Minahasa Utara, 6/12 (Antara Sulut) - Proses pembebasan lahan tol di Kabupaten Minahasa Utara, ternyata masih berproses bahkan menimbulkan polemik yang tiada hentinya.
Salah satu warga Minahasa Utara Piet Luntungan yang beberapa bagian tanahnya masuk lahan tol, di Airmadidi Selasa mengakui prihatin dengan proses pembebasan tanah yang dilakukan panitia penyelenggara seakan berbelit-belit.
"Hingga saat ini panitia pembebasan lahan tol belum dapat menjelaskan secara rinci penetapan harga sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) diambil dari rumus mana," ujar Luntungan mengeluhkan.
Menurut dia, penetapan harga lahan tol di Minahasa Utara dilakukan secara sepihak. Bahkan menurutnya selisih harga khususnya di wilayah Desa Tumaluntung dan Airmadidi merupakan pusat Kabupaten Minahasa Utara berbanding jauh harga jual dengan wilayah lainnya.
"Di desa lain harganya mencapai Rp350 ribu per meter bahkan luas tanah tersebut masuk daerah hutan atau kebun. Kenapa harga yang di patok panitia khusus di desa Tumaluntung dan Airmadidi Bawah serta airmadidi atas hanya Rp130 ribu per meter yang nota bene luas tanahnya berada di pinggir jalan raya. Dari mana harga NJOP itu diambil sehingga meresahkan warga pemilik tanah yang masuk lahan tol," ujar Luntungan.
Dia pun mengeluhkan, bilamana proses pembebasan lahan tol tersebut di Minahasa Utara sudah berlangsung kurang lebih tiga tahun sejak 2013 lalu.
"Sebenarnya ada apa dengan panitia pembebasan lahan tol? Bahkan mereka seakan memaksakan kehendak kepada para pemilik lahan tol untuk segera menjualnya tanpa harus ada musyawarah untuk mufakat. Bahkan selalu menakutkan kepada pemilik lahan bila tanahnya tidak dilepas uangnya akan dititipkan le pengadilan," ujar Piet Luntungan mantan Anggota DPRD Minahasa Utara itu mempertanyakan.
Yang menurut Luntungan, sebagaimana program pemerintah selaku masyarakat pemilik lahan tol tetap menunjang bahkan mendukung 100 persen.
"Hanya masalahnya lebih dititik berat pada kesesuaian harga yang seimbang tanpa harus merugikan masyarakat ataupun keuntungan sepihak dari oknum-oknum tertentu yang sebenarnya merekalah menghalangi pembangunan jalan tol," katanya.
Dia mengatakan, pengaduan ini sudah digiring beberapa kali ke DPRD Minahasa Utara, namun pihak DPRD tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan pada awal 2015 lalu keluhan ini sudah sampai pada DPRD Provinsi, tapi hingga saat ini juga belum ada hasilnya.
Untuk itulah Piet Luntungan berharap, DPRD Minahasa Utara maupun pemerintah dapat menyelesaikan secara bijaksana masalah tersebut tanpa merugikan masyarakat sehingga proses pembangunan berjalan dengan baik.
Wakil DPRD Minahasa Utara Denny Wowiling mengakui bila pihaknya tidak dapat berbuat apa-apa dengan proses lahan tol Manado - Bitung yang menghubungkan sebagian besar wilayah Minahasa Utara.
"Sudah beberapa kali kami panggil hearing pihak terkait jalan tol tapi diabaikan. Yang mereka akui ranah tersebut bukan wewenang DPRD Minahasa Utara," ujar Wowiling.
Namun demikian kata Wowiling, selaku wakil rakyat terus memberikan jalan terbaik bagi masyarakat khususnya pemilik lahan jalan tol agar tidak menimbulkan keresahan.

Pewarta : Melky Rudolf Tumiwa
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024