulut) dengan dukungan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Daerah (P3AD) Sulut," kata Kasubdit Data dan Pelaporan BNPT RI Chairil Anwar, di Manado, Kamis.

Dia mengatakan perempuan Sulut diajak untuk menjadi pelopor dalam pencegahan aksi radikalisme dan terorisme di lingkungan sekitarnya.

Ia menjelaskan radikalisme, dan terorisme menjadi salah satu tantangan besar bagi keamanan masyarakat dan kedaulatan bangsa ini, dan perempuan sangat rentan dengan hal negatif ini.

Perempuan, katanya, memiliki peran strategis dalam membentengi keluarga dan masyarakat dari segala bentuk penyebaran dan ajakan kelompok radikal terorisme. Seorang Ibu bisa menjadi partner dialog anaknya, sebagai seorang istri, perempuan bisa menjadi teman diskusi suaminya dalam berbagai hal, sebagai contoh dalam pemahaman ajaran agama.

“Jika ini berjalan, maka aksi radikalisme dan terorisme jauh dari Indonesia,” tutur  Chairil Anwar.

Untuk itu, kegiatan ini diharapkan agar, perempuan bisa menjadi filter awal atau pendeteksi awal dari setiap kejanggalan yang ditemukan dalam keluarga masing- masing.

Perempuan, sebenarnya menjadi salah satu benteng dari pengaruh paham dan ideologi radikal yang saat ini juga mulai menyasar pada anak usia dini.

"Maka, diperlukan upaya penanaman nilai kebangsaan, wawasan keagamaan dan kearifan lokal dalam keluarga menjadi sangat efektif sebagai filter dalam menangkal penyebaran radikalisme terorisme,” katanya.

Tidak hanya itu saja, dalam kegiatan yang dihadiri oleh sebagian besar komunitas perempuan dan ibu di Sulut ini, dia juga meminta agar perempuan dan para ibu selalu mawas diri agar tidak terperangkap masuk ke dalam jaringan pelaku ataupun menjadi korban atas aksi terorisme.

“Proses penanggulangan terorisme tidak bisa dilaksanakan hanya oleh aparatur keamanan semata. Dibutuhkan, sinergi yang kuat antara aparatur keamanan dengan masyarakat tanpa terkecuali, karena bahaya terorisme menyasar tanpa memandang pangkat, jabatan, status sosial, suku, ras dan agama tertentu,” tegasnya.

Kepala Bidang Perlindungan Hak dan Perempuan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sulut, Everdien Kalesaran mengatakan ada tujuh faktor yang menyebabkan perempuan rentan dilibatkan dalam aksi terorisme yaitu pertama adalah budaya patriarki, kedua menyangkut faktor ekonomi, ketiga tentang faktor Sosial, yang keempat tentang adanya perbedaan pola pikir.

Kelima, adanya doktrin dari keluarga dan lingkungan sekitar. Kemudian, keenam adalah keterbatasan mengakses informasi, dan ketujuh adalah perempuan memiliki perasaan yang sensitif dan emosi labil.

Dosen dan peneliti vokasi dari Universitas Indonesia (UI), Mila Viendyasari  memgharapkan mampu menjadi perempuan yang menjadi teladan dan mau berbagi dengan sesama tentang hal-hal positif.

Dia juga mengingatkan produktif seorang perempuan adalah mampu menghasilkan karya dan kreasi bagi sekitarnya terutama pada keluarga.

Gubernur Sulut Olly Dondokambey yang diwakili oleh Asisten Administrasi Umum Sekretariat Daerah Sulut Asiano Gammy Kawaatu menjelaskan keterlibatan perempuan dalam aksi radikalisme dan terorisme di Indonesia sejak 2005-2021 lalu, mengalami peningkatan.

Untuk itu, kata Gemmy diperlukan upaya pencegahan, khususnya melalui penguatan ketahanan keluarga sebagai unit terkecil dan pertahanan pertama dalam masyarakat.

"Pemerintah berharap kegiatan ini, mampu memberikan penguatan pada perempuan Sulut untuk tampil menangkal radikalisme dan terorisme," katanya.

Ketua FKPT Sulut, Max Togas berharap kegiatan ini mendorong masyarakat khususnya para perempuan, untuk mengoptimalkan pemahamannya kepada keluarga dan lingkungan terdekat, sebagai daya cegah dan daya tangkal terhadap penyebarluasan paham radikalisme dan terorisme.

Dari data BNPT terbaru mengungkap sebesar 78 persen kehadiran dan keterlibatan perempuan dalam aksi radikalisme dan terorisme di Indonesia, sementara pria sebesar 72 persen,” tambahnya didampingi Koordinator Humas FKPT Sulut, Aswin Lumintang. 


Pewarta : Nancy Lynda Tigauw
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024