Tondano (AntaraSulut) - Intensitas terjadinya bencana di wilayah Kabupaten Minahasa cukup tinggi. Faktor iklim dan struktur tanah serta pengrusakan alam sering disebut sebagai pemicu utama.

Meski demikian, menutur penuturan Pakar Sistem Ekologi Universitas Negeri Manado (Unima) Mercy Rampengan SPi MAppSc PhD, bencana bisa didefinisikan sebagai kegagalan pembangunan di suatu wilayah.

"Bencana jangan hanya dilihat dari peristiwanya, tapi harus kepada prosesnya. Makanya upaya preventif harus kedepankan dalam menanggulangi bencana yaitu desain pembangunan yang harus disesuaikan dengan karakteristik wilayah," sebut lulusan Jurusan Socio Ecologycal System James Cook University Australia ini.

Menurutnya, sejauh ini pola pembangunan yang dilakukan pemerintah terkesan hanya menjadi tradisi saja dan lebih mengedepankan sisi bussiness as usual.

"Sesuai penelitian, proses pembangunan yang tidak sesuai dengan karakteristik wilayah gampang memicu terjadinya bencana. Akibatnya kegagalan pembangunan awal terjadinya bencana. Makanya bencana seharusnya dilihat dari proses awal pembangunan sehingga bisa diantisipasi sebelum terjadi," tuturnya.

Dosen Jurusan Biologi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (F-MIPA) Unima ini mencontohkan, desain pembangunan di sejumlah negara berkembang.

"Di negara maju yang rawan banjir, contohnya di Australia, banyak desain bangunan yang bisa dibilang aneh. Seperti lantai satu gedung sengaja dikosongkan, karena mereka berpikir jika terjadi banjir tidak akan mengganggu aktifitas kerja," tuturnya.

Di wilayah Minahasa sendiri, Rampengan melihat penyebab utama bencana yaitu karena struktur tanah yang cepat jenuh. Sehingga saat intensitas curah hujan tinggi, tanah mudah terlepas dan mengakibatkan longsor. Selain itu proyek cutting-an tanah yang tidak melihat sisi kemiringan mengakibatkan longsor mudah terjadi.

"Solusinya yaitu harus ada perencanaan dari pemerintah dalam pembangunan infrastruktur sesuai pemetaan wilayah rawan bencana. Yang sejauh ini terjadi yaitu infrastruktur dibangun setelah terjadinya bencana,” sentilnya.

Tak hanya pemerintah, upaya penanggulangan  bencana juga harus dilakukan masyarakat secara mandiri. Bahkan dirinya menyebut, kekompakan masyarakat dalam usaha penanggulangan bencana di lingkungan masing-masing akan lebih efektif dan menguntungkan.

"Intinya bencana bisa dicegah sebelum terjadi, selama ada kesadaran dari semua pihak. Di Jepang waktu terjadi bencana, malah tidak banyak bantuan yang diberikan pemerintah, semua usaha dan bangkit dari keterpurukan akibat bencana boleh dibilang hasil kerja keras masyarakat, lebih menarik karena mereka bangkit atas dasar mapalus (kerja bergotong royong). Hasilnya, negara tersebut cepat bangkit dari bencana," tandasnya.

“Di Sulut sendiri pernah terjadi bencana yakni di Kota Manado. Mengapa Manado cepat bangkit? Karena semua masyarakat di Sulut bergotong royong membantu untuk membersihkan rumah para korban banjir,” kuncinya.


Pewarta : Martsindy Rasuh
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024