Manado (ANTARA) - Pakar Hukum menilai Restrukturisasi di tubuh PT Pertamina (Persero)  sejalan dengan konstitusi sehingga keputusan Mahkamah Konstitusi yang menolak seluruh gugatan Federasi Serikat Buruh (FSB) BUMN tersebut terkait restrukturisasi Pertamina dinilai tepat.

"Putusan ini tepat. Restrukturisasi Pertamina memang sejalan dengan konstitusi," jelas pakar hukum bisnis Universitas Trisakti Ary Zulfikar dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Dia menjelaskan, tidak ada aturan yang dilanggar melalui restrukturisasi Pertamina, sebab pembentukan holding dan subholding merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk meningkatkan kinerja usaha.

"Pembentukan subholding juga bukan bagian dari kegiatan privatisasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 UU BUMN," katanya.



Menurut dia, secara prinsip pembentukan subholding di dalam hukum bisnis merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk meningkatkan kinerja usaha.

Yang dilakukan Pertamina melalui restrukturisasi, imbuhnya, sama seperti perusahaan-perusahaan besar lain, yaitu untuk meningkatkan efektivitas dan produktivitas perusahaan.

"Perusahaan persero sesuai amanat Pasal 1 angka 2 UU BUMN, adalah untuk mengejar keuntungan. Dengan demikian, jika terdapat strategi perusahaan untuk meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, maka merupakan bagian dari aksi korporasi biasa," katanya.



Ary menambahkan, konsep penguasaan yang dimaksud Pasal 33 UUD 1945 oleh Negara, juga ditegaskan dalam penjelasan umum dari UU BUMN, yaitu, penguasaan kekuatan ekonomi nasional. Hal itu dilakukan, baik melalui regulasi sektoral maupun melalui kepemilikan negara terhadap unit-unit usaha tertentu dengan maksud memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

"Jadi, konsep penguasaan negara bisa melalui regulasi sesuai dengan kewenangan atau juga dengan kepemilikan melalui unit usaha, mana yang bisa lebih memberikan manfaat bagi kemakmuran rakyat,"ujarnya.

Oleh karena itu pihaknya berharap semua elemen termasuk karyawan, sebaiknya mendukung Pertamina agar menjadi perusahaan yang mampu bersaing, baik secara regional dan global.

"Kaitannya dengan IPO yang mungkin dapat dilakukan oleh anak usaha BUMN ke depan, mekanismenya adalah investor membeli saham sebagai portofolio, bukan melakukan penguasaan operasional seperti direct investment,” kata dia.

Sisi positifnya, lanjut Ary, perusahaan yang sudah IPO akan menjadi transparan dan terbuka, karena syarat masuk pasar modal adalah keterbukaan dengan demikian, kinerja perusahaan dapat dimonitor oleh publik.

"Perusahaan mau transparan dan terbuka kan harus didukung, sehingga publik juga bisa monitor kinerjanya," katanya.

Begitu pula dari segi ketentuan di pasar modal, tambahnya, perusahaan yang akan melakukan transaksi yang mengandung benturan kepentingan atau transaksi afiliasi, harus diuji dengan penilaian yang wajar dari pihak indpenden dan disclose (keterbukaan informasi) sehingga publik juga bisa ikut mengawasi.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi menolak seluruh permohonan Uji Materil atas Pasal 77 huruf c dan d Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN terhadap Pasal 33 UUD 1945. Permohonan gugatan tersebut, diajukan Federasi Serikat Buruh (FSB) Pertamina.

Pewarta : Subagyo
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024