Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Ikatan Konsultan Nasional Seluruh Indonesia (Inkindo), Peter Frans mengatakan, beban Jakarta yang selama ini sudah terlalu berat menjadi alasan untuk memindahkan Ibu Kota Negara.
"Penurunan muka tanah, banjir, hingga kepadatan lalu lintas menunjukkan beban berat kota Jakarta yang bisa menjadi alasan pemindahan IKN," kata Frans dalam diskusi virtual bertajuk "Ibu Kota Pindah Untuk Siapa?" di Jakarta, Selasa (26/4) malam.
Bahkan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ini sudah disiapkan kepala negara sebelumnya termasuk rencana memindahkan ke Jonggol, Kabupaten Bogor, karena pertimbangan-pertimbangan tersebut.
Inkindo dalam diskusi ini menghadirkan ahli di bidang perencanaan kota (planologi) Jilal Mardhani yang juga seorang penggugat Undang-Undang IKN di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kami konsultan dari Inkindo ingin mengetahui pendapat ahli dari perspektif yang berbeda mengenai pemindahan IKN. Nantinya bisa dipakai sebagai masukan kepada pemerintah," kata Frans.
Frans mencontohkan perbedaan pendapat terkait pemilihan lokasi IKN yang dinilai rentan banjir, kenyataannya pengurus Inkindo di Samarinda menyebut daerah aliran sungai (DAS) di lokasi IKN berbeda dengan Samarinda yang selama ini kerap tergenang banjir.
Kemudian juga soal pendapatan asli daerah (PAD) di DKI Jakarta yang dinilai lebih tinggi dibanding daerah lain sehingga ketika IKN pindah dikhawatirkan menjadi beban bagi APBN.
Anggapan ini juga dibantah pengurus Inkindo yang melihat potensi PAD Kalimantan Timur tidak kalah dengan DKI Jakarta terutama dari sektor pertambangan.Hanya saja selama ini dana-dana itu mengalir ke Pemprov DKI Jakarta.
Jilal Mardhani dalam diskusi itu menyampaikan alasan mengajukan uji materi (judicial review) UU IKN ke MK. Salah satunya tidak ada alasan yang meyakinkan mengenai kepindahan IKN bisa memberikan manfaat.
"Untuk menata kawasan dengan luas seperti itu tidaklah mudah. Bahkan sejumlah pengembang swasta membutuhkan waktu bertahun-tahun agar suatu kawasan dapat berkembang," kata Jilal.
Dia mempertanyakan mengapa Jakarta tidak ditata kembali apabila dinilai beban sudah terlalu berat.
Namun, konsultan Inkindo kembali tak sependapat anggapan tersebut mengingat beberapa pengembang swasta juga ada yang dinilai berhasil mengembangkan kawasan baru sekala kota.
Justru dengan kepindahan IKN akan mengurangi beban Jakarta terutama lalu lintas agar mobilitas barang kian dimudahkan.
Diskusi juga menggarisbawahi pentingnya keputusan politik untuk mendorong percepatan IKN.
Anggota Inkindo Nani Irawati mencontohkan pembangunan pelabuhan Bengkulu yang awalnya hanya pelabuhan kecil namun berkat keputusan politik kini menjadi pelabuhan curah dengan "hinterland" terbesar di bidang komoditas pertambangan dan perkebunan.
Sedangkan ahli di bidang perumahan dan permukiman, Jehansyah Siregar mengatakan, keputusan politik dibutuhkan agar pemindahan IKN bukan lagi sekedar wacana serta bisa memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat.
Inkindo juga optimis pembangunan IKN akan mendorong pemerataan pembangunan di provinsi-provinsi kawasan Timur Indonesia.
"Penurunan muka tanah, banjir, hingga kepadatan lalu lintas menunjukkan beban berat kota Jakarta yang bisa menjadi alasan pemindahan IKN," kata Frans dalam diskusi virtual bertajuk "Ibu Kota Pindah Untuk Siapa?" di Jakarta, Selasa (26/4) malam.
Bahkan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ini sudah disiapkan kepala negara sebelumnya termasuk rencana memindahkan ke Jonggol, Kabupaten Bogor, karena pertimbangan-pertimbangan tersebut.
Inkindo dalam diskusi ini menghadirkan ahli di bidang perencanaan kota (planologi) Jilal Mardhani yang juga seorang penggugat Undang-Undang IKN di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kami konsultan dari Inkindo ingin mengetahui pendapat ahli dari perspektif yang berbeda mengenai pemindahan IKN. Nantinya bisa dipakai sebagai masukan kepada pemerintah," kata Frans.
Frans mencontohkan perbedaan pendapat terkait pemilihan lokasi IKN yang dinilai rentan banjir, kenyataannya pengurus Inkindo di Samarinda menyebut daerah aliran sungai (DAS) di lokasi IKN berbeda dengan Samarinda yang selama ini kerap tergenang banjir.
Kemudian juga soal pendapatan asli daerah (PAD) di DKI Jakarta yang dinilai lebih tinggi dibanding daerah lain sehingga ketika IKN pindah dikhawatirkan menjadi beban bagi APBN.
Anggapan ini juga dibantah pengurus Inkindo yang melihat potensi PAD Kalimantan Timur tidak kalah dengan DKI Jakarta terutama dari sektor pertambangan.Hanya saja selama ini dana-dana itu mengalir ke Pemprov DKI Jakarta.
Jilal Mardhani dalam diskusi itu menyampaikan alasan mengajukan uji materi (judicial review) UU IKN ke MK. Salah satunya tidak ada alasan yang meyakinkan mengenai kepindahan IKN bisa memberikan manfaat.
"Untuk menata kawasan dengan luas seperti itu tidaklah mudah. Bahkan sejumlah pengembang swasta membutuhkan waktu bertahun-tahun agar suatu kawasan dapat berkembang," kata Jilal.
Dia mempertanyakan mengapa Jakarta tidak ditata kembali apabila dinilai beban sudah terlalu berat.
Namun, konsultan Inkindo kembali tak sependapat anggapan tersebut mengingat beberapa pengembang swasta juga ada yang dinilai berhasil mengembangkan kawasan baru sekala kota.
Justru dengan kepindahan IKN akan mengurangi beban Jakarta terutama lalu lintas agar mobilitas barang kian dimudahkan.
Diskusi juga menggarisbawahi pentingnya keputusan politik untuk mendorong percepatan IKN.
Anggota Inkindo Nani Irawati mencontohkan pembangunan pelabuhan Bengkulu yang awalnya hanya pelabuhan kecil namun berkat keputusan politik kini menjadi pelabuhan curah dengan "hinterland" terbesar di bidang komoditas pertambangan dan perkebunan.
Sedangkan ahli di bidang perumahan dan permukiman, Jehansyah Siregar mengatakan, keputusan politik dibutuhkan agar pemindahan IKN bukan lagi sekedar wacana serta bisa memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat.
Inkindo juga optimis pembangunan IKN akan mendorong pemerataan pembangunan di provinsi-provinsi kawasan Timur Indonesia.