New York (ANTARA) - Harga minyak sedikit lebih tinggi pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), setelah jatuh lebih dari satu persen menyusul pernyataan dari Presiden AS Donald Trump bahwa ia belum setuju untuk menurunkan tarif barang impor China.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Januari naik 0,22 dolar AS menjadi ditutup pada 62,51 dolar AS per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Desember naik 0,09 dolar AS menjadi menetap di 57,24 dolar per barel.

Brent membukukan kenaikan mingguan 1,3 persen, sementara WTI naik 1,9 persen.

Harga-harga minyak memangkas kerugian dalam perdagangan tengah hari, setelah Brent mencapai terendah sesi 60,66 dolar AS per barel dan WTI merosot ke 55,76 dolar AS per barel.

"Mengingat ketidakstabilan di sekitar saga perdagangan AS-China, sulit untuk menjual guna mengambil keuntungan selama akhir pekan," kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC. "Pergantian frase dapat mengembalikan harapan yang hancur hanya semalam karena kesepakatan yang tercapai."

Perang dagang 16 bulan antara dua ekonomi terbesar dunia telah memperlambat pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia dan mendorong para analis untuk menurunkan perkiraan permintaan minyak, meningkatkan kekhawatiran bahwa kelebihan pasokan dapat berkembang pada 2020.

Harga minyak turun pada Jumat pagi (8/11/2019) setelah Trump mengatakan kepada wartawan bahwa dia belum setuju untuk menurunkan tarif pada barang impor dari China tetapi Beijing ingin dia melakukannya.

Komentar itu muncul setelah para pejabat dari kedua negara pada Kamis (7/11/2019) mengatakan China dan Amerika Serikat telah sepakat untuk menurunkan tarif barang satu sama lain dalam kesepakatan perdagangan "fase satu" jika itu selesai.


Namun, rencana tersebut menghadapi perlawanan internal yang keras di pemerintahan AS, Reuters melaporkan pada Kamis (7/11/2019), dan pejabat AS telah mengisyaratkan pandangan yang bertentangan tentang status pembicaraan.

Harga minyak juga berada di bawah tekanan sejak Sekretaris Jenderal OPEC Mohammad Barkindo mengatakan minggu ini bahwa ia lebih optimis tentang prospek untuk 2020, tampaknya mengecilkan setiap kebutuhan untuk memotong produksi lebih dalam.

Kesepakatan antara Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, seperti Rusia, akan membatasi pasokan hingga Maret tahun depan. Para produsen akan bertemu 5-6 Desember di Wina untuk meninjau kebijakan itu.

"Bahkan jika kesepakatan parsial (AS - China) tercapai, dorongan untuk permintaan tidak akan cukup untuk menghindari kelebihan pasokan tahun depan, yang berarti bahwa OPEC masih perlu melakukan pengurangan produksi yang lebih besar," kata Commerzbank dalam sebuah catatan.


Sementara data bea cukai menunjukkan bahwa impor minyak mentah China pada Oktober naik 11,5 persen dari setahun sebelumnya ke rekor tertinggi, namun sinyal bearish di tempat lain mengekang berita tersebut.

Stok minyak mentah AS naik tajam pekan lalu karena kilang memangkas produksi dan ekspor turun, Badan
Informasi Energi AS (EIA) mengatakan pada Rabu (6/11/2019).

Perusahaan energi AS minggu ini mengurangi jumlah rig minyak yang beroperasi selama minggu ketiga berturut-turut. Pengebor memotong tujuh rig dalam seminggu hingga 8 November, sehingga jumlah totalnya turun menjadi 684, terendah sejak April 2017, kata perusahaan jasa energi General Electric Co Baker Hughes.

Pewarta : Apep Suhendar
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024