Minahasa Utara, (Antarasulut) - Masyarakat pemilik tanah di Desa Rinondoran dan Pinenek Timur, Likupang Timur, Minahasa Utara, mengadukan investor asing, ke DPRD setempat karena merasa dirugikan dalam jual beli tanah.

"Saya selaku kuasa dari keluarga kami Ernest Luntungan, pemilik lahan 100 ha, dan 10 orang pemilik tanah lainnya sudah memasukan surat aduan ke Sekretariat DPRD Minasa Utara, pada Kamis, dan menuntut agar digelar rapat dengar pendapat dengan perusahaan PT Haixing Nikel Smelter (HNS)," kata kuasa pemilik tanah, Jevri Masinambow, di Manado, Jumat.

Jevri mengatakan, dalam surat aduan mereka disebutkan, bahwa PT HNS milik Erik Wijaya, yang berkongsi dengan perusahaan dari Fujian RRT, membeli tanah kepada pemilik lahan tidak secara langsung tetapi lewat makelar, sehingga dibeli dengan harga murah yakni sekitar Rp15.000 permeter, tanpa melibatkan kepala desa, camat sebagai PPAT dan notaris sama sekali sehingga masyarakat dirugikan.

"Bukan hanya itu, mereka juga membeli dengan cara mengintimidasi para pemilik tanah, yang katanya jika tak mau menjual dengan harga Rp15.000 permeter, maka nanti akan dibeli pemerintah hanya dengan nilai yang sangat rendah sehingga terpaksa dijual kepada makelar tanah tersebut," katanya.

Ternyata menurut Jevri, di lahan yang akan dibebaskan sekitar 200 hektar tersebut akan dibangun perusahaan pengelola nikel, dengan nilai investasi sekitar 100 juta dolar Amerika, sehingga mereka sadar sudah ditipu dan mengadukan hal tersebut ke DPRD.

Dia mengatakan, mereka tidak suka, karena pengusaha tidak membeli langsung tanah dari pemilik tetapi memakai pihak ketiga dan membeli dengan harga sangat murah dan mengintimidasi, namun tak menolak jika memang ada investasi yang masuk.

Jevri sendiri mengatakan, tanah milik keluarga orang tuanya sekitar 100 hektar di atas lahan tersebut atau separuh dari lahan yang akan dibebaskan, dan belum dijual karena tak mau tertipu makelar tanah yang membeli atas namanya lalu menjual kembali ke perusahaan dengan harga yang jauh lebih besar.

Selain itu, menurut Jevri, mereka curiga karena jual beli tidak melibatkan camat sebagai PPAT ataupun notaris hanya langsung ke pembeli, sehingga curiga ada penggelapan pajak, sebab aparat pemerintah sama sekali tak dilibatkan.

"Dalam surat aduan ke DPRD kami mengatakan kalau tidak pernah ada sosialisasi akan diapakan nanti tanah kami jika dibeli, sehingga beredar kabar kalau lahan 200 ha akan dijadikan peternakan ayam, sehingga kami menolak dan menuntut agar diadakan dengar pendapat dengan perusahaan dan makelar yang membeli tanah," katanya.

Dia mengatakan, ada tiga tuntutan mereka untuk dengar pendapat dengan pemerintah Minahasa Utara, Kepala Desa Rinondoran dan Pinenek Timur serta camat Likupang agar, PT HNS mepertanggungjawabkan proses pembebasan lahan yang improsedural yg telah dilakukan kepada pemilik tanah yang sudah dibebaskan tanahnya.

Kemudian mempertanyakan tidak adanya sosialisasi kepada masyarakat terutama pemilik tanah tentang pembangunan smelter dan kepada masyarakat sekitar, ketiga perusahaan wajib membuat MoU dengan pemilik tanah yang berizikan kewajiban-kewajiban mereka kepada pemilik tanah nantinya.***2***






Pewarta :
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024