Manado,  (ANTARA Sulut) - Daerah tangkapan air (catchment area) Gunung Mahawu di Kabupaten Minahasa dan Kota Tomohon, Sulawesi Utara tinggal 1.000 hektare.

"Tutupan hutannya tinggal seribu hektare, diluar kawasan itu menjadi areal pemanfaatan perkebunan dan pertanian tanaman cengkih dan kelapa," kata Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Minahasa, Wenny Talumewo, di Manado, Kamis.

Dia mengatakan, semakin tertekannya fungsi kawasan hutan memberikan pengaruh kuat untuk empat sungai besar yang bermuara di Kota Manado yaitu sungai Malalayang, Sungai Sario, Sungai Tikala dan Sungai Tondano.

"Memang banjir yang terjadi di Kota Manado ada kontribusi besar dari tingginya curah hujan yang terjadi di pertengahan Januari bulan lalu. Tapi kalau mau ditarik ke hulu, ada persoalan yang terkait dengan semakin tertekannya luasan tutupan hutan. Sebut saja tutupan hutan di Gunung Mahawu yang semakin kecil akibat penggunaan lain," katanya.

Dia mengatakan, pemerintah kabupaten tidak berada pada pilihan menambah luasan tutupan hutan, tapi berupaya memaksimalkan ruang terbuka hijau (RTH) yang ada saat ini seperti kawasan hutan, lahan budidaya, lahan pertanian serta permukiman penduduk.

"Ini yang harus dimaksimalkan dengan melakukan kegiatan konservasi berupa penanaman anakan pohon. Bila tidak, hujan turun dengan intensitas lebat akan menyulut banjir. Jadi harus ada penataan konservasi di hulu sungai atau daerah tangkapan air," katanya.

Dia menambahkan, jajarannya sementara melakukan perhitungan luasan daerah tangkapan air di empat sungai yang bermuara di Kota Manado, sehingga dapat dijadikan acuan upaya rehabilitasi hutan dan lahan.

"Tutupan hutan Gunung Mahawu mewakili tiga daerah yaitu Kecamatan Pineleng, Tombulu serta Kota Manado. Pemanfaatan lahan bukan untuk kepentingan konservasi seperti perambahan hutan terus menekan luasan ini. Memang harus ada kesadaran bersama mengubah perilaku menyelamatkan tutupan hutan yang tersisa dan menggelorakan semangat menanam di areal RTH," katanya.
(guntur/@antarasulut.com)

Pewarta : Oleh Karel A Polakitan
Editor : Guntur Bilulu
Copyright © ANTARA 2024