Manado, (Antaranews Sulut) - Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) melakukan sosialisasi hukuman kebiri terhadap pelaku kekerasan seksual pada anak dan memberikan restitusi pada anak korban di Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara.

Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak Berhadapan Hukum dan Stigmatisasi Hasan mengatakan kasus kekerasan seksual anak terus meningkat dan melibatkan lebih dari satu pelaku yang justru merupakan orang dikenal bahkan orang terdekat, seperti orang tua, guru, dan teman sebaya.?

"Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 terkait Perlindungan Anak guna memberikan efek jera serta mengurangi tindak kekerasan seksual terhadap anak di masyarakat," kata Hasan dalam Sosialisasi UU Perlindungan Anak, di Kota Manado yang dihadiri oleh 135 peserta dari instansi/lembaga daerah, tokoh masyarakat, tokoh agama, aparat penegak hukum (APH) dan forum anak, di Manado, Rabu.

Dia mengatakan, setelah disahkan, UU tersebut perlu disosialisasikan kepada masyarakat dan aparat penegak hukum.

"Hal ini dilakukan agar masyarakat mengetahui bila terjadi kekerasan seksual, maka pelaku akan diberikan sanksi yang lebih berat lagi," katanya lagi. 

Sosialisasi kepada APH dilakukan untuk memberikan sanksi kepada pelaku bukan hanya pidana pokok berupa penjara dan denda, tapi juga pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku serta tindakan berupa hukuman kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik disertai rehabilitasi.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Sulut Mieke Pangkong menyampaikan data menurut P2TP2A Provinsi Sulawesi Utara bahwa kekerasan seksual anak pada 2017 mencapai 24 kasus, angka ini meningkat menjadi 34 kasus hingga November 2018.

Proses pelaksanaan peraturan terkait perlindungan anak juga masih memiliki banyak kendala, baik dalam pendidikan serta minim informasi dan pengetahuan yang diakses dan diperoleh masyarakat.

Karena itu, pemerintah melalui Dinas PPPA melakukan Sosialisasi Peraturan Kebiri dan Restitusi.

Selain itu, pada acara yang sama Kemen PPPA juga mensosialisasikan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak Korban Tindak Pidana yang menjelaskan tentang penyidik, penuntut umum untuk membantu korban mendapatkan restitusi.?

Restitusi adalah pembayaran ganti rugi yang dibebankan kepada pelaku tindak pidana berdasarkan keputusan pengadilan atas kerugian materiil atau imateriil yang diderita anak korban.

Anak yang berhak mendapatkan restitusi yaitu anak berhadapan dengan hukum; anak korban eksploitasi ekonomi dan seksual; anak korban pornografi; anak korban penculikan, penjualan, atau perdagangan orang; anak korban kekerasan fisik atau psikis; dan anak korban kejahatan seksual.?

"Adapun pihak yang dapat mengajukan restitusi yaitu anak korban, orang tua/wali anak korban atau ahli waris anak korban, orang yang diberi surat kuasa khusus," ujarnya lagi.?

Pengajuan restitusi, harus memuat identitas pemohon, identitas pelaku, uraian tentang peristiwa pidana yang dialami, uraian kerugian yang diderita dan jumlah restitusi yang diminta.

"Tuntutan restitusi bisa diajukan sebelum putusan pengadilan, melalui penyidik, penuntut umum atau LPSK, dan setelah putusan pengadilan yang harus dilakukan melalui LPSK," kata Hasan.

Hasan berharap melalui sosialisasi ini, bila ada kasus kekerasan seksual anak, penyidik, penuntun umum di Provinsi Sulut dapat membantu memberikan informasi kepada pihak korban tentang hak-haknya untuk mendapat restitusi, serta mengupayakan mengajukan tuntutan restitusi melalui pengadilan.



Budisantoso Budiman

(KR-JRL)

(T.KR-JRL/B/B014/C/B014) 21-11-2018 17:24:33

Pewarta : Nancy Lynda Tigauw
Editor : Nancy Lynda Tigauw
Copyright © ANTARA 2024