Manado (ANTARA) - Terumbu karang yang ada di Kawasan Konservasi Perairan Daerah Nusa Penida (Bali) dan Rote Ndao dalam wilayah Kawasan Konservasi Perairan Nasional Laut Sawu (NTT) sementara dalam pengkajian untuk diasuransikan, kata Ocean Program Director Konservasi Indonesia (KI), Budiati Prasetiamartati.
"Terkait dengan mekanisme pendanaan untuk pengelolaan terumbu karang, salah satu caranya yang bisa dilakukan yang selama ini belum pernah dilakukan adalah mentransfer risiko itu kepada pihak lain di luar pemerintah melalui asuransi terumbu karang," kata Budiati Prasetiamartati, pada saat 'International Conference on Sustainable Coral Reefs' (ICSCR) di Manado, Sabtu.
Asuransi terumbu karang tersebut, kata dia, belum pernah dilakukan di Indonesia tapi sudah pernah dilakukan negara lain seperti Meksiko dan Amerika Serikat.
"Dan itu berhasil," sebutnya.
Konservasi Indonesia dalam hal ini terlibat dalam satu konsorsium dengan beberapa ahli internasional (Landell Mills, Sustain Value, Swiss Re) yang didanai Asian Development Bank (ADB) melakukan kajian atau studi kelayakan.
Kajian ini bermitra dan berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
"Kajian atau studi kelayakan tersebut untuk melihat di mana lokasi terumbu karang di Indonesia yang memungkinkan untuk diaplikasikan asuransi terumbu karang tersebut," katanya menjelaskan.
Dia mengatakan, ada tujuh lokasi terumbu karang di Indonesia dari kajian sebelumnya yang kemudian dipilih menjadi dua lokasi yaitu Nusa Penida (Bali) dan Rote Ndao (NTT), keduanya adalah bagian dari kawasan konservasi perairan.
Dari dua lokasi tersebut, dianalisis nilai terumbu karang, nilai ekonomis masyarakat, serta risiko iklim apa di masa depan yang bisa terjadi.
Dia mencontohkan, di Nusa Penida, risiko iklim yang bisa terjadi adalah pemanasan air muka laut dan banjir, di mana banjir yang terjadi karena curah hujan tinggi menyebabkan kerusakan terumbu karang yang ada di kawasan konservasi tersebut.
Sedangkan di Rote Ndao pernah dihantam Badai Seroja pada tahun 2021 yang menyebabkan kerusakan terumbu karang.
"Berdasarkan analisis yang dilakukan dan juga diskusi dengan pemangku kepentingan termasuk Kementerian Kelautan Perikanan, diusulkan dilanjutkan analisis untuk melihat kelayakan penerapan asuransi terumbu karang tersebut," ujarnya.
Dia menjelaskan, mekanisme asuransi terumbu karang tersebut adalah asuransi parametrik, dan asuransi parametrik ini harus berdasarkan satu parameter tertentu.
Misalnya kalau terjadi banjir bandang akibat curah hujan tinggi mengenai terumbu karang dan telah memenuhi parameter curah hujan tertentu, maka nilai klaim asuransi bisa keluar dan asuransi akan digunakan untuk merestorasi terumbu karang rusak.
"Restorasi dapat segera dilakukan tanpa menunggu dana pemerintah keluar misalnya dari APBD atau APBN yang biasanya membutuhkan waktu," ujarnya.