Singapura (ANTARA) - Otoritas Singapura pada Rabu malam membela keputusannya mengeksekusi penyelundup narkoba Malaysia sebagai respons atas kecaman internasional terhadap penerapan hukuman mati di negara kota itu.
Nagaenthran Dharmalingam (34) dihukum mati karena terbukti menyelundupkan sedikitnya 42 gram heroin ke Singapura, salah satu negara dengan undang-undang narkotika paling keras di dunia.
Dia menjalani hukuman gantung pada Rabu pagi, setelah beberapa pengajuan banding dan permohonan grasinya –dengan alasan menyandang disabilitas intelektual– ditolak.
Para pengacaranya dan aktivis sebelumnya mengatakan bahwa Nagaenthran memiliki IQ 69, nilai yang tergolong ke dalam disabilitas intelektual.
Baca juga: Menko Polhukam: Mafia tanah menjadi kendala eksekusi vonis pengadilan
Namun Biro Narkotika Pusat Singapura mengatakan dalam pernyataannya bahwa tindakan Nagaenthran adalah "keputusan yang disengaja, terarah dan diperhitungkan", dan menegaskan lagi temuan pengadilan bahwa "dia tahu apa yang dia lakukan".
Kejaksaan Agung mengatakan dalam pernyataan terpisah bahwa Nagaenthran diberi pengadilan yang adil dan telah "mendapatkan hak bandingnya dan hampir setiap cara lainnya menurut undang-undang selama sekitar 11 tahun".
Kasus itu menarik perhatian internasional. Sekelompok pakar PBB dan miliarder Inggris Richard Branson bergabung dengan para aktivitas HAM untuk mendesak Singapura mengganti hukuman matinya.
Uni Eropa dan Amnesti Internasional menyebut hukuman itu "tidak manusiawi" dan mendesak Singapura memberlakukan moratorium eksekusi.
Pemerintah Singapura mengatakan hukuman mati adalah pencegah penyelundupan narkoba dan sebagian besar penduduknya mendukung hukuman itu.
Penyelundup narkoba asal Malaysia lainnya, Datchinamurthy Kataiah, akan dieksekusi pada Jumat.
Baca juga: KPK mengeksekusi Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial ke Rutan Kelas 1 Medan
Sumber: Reuters
Nagaenthran Dharmalingam (34) dihukum mati karena terbukti menyelundupkan sedikitnya 42 gram heroin ke Singapura, salah satu negara dengan undang-undang narkotika paling keras di dunia.
Dia menjalani hukuman gantung pada Rabu pagi, setelah beberapa pengajuan banding dan permohonan grasinya –dengan alasan menyandang disabilitas intelektual– ditolak.
Para pengacaranya dan aktivis sebelumnya mengatakan bahwa Nagaenthran memiliki IQ 69, nilai yang tergolong ke dalam disabilitas intelektual.
Baca juga: Menko Polhukam: Mafia tanah menjadi kendala eksekusi vonis pengadilan
Namun Biro Narkotika Pusat Singapura mengatakan dalam pernyataannya bahwa tindakan Nagaenthran adalah "keputusan yang disengaja, terarah dan diperhitungkan", dan menegaskan lagi temuan pengadilan bahwa "dia tahu apa yang dia lakukan".
Kejaksaan Agung mengatakan dalam pernyataan terpisah bahwa Nagaenthran diberi pengadilan yang adil dan telah "mendapatkan hak bandingnya dan hampir setiap cara lainnya menurut undang-undang selama sekitar 11 tahun".
Kasus itu menarik perhatian internasional. Sekelompok pakar PBB dan miliarder Inggris Richard Branson bergabung dengan para aktivitas HAM untuk mendesak Singapura mengganti hukuman matinya.
Uni Eropa dan Amnesti Internasional menyebut hukuman itu "tidak manusiawi" dan mendesak Singapura memberlakukan moratorium eksekusi.
Pemerintah Singapura mengatakan hukuman mati adalah pencegah penyelundupan narkoba dan sebagian besar penduduknya mendukung hukuman itu.
Penyelundup narkoba asal Malaysia lainnya, Datchinamurthy Kataiah, akan dieksekusi pada Jumat.
Baca juga: KPK mengeksekusi Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial ke Rutan Kelas 1 Medan
Sumber: Reuters