Jakarta (ANTARA) - Anggota DPR RI Said Abdullah meminta polisi segera menindak pelaku penganiayaan terhadap dosen Universitas Indonesia (UI) dan pegiat media sosial, Ade Armando saat berlangsung demonstrasi mahasiswa di depan Gedung DPR/MPR/DPD RI, Senin (11/4).
Said Abdullah yang juga Ketua Badan Anggaran DPR RI menilai aksi kekerasan seperti itu sangat tidak berperikemanusiaan.
"Saya meminta Kepolisian Republik Indonesia untuk melakukan proses hukum maksimal terhadap para pelaku kekerasan kepada dosen UI ini," kata Said dalam keterangan tertulis, Selasa.
Baca juga: Barisan Gus Dur: Proses hukum penganiayaan dosen UI
Baca juga: Anggota DPR apresiasi aparat Polri-TNI tangani demonstrasi 11 April
Said mengatakan negara tidak boleh kalah dengan aksi premanisme, radikalisme dan intoleransi.
"Saya juga meminta polisi mengidentifikasi kelompok dan jaringannya terhadap sekelompok massa yang membonceng momentum aksi mahasiswa tanggal 11 April 2022 yang menuntut Presiden Jokowi mundur, karena mengarah pada tindakan inkonstitusional," tegas Said.
Sejumlah personel Brimob Polri berusaha membubarkan pengunjuk rasa saat terjadinya kericuhan di kawasan Pejompongan, Jakarta, Senin (11/4/2022). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/hp.
Menurut politisi PDIP ini, kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum tanpa ada tekanan dan rasa takut dijamin oleh undang-undang (UU). Namun kebebasan harus bertanggung jawab.
Artinya penggunaan kebebasan tidak menabrak kepentingan umum, tidak menimbulkan fitnah, prasangka, tindakan anarkis dan diniatkan untuk perubahan sosial ke arah yang lebih baik.
Said mengatakan, aksi massa mahasiswa yang digelar 11 April 2022 yang menolak penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden wajib dihargai.
Aspirasi ini sesungguhnya sejalan dengan sikap politik PDI Perjuangan. Bahkan berkali-kali Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Politik, Keamanan dan Pemerintahan dan juga Ketua DPR RI, Puan Maharani menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden.
Hal ini sejalan dengan sikap Presiden Joko Widodo yang menegaskan sikap politiknya bahwa berkomitmen melaksanakan Pemilu dan Pilkada 2024 dan tidak bersedia untuk perpanjangan masa jabatan presiden hingga periode ketiga.
Jika berpijak pada sikap ini sesungguhnya tuntutan mahasiswa yang aksi massa 11 April 2022 telah terpenuhi.
"Adik-adik mahasiswa tetap melaksanakan aksi massa pada tanggal 11 April 2022 yang menyuarakan penolakan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Kita hargai pilihan ini, sebab memang begitulah teks dan konteksnya isi dan norma UU," katanya.
Namun politisi senior PDI Perjuangan ini khawatir niat tulus para mahasiswa ini disertai banyak pembonceng.
Apalagi, eskalasi politik menuju 2024 akan terus tinggi. Bahkan setiap momentum sekecil apapun peluangnya akan dimanfaatkan berbagai kepentingan dari luar kelompok mahasiswa.
"Kekhawatiran saya terbukti, banyak tokoh politik dan orang-orang yang tidak jelas ikut 'nimbrung' dalam aksi mahasiswa," katanya.
Seyogyanya para mahasiswa melakukan strerilisasi kelompok massanya melalui tali dan dilakukan sterilisasi oleh asisten teritorial (aster) aksi massa.
Tetapi dari banyak rekaman video dan foto, kelompok-kelompok di luar mahasiswa sedemikian bebas keluar-masuk menjadi bagian dari gelombang massa mahasiswa.
Para pembonceng juga dengan bebasnya membentangkan spanduk tuntutan Jokowi mundur.
"Tuntutan ini jelas bertolak belakang dengan aspirasi mahasiswa. Pada saat yang sama, kita juga menyaksikan aksi kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang terhadap Ade Armando," katanya.
Untuk itu, politisi asal Sumenep, Madura, ini berharap kejadian ini menjadi pelajaran bagi mahasiswa ke depan agar menjaga kemurnian aksi massa.
Caranya dengan menjalankan manajemen aksi massa yang terorganisasi dengan baik serta senantiasa menjauhkan diri dari aksi-aksi kekerasan dan vandalisme.
Said menilai naiknya eskalasi politik saat ini dipicu oleh sebagian pembantu presiden yang tidak bertanggung jawab melemparkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan hingga tiga periode.
Padahal nyata-nyata wacana tersebut bertentangan dengan konstitusi. "Agar kiranya Presiden Joko Widodo serius mengevaluasi pembantu-pembantunya yang menimbulkan langkah-langkah kontraproduktif," katanya.
Said juga berharap setelah pelantikan penyelenggaraan pemilu, yakni Komisioner KPU dan Bawaslu, sesegera mungkin mempersiapkan tahapan pelaksanaan pemilu dan berbagai ketentuan teknis perundangan, dengan berkonsultasi dengan pemerintah dan DPR RI.
PDI Perjuangan meminta semua pihak menghentikan hiruk-pikuk tentang penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.
"Hendaknya semua pihak mempersiapkan pelaksanaan pemilu dan pilkada serentak 2024 berjalan lebih berkualitas baik dari sisi pemilih, kontestan maupun penyelenggara dan sistemnya," kata Said.
Said Abdullah yang juga Ketua Badan Anggaran DPR RI menilai aksi kekerasan seperti itu sangat tidak berperikemanusiaan.
"Saya meminta Kepolisian Republik Indonesia untuk melakukan proses hukum maksimal terhadap para pelaku kekerasan kepada dosen UI ini," kata Said dalam keterangan tertulis, Selasa.
Baca juga: Barisan Gus Dur: Proses hukum penganiayaan dosen UI
Baca juga: Anggota DPR apresiasi aparat Polri-TNI tangani demonstrasi 11 April
Said mengatakan negara tidak boleh kalah dengan aksi premanisme, radikalisme dan intoleransi.
"Saya juga meminta polisi mengidentifikasi kelompok dan jaringannya terhadap sekelompok massa yang membonceng momentum aksi mahasiswa tanggal 11 April 2022 yang menuntut Presiden Jokowi mundur, karena mengarah pada tindakan inkonstitusional," tegas Said.
Artinya penggunaan kebebasan tidak menabrak kepentingan umum, tidak menimbulkan fitnah, prasangka, tindakan anarkis dan diniatkan untuk perubahan sosial ke arah yang lebih baik.
Said mengatakan, aksi massa mahasiswa yang digelar 11 April 2022 yang menolak penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden wajib dihargai.
Aspirasi ini sesungguhnya sejalan dengan sikap politik PDI Perjuangan. Bahkan berkali-kali Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Politik, Keamanan dan Pemerintahan dan juga Ketua DPR RI, Puan Maharani menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden.
Hal ini sejalan dengan sikap Presiden Joko Widodo yang menegaskan sikap politiknya bahwa berkomitmen melaksanakan Pemilu dan Pilkada 2024 dan tidak bersedia untuk perpanjangan masa jabatan presiden hingga periode ketiga.
Jika berpijak pada sikap ini sesungguhnya tuntutan mahasiswa yang aksi massa 11 April 2022 telah terpenuhi.
"Adik-adik mahasiswa tetap melaksanakan aksi massa pada tanggal 11 April 2022 yang menyuarakan penolakan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Kita hargai pilihan ini, sebab memang begitulah teks dan konteksnya isi dan norma UU," katanya.
Namun politisi senior PDI Perjuangan ini khawatir niat tulus para mahasiswa ini disertai banyak pembonceng.
Apalagi, eskalasi politik menuju 2024 akan terus tinggi. Bahkan setiap momentum sekecil apapun peluangnya akan dimanfaatkan berbagai kepentingan dari luar kelompok mahasiswa.
"Kekhawatiran saya terbukti, banyak tokoh politik dan orang-orang yang tidak jelas ikut 'nimbrung' dalam aksi mahasiswa," katanya.
Seyogyanya para mahasiswa melakukan strerilisasi kelompok massanya melalui tali dan dilakukan sterilisasi oleh asisten teritorial (aster) aksi massa.
Tetapi dari banyak rekaman video dan foto, kelompok-kelompok di luar mahasiswa sedemikian bebas keluar-masuk menjadi bagian dari gelombang massa mahasiswa.
Para pembonceng juga dengan bebasnya membentangkan spanduk tuntutan Jokowi mundur.
"Tuntutan ini jelas bertolak belakang dengan aspirasi mahasiswa. Pada saat yang sama, kita juga menyaksikan aksi kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang terhadap Ade Armando," katanya.
Untuk itu, politisi asal Sumenep, Madura, ini berharap kejadian ini menjadi pelajaran bagi mahasiswa ke depan agar menjaga kemurnian aksi massa.
Caranya dengan menjalankan manajemen aksi massa yang terorganisasi dengan baik serta senantiasa menjauhkan diri dari aksi-aksi kekerasan dan vandalisme.
Said menilai naiknya eskalasi politik saat ini dipicu oleh sebagian pembantu presiden yang tidak bertanggung jawab melemparkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan hingga tiga periode.
Padahal nyata-nyata wacana tersebut bertentangan dengan konstitusi. "Agar kiranya Presiden Joko Widodo serius mengevaluasi pembantu-pembantunya yang menimbulkan langkah-langkah kontraproduktif," katanya.
Said juga berharap setelah pelantikan penyelenggaraan pemilu, yakni Komisioner KPU dan Bawaslu, sesegera mungkin mempersiapkan tahapan pelaksanaan pemilu dan berbagai ketentuan teknis perundangan, dengan berkonsultasi dengan pemerintah dan DPR RI.
PDI Perjuangan meminta semua pihak menghentikan hiruk-pikuk tentang penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.
"Hendaknya semua pihak mempersiapkan pelaksanaan pemilu dan pilkada serentak 2024 berjalan lebih berkualitas baik dari sisi pemilih, kontestan maupun penyelenggara dan sistemnya," kata Said.