DISKUSI PUBLIK KPM TENTANG IMB-MANAJEMEN PERKOTAAN 

Manado, (Antarasulut) - IMB bermasalah, ketidakmampuan pemerintah menegakkan hukum, ketidakpatuhan aturan, ketidakberesan Amdal, UPL dan UKL menjadi pokok hangat dalam diskusi publik, yang digelar Komunitas Pers Manado (KPM), Jumat sore sampai malam, di Formosa hotel. 

     Diskusi publik dengan tentang IMB dan Manajemen Perkotaan, dan sub thema problematika ribuan bangunan tak berizin dan solusinya, yang dipandu Pemimpin Redaksi, Harian Radar Manado, Hut Kamrin, tersebut, menghadirkan pakar tata kota, Dr Veronika Kumurur dan pakar hukum, Toar Paliling, SH, MH sebagai pembicara. 

     Veronika yang menjadi pembicara pertama, mengangkat tentang IMB, yang diterbitkan pemerintah kota Manado, serta berbagai persoalan yang muncul sebagai dampak dari terbitnya penerbitannya. 

     "Secara umum, IMB diperlukan untuk menata sebuah kota supaya tidak semrawut, penerbitannya melalui proses dan harus memenuhi sejumlah persyaratan diantarnya sertifikat hak milik, Amdal, UPl-UKL dan berbagai kajian teknis lainnya," katanya. 

     Dia mengatakan, IMB diterbitkan berdasarkan UU nomor 28/2002 turun pada Permendagri 32/2010 dan Perda, sehingga wajib dimiliki oleh semua bangunan yang akan didirikan ataupun sudah berdiri, namun fakta mengatakan dari sekitar 78 ribu bangunan yang ada di Manado, 75 persennya belum berizin dan sisanya itu yang sudah legal dan itupun masih banyak masalahnya terlihat dari tingginya gugatan pembatalan IMB di PTUN Manado, sampai banding ke PT-TUN Makassar, seperti masalah kondotel Lagoon. 

     Sementara Pakar hukum Unsrat, Toar Palilingan, SH, MH mengatakan, munculnya permasalahan muncul, karena aturan yang diterbitkan lebih banyak menekan pada masyarakat, sedangkan pemerintah tak diberikan sanksi ketika tak bisa menegakan aturan, sehingga masyarakat yang dirugikan. 

     Salah satu hal yang muncul sebagai masalah hangat dalam diskusi tersebut, adalah IMB Kondotel lagoon di kawasan Bahu Cipta Perkasa, yang dibatalkan PT-TUN Makassar dan MA, karena dinilai bermasalah secara hukum, sehingga harus dicabut oleh pemerintah.

     Menurut Toar, jika memang keputusan pembatalan IMB Lagoon oleh pengadilan dengan pertimbangan hukum, banyak pelanggaran aturan di situ, maka pemerintah harus tunduk pada putusan tersebut dan melakukan pencabutan sebagai bentuk kepatuhan pada peraturan hukum, sekaligus menunjukan bahwa pemerintah punya "good will" menegakan aturan. 

     "Kalau lagoon menganggap dengan mengganti kerugian itu semuanya selesai, itu tidak tepat, sebab ternyata ada banyak pelanggaran yang telah dilakukan, bukan hanya administrasi semata,' katanya. 

     Namun Toar mengingatkan, dalam kasus lagoon tersebut, penggugat harus mendorong MA untuk secepatnya menerbitkan amar keputusannya agar bisa disampaikan kepada pemerintah supaya dapat dilaksanakan pencabutanya, dengan demikian semua konsekuensi hukumnya berjalan. 

     "Jangan lambat, karena bisa saja, pihak lagoon yang belum menerima salinan amar putusan tersebut, akan tetap berpegang pada IMB yang ada sekarang dan mempertahankanya sebagai legalitas operasional mereka, sebab pemerintah bekerja by official atau berdasarkan dokumen," katanya. 

     Sedangkan Veronika memandang dari sisi ilmunya, bahwa IMB yang bermasalah dan dibatalkan berarti sudah salah, karena berarti ada banyak pelanggaran hukum, dan itu artinya sudah selesai, tak bisa lagi dibuat, sebab kesalahannya bukan hanya pada penulisan nama atau tempat, tetapi dari sisi kelayakan bangunan, Amdal, UKL-UPL itu semuanya menyalahi, dan hal tersebut harus ditegaskan. 
 
     Keduanya juga mengangkat kewibawaan pemerintah yang "jatuh" karena tidak mampu menegakkan aturan, dan sering berkompromi, dengan uang dan politik, sehingga menyebabkan masalah makin bertambah dan tidak terselesaikan. 

     "Lihat saja, ada bangunan yang dibangun tepat di tepi DAS di Dendengan Dalam dan Luar, dan  diatas jalan di depan stadion Klabat, padahal bertentangan dengan aturan, dan itu pemerintah tak bisa mengeksekusinya, dan dihancurkan alam, di sinilah ketidakmampuan pemerintah terlihat, sehingga wibawanya jatuh," katanya. *** 

      

 
    





Pewarta : Joyce Bukarakombang
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024