Manado (ANTARA) - Komunitas Perempuan Sulut (KPS) Pro NKRI bersama Pemuda Sinode GMIM dan Manado Post, akan menggelar Focus Group Discussion ( FGD) bertajuk
"Kans Caleg Perempuan Sulut dan Bahaya Money Politik di Pemilu 2019", dengan lokasi di Kantor Manado Post Graha Pena Lt 2.
Koordinator KPS Pro NKRI Dra Joice Worotikan, FGD kegiatan dilaksanakan sebab menjelang Pemilu 2019 telah terjadi penurunan moralitas politik bagi para pemilih di Sulut.
"Pemilih tidak melihat lagi kualitas, integritas serta latar belakang pribadi Caleg/Parpol, tapi bagaimana mereka mendapatkan sesuatu ibarat Sinterklas Politik pada Pemilu serentak 2019 ini," kata Joice, di Manado, Selasa.
Menurut Joice, masyarakat jadi begitu masa 'bodoh' karena selama ini Parpol tidak pernah melayani mereka dengan benar.
"Parpol hanya haus dengan kekuasaan dan memperkaya diri dan mengabaikan kewajiban mereka untuk memperhatikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat" kata Joice Worotikan, bersama Ketua Pemuda Sinode GMIM Pnt dr Pricilia Tangel .
Jadi menurutnya, tidak heran kalau pada pesta politik 2019 memang benar sebagian besar rakyat menghukum parpol melalui barter suara dengan uang dan atau barang.
"Sangat miris dan menyedihkan karena berbahaya bagi perjuangan demokrasi masa depan, karena bisa jadi mereka yang terpilih hanya orang dalam lingkungan yang berkuasa, berduit yang akan duduk dalam parlemen sehingga akan muncul kembali praktik KKN, yang sebenarnya telah dibasmi habis-habisan ketika reformasi terjadi dengan runtuhnya orde baru," katanya.
Dia mengatakan, yang paling terasa adalah di kabupaten kota dan provinsi, karena hitungan jumlah suara telah dikalikan dengan sejumlah uang untuk memenuhi target pemenangan.
Karena itu dia mengatakan, banyak Caleg hanya diam sampai akhir 2018 dan baru muncul sosialisasi 2019 dengan sejumlah alasan.
"Diantaranya adalah jerih payah dan tenaga yang terkuras selama ini akan buyar dan bisa ditutupi pada detik-detik terakhir di bulan April," jelasnya.
Diapun menyayangkan praktik demikian sangat miris dan membahayakan demokrasi karena pemilihan ini akan menjadi pilihan rakyat 'apa yang mereka inginkan dan bukan apa yang mereka butuhkan'
Tapi, Worotikan mengingatkan agar tidak menyalahkan masyarakat jika "Money Politik" semakin mewabah sekarang ini, karena jujur, rakyat tidak merasakan manfaat dari Parpol selama ini baik yang sudah berkuasa maupun belum berkuasa.
"Rakyat hanya melihat sudah tidak ada panutan menolak pemberian "sinterclas Pemilu" karena semua tokoh dan elemen masyarakat termasuk didalamnya tokoh agamapun telah dininabobokan dengan hadiah," jelasnya.
Dalam acara tersebut, katanya akan dihadiri 55 perempuan baik Caleg Provinsi/Kabupaten/Kota, perempuan calon DPD RI, tokoh masyarakat, tokoh agama, aktivis perempuan, tokoh politik dan jurnalis.
"Kans Caleg Perempuan Sulut dan Bahaya Money Politik di Pemilu 2019", dengan lokasi di Kantor Manado Post Graha Pena Lt 2.
Koordinator KPS Pro NKRI Dra Joice Worotikan, FGD kegiatan dilaksanakan sebab menjelang Pemilu 2019 telah terjadi penurunan moralitas politik bagi para pemilih di Sulut.
"Pemilih tidak melihat lagi kualitas, integritas serta latar belakang pribadi Caleg/Parpol, tapi bagaimana mereka mendapatkan sesuatu ibarat Sinterklas Politik pada Pemilu serentak 2019 ini," kata Joice, di Manado, Selasa.
Menurut Joice, masyarakat jadi begitu masa 'bodoh' karena selama ini Parpol tidak pernah melayani mereka dengan benar.
"Parpol hanya haus dengan kekuasaan dan memperkaya diri dan mengabaikan kewajiban mereka untuk memperhatikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat" kata Joice Worotikan, bersama Ketua Pemuda Sinode GMIM Pnt dr Pricilia Tangel .
Jadi menurutnya, tidak heran kalau pada pesta politik 2019 memang benar sebagian besar rakyat menghukum parpol melalui barter suara dengan uang dan atau barang.
"Sangat miris dan menyedihkan karena berbahaya bagi perjuangan demokrasi masa depan, karena bisa jadi mereka yang terpilih hanya orang dalam lingkungan yang berkuasa, berduit yang akan duduk dalam parlemen sehingga akan muncul kembali praktik KKN, yang sebenarnya telah dibasmi habis-habisan ketika reformasi terjadi dengan runtuhnya orde baru," katanya.
Dia mengatakan, yang paling terasa adalah di kabupaten kota dan provinsi, karena hitungan jumlah suara telah dikalikan dengan sejumlah uang untuk memenuhi target pemenangan.
Karena itu dia mengatakan, banyak Caleg hanya diam sampai akhir 2018 dan baru muncul sosialisasi 2019 dengan sejumlah alasan.
"Diantaranya adalah jerih payah dan tenaga yang terkuras selama ini akan buyar dan bisa ditutupi pada detik-detik terakhir di bulan April," jelasnya.
Diapun menyayangkan praktik demikian sangat miris dan membahayakan demokrasi karena pemilihan ini akan menjadi pilihan rakyat 'apa yang mereka inginkan dan bukan apa yang mereka butuhkan'
Tapi, Worotikan mengingatkan agar tidak menyalahkan masyarakat jika "Money Politik" semakin mewabah sekarang ini, karena jujur, rakyat tidak merasakan manfaat dari Parpol selama ini baik yang sudah berkuasa maupun belum berkuasa.
"Rakyat hanya melihat sudah tidak ada panutan menolak pemberian "sinterclas Pemilu" karena semua tokoh dan elemen masyarakat termasuk didalamnya tokoh agamapun telah dininabobokan dengan hadiah," jelasnya.
Dalam acara tersebut, katanya akan dihadiri 55 perempuan baik Caleg Provinsi/Kabupaten/Kota, perempuan calon DPD RI, tokoh masyarakat, tokoh agama, aktivis perempuan, tokoh politik dan jurnalis.