Manado (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggaungkan pentingnya keberlanjutan sumber daya kelautan dan perikanan serta ekonomi biru di "The 2nd International Conference on Fisheries and Marine Research (ICoFMR) 2021" yang digelar Universitas Brawijaya.
"KKP punya komitmen yang besar, bahwa pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan dilakukan secara berkelanjutan," kata Plt Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP Kusdiantoro dalam siaran pers di Jakarta, Jumat.
Untuk itu, kata dia, KKP memiliki tiga program prioritas yang menjadi terobosan, yaitu kebijakan penangkapan terukur, peningkatan produktivitas komoditas budidaya berorientasi ekspor, serta pembangunan kampung-kampung budidaya berbasis kearifan lokal.
"Implementasi ketiga program tersebut dilakukan untuk keberlanjutan sumber daya kelautan dan perikanan melalui penerapan ekonomi biru. Upaya KKP tersebut dalam rangka menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo," paparnya.
Sebagaimana diketahui pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional 4 Mei 2021 Presiden Jokowi menyampaikan Indonesia adalah negara terkaya dalam hal biodiversitas laut sehingga Indonesia harus memanfaatkan secara bijak anugerah tersebut dengan memprioritaskan agenda ekonomi biru berkelanjutan.
Menurut Kusdiantoro, arahan Presiden tersebut sejalan dengan High Level Panel for a Sustainable Ocean Economy (HLP SOE) atau Panel Tingkat Tinggi untuk Ekonomi Laut Berkelanjutan, yang beranggotakan 14 negara, termasuk Indonesia.
Dokumen Transformation SOE mendorong studi tentang lima bidang prioritas yaitu Ocean Wealth, Ocean Health, Ocean Equity, Ocean Knowlegde, dan Ocean Finance, yang telah diluncurkan oleh 14 kepala negara.
Kusdiantoro menuturkan KKP menindaklanjutinya dengan tiga program prioritas, yang pertama adalah pembatasan penangkapan ikan untuk menjaga jumlah stok ikan di laut. Kebijakan penangkapan terukur dibangun dengan pertimbangan ekologi dan ekonomi.
Untuk itu, ujar dia, terjadi perubahan dari pengendalian penangkapan konvensional (tidak terukur) yang tidak memperhatikan ekologi menjadi pengendalian penangkapan terukur untuk keberlanjutan, yang dilakukan dengan perizinan dan mempertimbangkan kuota. Selanjutnya terjadi perubahan dari penangkapan ikan secara ilegal, tidak terlaporkan dan tidak sesuai aturan, menjadi penangkapan yang legal, terlaporkan, dan sesuai aturan.
Program kedua, komoditas pengembangan perikanan budidaya untuk ekspor yang didukung riset kelautan dan perikanan, antara lain udang, lobster, kepiting, rumput laut. Kebijakan pengembangan perikanan budidaya, salah satunya dilakukan strategi pengembangan budidaya tambak udang untuk target produksi udang sebesar 2 juta ton pada 2024.
Program ketiga, dilakukan pembangunan kampung-kampung perikanan budidaya air tawar, payau, dan laut berbasis kearifan lokal.
"Kita harapkan ada dukungan dari seluruh pihak agar ketiga kebijakan tersebut dapat kita implementasikan dengan baik. Mudah-mudahan ini jadi gambaran bagaimana pengelolaan kelautan dan perikanan ke depan yang dilakukan oleh KKP dengan menempatkan prinsip keberlanjutan menjadi isu yang pokok," ucap Kusdiantoro.
"KKP punya komitmen yang besar, bahwa pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan dilakukan secara berkelanjutan," kata Plt Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP Kusdiantoro dalam siaran pers di Jakarta, Jumat.
Untuk itu, kata dia, KKP memiliki tiga program prioritas yang menjadi terobosan, yaitu kebijakan penangkapan terukur, peningkatan produktivitas komoditas budidaya berorientasi ekspor, serta pembangunan kampung-kampung budidaya berbasis kearifan lokal.
"Implementasi ketiga program tersebut dilakukan untuk keberlanjutan sumber daya kelautan dan perikanan melalui penerapan ekonomi biru. Upaya KKP tersebut dalam rangka menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo," paparnya.
Sebagaimana diketahui pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional 4 Mei 2021 Presiden Jokowi menyampaikan Indonesia adalah negara terkaya dalam hal biodiversitas laut sehingga Indonesia harus memanfaatkan secara bijak anugerah tersebut dengan memprioritaskan agenda ekonomi biru berkelanjutan.
Menurut Kusdiantoro, arahan Presiden tersebut sejalan dengan High Level Panel for a Sustainable Ocean Economy (HLP SOE) atau Panel Tingkat Tinggi untuk Ekonomi Laut Berkelanjutan, yang beranggotakan 14 negara, termasuk Indonesia.
Dokumen Transformation SOE mendorong studi tentang lima bidang prioritas yaitu Ocean Wealth, Ocean Health, Ocean Equity, Ocean Knowlegde, dan Ocean Finance, yang telah diluncurkan oleh 14 kepala negara.
Kusdiantoro menuturkan KKP menindaklanjutinya dengan tiga program prioritas, yang pertama adalah pembatasan penangkapan ikan untuk menjaga jumlah stok ikan di laut. Kebijakan penangkapan terukur dibangun dengan pertimbangan ekologi dan ekonomi.
Untuk itu, ujar dia, terjadi perubahan dari pengendalian penangkapan konvensional (tidak terukur) yang tidak memperhatikan ekologi menjadi pengendalian penangkapan terukur untuk keberlanjutan, yang dilakukan dengan perizinan dan mempertimbangkan kuota. Selanjutnya terjadi perubahan dari penangkapan ikan secara ilegal, tidak terlaporkan dan tidak sesuai aturan, menjadi penangkapan yang legal, terlaporkan, dan sesuai aturan.
Program kedua, komoditas pengembangan perikanan budidaya untuk ekspor yang didukung riset kelautan dan perikanan, antara lain udang, lobster, kepiting, rumput laut. Kebijakan pengembangan perikanan budidaya, salah satunya dilakukan strategi pengembangan budidaya tambak udang untuk target produksi udang sebesar 2 juta ton pada 2024.
Program ketiga, dilakukan pembangunan kampung-kampung perikanan budidaya air tawar, payau, dan laut berbasis kearifan lokal.
"Kita harapkan ada dukungan dari seluruh pihak agar ketiga kebijakan tersebut dapat kita implementasikan dengan baik. Mudah-mudahan ini jadi gambaran bagaimana pengelolaan kelautan dan perikanan ke depan yang dilakukan oleh KKP dengan menempatkan prinsip keberlanjutan menjadi isu yang pokok," ucap Kusdiantoro.