Manado (ANTARA) - Pengamat Ekonomi Universitas Sam Ratulangi (Samrat) Manado, Sulawesi Utara (Sulut) Agus T Poputra mengatakan BJ Habibie mampu menahan terjadinya krisis di Indonesia tahun 1998 sehingga tidak lebih dalam lagi.

"Krisis ekonomi dan keuangan Indonesia masih berlangsung hingga masa pemerintahan SBY. Namun demikian, BJ Habibie mampu menahan terjadinya krisis yang lebih dalam saat itu," kata Poputra di Manado, Kamis.



BJ Habibie secara resmi dilantik menjadi Presiden ketiga Republik Indonesia pada 21 Mei 1998. Habibie menggantikan Soeharto yang mundur sehari sebelumnya. Saat itu, situasi yang dihadapinya tidaklah mudah.

Saat itu, Habibie dihadapkan pada prospek ekonomi Indonesia yang benar-benar terpuruk dan tidak memiliki arah yang jelas. Bank rush terjadi secara masif karena ketakutan masyarakat kehilangan kekayaan.

Sementara itu, arus barang dan jasa mengalami hambatan karena adanya penjarahan, perusakan, dan berbagai aksi anarkis lainnya akibat kekerasan sosial di masyarakat.

Distribusi bahan pokok, khususnya beras, mengalami hambatan yang semakin berat karena kekeringan sehingga terjadi gagal panen.



Kelangkaan bahan pangan terjadi di mana-mana. Harga-harga komoditas melambung tinggi sehingga memunculkan adanya ketakutan terjadinya kelaparan.

Namun, Habibie mampu memulihkan kondisi perekonomian yang hanya berlangsung dalam kurun waktu 17 bulan dan tak lepas dari andil semua pihak.

Dia mengatakan Pak Habibie adalah sosok fenomenal yang pemikiran melampaui rata-rata pemikiran orang pada masanya terutama di Indonesia.

Sayangnya beliau membangun industri dirgantara tanpa didukung oleh industri pendukung secara memadai sehingga bagaikan orang melompat dari anak tangga pertama ke anak tangga keempat sehingga jatuh.

Namun Beliau telah meletakkan dasar-dasar penting pada industri dirgantara Indonesia. Pengembangan hasil karya ke depan adalah mengembangkan industri backward dari industri dirgantara untuk memperkuat local content dan daya saing industri.

Habibienomics, katanya, sebenarnya belum dapat dianggap sebagai suatu mazhab namun beliau telah meletakkan dasar-dasar yang baik untuk transparansi anggaran.

Dan di tangan beliau lahir UU No 22 thn 1999 tentang Pemerintah Daerah serta UU No 25 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang menjadi dasar Otonomi daerah yang ada saat ini.

"Ini merupakan karya terbaik di zaman beliau di tengah goncangan ekonomi, politik dan keamanan," jelasnya.


 

Pewarta : Nancy Lynda Tigauw

Copyright © ANTARA 2024