Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan potensi cuaca ekstrem seperti fenomena hujan es, hujan lebat dan puting beliung masih dapat terjadi hingga Maret-April mendatang karena pancaroba.
"Kami mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya potensi cuaca ekstrem tersebut serta dampak yang dapat ditimbulkan," kata Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.
Kejadian cuaca ekstrem berupa fenomena hujan es telah terjadi dalam sepekan terakhir di beberapa wilayah seperti Surabaya, Lampung, Bekasi, dan lainnya. Kejadian tersebut disertai juga dengan hujan intensitas lebat dalam durasi singkat yang disertai kilat/petir dan angin kencang.
Fenomena hujan es merupakan salah satu fenomena cuaca ekstrem yang terjadi dalam skala lokal dan ditandai dengan adanya jatuhan butiran es yang jatuh dari awan serta dapat terjadi dalam periode beberapa menit.
Fenomena hujan es dapat terjadi karena dipicu oleh adanya pola konvektifitas di atmosfer dalam skala lokal-regional yang signifikan.
Hujan es dapat terbentuk dari sistem awan konvektif jenis Cumulonimbus (Cb) yang umumnya memiliki dimensi menjulang tinggi yang menandakan bahwa adanya kondisi labilitas udara signifikan dalam sistem awan tersebut sehingga dapat membentuk butiran es di awan dengan ukuran yang cukup besar.
Besarnya dimensi butiran es dan kuatnya aliran udara turun dalam sistem awan CB atau yang dikenal dengan istilah downdraft dapat menyebabkan butiran es dengan ukuran yang cukup besar yang terbentuk dipuncak awan Cb tersebut turun ke dasar awan hingga keluar dari awan dan menjadi fenomena hujan es.
Kecepatan "downdraft" dari awan Cb yang signifikan dapat mengakibatkan butiran es yang keluar dari awan tidak mencair secara cepat di udara, dan bahkan ketika sampai jatuh ke permukaan bumi pun masih dalam berbentuk butiran es yang dikenal dengan fenomena hujan es, demikian Guswanto.
"Kami mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya potensi cuaca ekstrem tersebut serta dampak yang dapat ditimbulkan," kata Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.
Kejadian cuaca ekstrem berupa fenomena hujan es telah terjadi dalam sepekan terakhir di beberapa wilayah seperti Surabaya, Lampung, Bekasi, dan lainnya. Kejadian tersebut disertai juga dengan hujan intensitas lebat dalam durasi singkat yang disertai kilat/petir dan angin kencang.
Fenomena hujan es merupakan salah satu fenomena cuaca ekstrem yang terjadi dalam skala lokal dan ditandai dengan adanya jatuhan butiran es yang jatuh dari awan serta dapat terjadi dalam periode beberapa menit.
Fenomena hujan es dapat terjadi karena dipicu oleh adanya pola konvektifitas di atmosfer dalam skala lokal-regional yang signifikan.
Hujan es dapat terbentuk dari sistem awan konvektif jenis Cumulonimbus (Cb) yang umumnya memiliki dimensi menjulang tinggi yang menandakan bahwa adanya kondisi labilitas udara signifikan dalam sistem awan tersebut sehingga dapat membentuk butiran es di awan dengan ukuran yang cukup besar.
Besarnya dimensi butiran es dan kuatnya aliran udara turun dalam sistem awan CB atau yang dikenal dengan istilah downdraft dapat menyebabkan butiran es dengan ukuran yang cukup besar yang terbentuk dipuncak awan Cb tersebut turun ke dasar awan hingga keluar dari awan dan menjadi fenomena hujan es.
Kecepatan "downdraft" dari awan Cb yang signifikan dapat mengakibatkan butiran es yang keluar dari awan tidak mencair secara cepat di udara, dan bahkan ketika sampai jatuh ke permukaan bumi pun masih dalam berbentuk butiran es yang dikenal dengan fenomena hujan es, demikian Guswanto.