Manado (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membahas upaya pencegahan tindak pidana korupsi (tipidkor) anggaran penanganan COVID-19.

"Di Provinsi Sulut Bapak Gubernur telah melakukan MoU dengan kejaksaan tinggi, BPKP Sulut dan Inspektorat. Tim ini sudah mendampingi pemerintah provinsi baik diminta ataupun tidak,” kata Sekretaris Daerah Provinsi Edwin Silangen saat melakukan video conference dengan KPK di Manado, Kamis.

Silangen mengatakan, Pemprov Sulut telah melakukan recofusing anggaran penanganan COVID-19 tahap pertama sebesar Rp95,5 miliar yang dibagi dalam tiga bidang, yaitu sektor kesehatan, sosial dan ekonomi.

Silangen menjelaskan pada bidang kesehatan, anggaran digunakan untuk pengadaan Alat Pelindung Diri (APD), obat-obatan, operasional tenaga kesehatan, pembagian masker dan hand sanitizer, rapid test, rumah singgah dan rehab rumah sakit dan laboratorium.

Selanjutnya, pada bidang sosial, Pemprov Sulut menggunakan anggaran untuk jaring pengaman sosial/social safety net, bantuan bahan pokok dan makanan siap saji.

Sekdaprov Silangen menerangkan pengalokasian anggaran di bidang ekonomi dipakai untuk pembelian produk lokal antara lain daging ayam.

Selain itu, cap tikus (untuk bahan hand sanitizer) dari masyarakat, restrukturisasi kredit/pinjaman masyarakat dan penjualan online bahan pokok.

"Kami memberikan apresiasi kepada Tim Korsupgah KPK yang tanpa henti melakukan pengawalan kepada Pemprov Sulut bersama dengan 15 kabupaten/kota terkait anggaran penanganan COVID-19 di Provinsi Sulut," katanya.

Korwilgah Tiga KPK Aida Ratna Zulaiha dalam video conference tersebut mengingatkan pentingnya penerapan mekanisme recofusing akuntabel sesuai prosedur dan pelaporan dalam pencegahan korupsi pengelolaan anggaran COVID-19 di Sulut.

Menurut dia, ketepatan penggunaan refoccusing harus rasional, sesuai kebutuhan penanganan pandemi dan tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pilkada.

Mekanisme pengadaan barang dan jasa akuntabel, lanjut dia, harus sesuai identifikasi kebutuhan, berdasarkan prosedur bencana tapi tidak memanfaatkan bencana untuk Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) yang tidak relevan, kewaspadaan terhadap kewenangan berlebih dan mencegah potensi benturan kepentingan conflict of interest.

Dia juga menekankan pentingnya pendampingan dan pengawasan optimal dari inspektorat dan BPKP dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan terutama untuk PBJ dan kegiatan strategis.

Pewarta : Karel Alexander Polakitan
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024