Jakarta (ANTARA) - Ketua Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI) Dr. dr. Brahmana Askandar, SpOG (K)-Onk mengatakan hingga saat ini kanker ovarium (indung telur) masih sulit dideteksi pada perempuan di seluruh dunia.

“Bukan hanya di Indonesia saja, di negara maju juga sebagian besar kanker ovarium, terdeteksi pada saat stadiumnya bukan stadium dini lagi. Jadi, sebagian besar pada stadium tiga atau empat,” kata Brahmana dalam konferensi pers Kampanye 10 Jari yang diikuti di Jakarta, Kamis.

Brahmana menuturkan perubahan pada kanker ovarium berbeda dengan kanker serviks (leher rahim) yang terjadi secara bertahap. Hal itu terjadi karena sebagian besar penderita tidak merasakan gejala apapun, bahkan nampak seperti normal.

Pada pemeriksaan misalnya, kanker serviks dapat dideteksi menggunakan metode pap smear yang sederhana, karena masih terhubung dengan organ luar. Berbeda dengan kanker ovarium yang memiliki tahapan tak jelas, karena tiap orang mengalami waktu perkembangan kanker yang berbeda.

Kalaupun seorang perempuan melakukan pemeriksaan secara genetik dan dinyatakan memiliki beberapa risiko seperti terdapat sebuah benjolan kecil, benjolan itu akan jarang terdeteksi, karena tidak adanya keluhan dan siklus menstruasi berjalan seperti biasa. Bahkan, indung telur masih terus melakukan produksi sel-sel telur.

Akibatnya, banyak pasien yang datang setelah perut nampak membesar, merasakan sesak nafas, karena adanya cairan di dalam paru-paru atau mengalami gangguan buang air besar, karena kanker yang telah menjalar ke seluruh tubuh.

“Yang jadi tantangan itu adalah deteksi. Jadi deteksi tidak ada keluhan. Bagaimana kita mau melakukan deteksi bila keluhan tidak ada?,” tegas dia.

Karena gejala yang sulit dideteksi tersebut, Brahmana menekankan bahwa penting bagi masyarakat untuk mengetahui gejala dari kanker ovarium yang sifatnya tidak khas. Setidaknya, dapat membantu mengingatkan setiap wanita bila mengalami keluhan-keluhan.

Beberapa keluhan yang disebutkan, yakni sering merasa kembung atau nyeri perut, nyeri panggul atau bagian perut bawah, ada gangguan buang air kecil, dan nafsu makan berkurang.

Bila merasakan gejala itu, ia meminta kepada keluarga untuk segera bertindak membawa pasien ke rumah sakit. Meskipun setelah diperiksa oleh dokter kandungan, penyakit yang diderita bukanlah kanker ovarium, pencegahan lebih baik daripada tidak sama sekali.

“Seandainya ternyata arahnya bukan ke dokter kandungan, kita akan mengalihkan ke dokter yang ahli sesuai dengan diagnosisnya. Paling tidak, empat gejala ini harus kita edukasikan ke masyarakat. Segera kontrol ke dokter kandungan atau ke dokter umum dulu, karena mereka juga pasti bisa memilah,” ujar Brahmana.


Pewarta : Hreeloita Dharma Shanti
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024