Manado (ANTARA) - Di perbatasan Indonesia-Filipina, tepatnya di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara yang terletak di wilayah Terdepan, Terluar, Tertinggal 3T), PT Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Utara dan Gorontalo (BSG) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan sebuah misi dalam meningkatkan literasi keuangan demi memperkuat perlindungan konsumen.

Daerah ini terkenal dengan keindahan alamnya dan karakter masyarakatnya yang sederhana, namun keterbatasan akses informasi dan layanan perbankan membuat masyarakatnya rentan terhadap penipuan dan kesulitan pengelolaan keuangan.

Tim BSG hadir di sana, yang dipimpin oleh Direktur Operasional BSG Louisa Parengkuan, mengarungi laut yang biru dan melewati ombak untuk menjangkau desa-desa terpencil. Mereka membawa misi edukasi keuangan yang tidak hanya informatif, tetapi juga disampaikan dengan cara-cara yang menarik dan mudah dipahami oleh masyarakat setempat. 

Tim ini terdiri dari petugas-petugas perbankan yang terlatih, sehingga komunikasi berlangsung lebih lancar dan menyentuh hati.

Setibanya di ibukota Kabupaten Kepulauan Talaud yakni Melonguane, tim BSG disambut oleh warga dengan antusiasme tinggi. 

Mereka melakukan sesi interaktif tentang dasar-dasar perbankan, mulai dari menabung, mengatur pengeluaran, hingga cara menggunakan layanan digital banking. 

Tidak hanya sampai di situ, BSG juga memberikan pelatihan singkat tentang transaksi digital, sebagian besar kepada pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). 

Mereka mengenalkan aplikasi perbankan yang bisa digunakan untuk mentransfer uang atau membayar tagihan tanpa perlu pergi ke kota. Karena banyak warga belum pernah menggunakan ponsel pintar, tim BSG menyediakan tutorial khusus untuk membimbing warga satu per satu.

Banyak warga yang akhirnya merasa lebih aman dan percaya diri mengelola keuangan mereka. Mereka paham pentingnya menyimpan uang di bank daripada menyimpannya di rumah, dan mulai paham tanda-tanda penipuan finansial. 

Masyarakat Talaud kini lebih terlindungi, tidak hanya oleh layanan keuangan yang mereka akses, tetapi juga oleh pengetahuan yang mereka miliki.

Tim BSG pun merasa puas dengan keberhasilan program edukasi ini, membawa harapan dan pengetahuan finansial bagi masyarakat di daerah perbatasan.

Menurut Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulutgomalut Robert Sianipar, kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud, BSG, dan OJK menunjukkan komitmen yang kuat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dukungan penuh dari pemerintah daerah sangat penting dalam upaya meningkatkan literasi keuangan masyarakat.

Kegiatan edukasi keuangan yang dilaksanakan oleh BSG dan OJK di Kabupaten Kepulauan Talaud merupakan langkah strategis dalam mewujudkan masyarakat yang cerdas secara finansial.

Penyandang Disabilitas

Tidak hanya menyasar pelaku usaha dan masyarakat di perbatasan, BSG dan OJK
juga memberikan edukasi dan literasi keuangan kepada anak-anak di Sekolah Luar Biasa (SLB) YPAC Malalayang, Sulut.

Anak-anak ini adalah para penyandang disabilitas, masing-masing dengan kemampuan dan cara belajar yang unik. 

Untuk BSG, hal ini bukan hanya tentang mengajarkan cara mengelola uang, tetapi juga memberi mereka kepercayaan diri dan kemandirian dalam hal keuangan.

Pagi itu, suasana SLB YPAC Malalayang begitu ceria. Tim BSG datang membawa alat peraga dan materi edukasi yang sudah disesuaikan, lengkap dengan poster-poster penuh warna dan gambar-gambar menarik. 

Mereka mempersiapkan pendekatan khusus untuk anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus, seperti bahasa isyarat untuk anak tunarungu dan alat bantu visual yang besar dan jelas untuk anak tunanetra. 

Bagi tim BSG bersama OJK, ini adalah kesempatan untuk menginspirasi mereka agar merasa mampu mengelola uang mereka sendiri, betapapun kecil jumlahnya.

Kakak-kakak dari BSG menjelaskan bahwa uang adalah alat yang digunakan untuk membeli sesuatu yang dibutuhkan atau inginkan. 

Mereka menggunakan ilustrasi yang akrab bagi anak-anak, seperti gambar mainan, makanan, dan pakaian. Lalu dijelaskan pentingnya menabung, supaya anak-anak bisa membeli lebih banyak buku gambar di masa depan. 

Mereka menggunakan celengan berbentuk binatang untuk menarik perhatian anak-anak, menunjukkan bahwa menabung bisa menjadi kegiatan yang menyenangkan.

Pada permainan lain, mereka diajak mengenal konsep harga, cara menghitung uang, dan pentingnya menyimpan sisa uang setelah membeli sesuatu.

Edukasi keuangan ini bukan hanya untuk memperkuat pengetahuan, tetapi juga sebagai jembatan menuju kemandirian bagi anak-anak luar biasa di SLB YPAC Malalayang.

Menurut Kepala OJK Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat Darwisman, sampai tahun 2025 OJK telah menetapkan 10 sasaran prioritas literasi dan edukasi yakni pelajar, mahasiswa, dan pemuda, profesi, karyawan, petani dan nelayan, Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan Calon PMI, Pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, penyandang disabilitas, masyarakat Daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal (3T), perempuan atau ibu rumah tangga, dan komunitas.

Darwisman menjelaskan literasi keuangan dapat membantu konsumen untuk terhindar dari investasi ilegal dan membuat keputusan keuangan yang tepat. 

Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Tahun 2024, tingkat literasi keuangan secara nasional 65,43 persen sedangkan inklusi sebesar 75,02 persen.

Untuk mencapai sasaran prioritas, OJK menegaskan komitmen kuatnya untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat daerah 3T dan penyandang disabilitas. Mereka memahami bahwa setiap individu, termasuk penyandang disabilitas, berhak atas akses yang setara dan nyaman terhadap layanan keuangan. 

Bagi OJK, keberdayaan penyandang disabilitas bukan hanya sekadar visi, melainkan tanggung jawab bersama untuk menciptakan ekosistem keuangan yang inklusif dan ramah bagi semua.

OJK mendorong Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) untuk menyediakan ekosistem yang lebih inklusif dan ramah bagi penyandang disabilitas.

Ia mengatakan PUJK di seluruh Indonesia untuk memperhatikan kenyamanan dan kebutuhan khusus penyandang disabilitas dalam berbagai layanan keuangan yang mereka tawarkan. 

OJK berharap, ke depan, setiap bank, perusahaan asuransi, hingga lembaga pembiayaan lainnya mampu mengintegrasikan prinsip inklusifitas ini dalam setiap aspek pelayanannya.

Untuk mewujudkan itu, OJK menerapkan aturan yang lebih tegas. Mereka mewajibkan PUJK untuk memiliki kebijakan dan prosedur tertulis yang mengatur pelindungan konsumen penyandang disabilitas. 

Ini bukan sekadar kebijakan formal, melainkan tanggung jawab yang konkret untuk memastikan aksesibilitas yang nyata, mulai dari infrastruktur yang mudah diakses hingga layanan khusus yang bisa diandalkan. 

Melalui regulasi yang lebih khusus, yaitu POJK Nomor 3 Tahun 2023 tentang Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan di Sektor Jasa Keuangan, OJK semakin memperjelas perannya dalam menciptakan keuangan inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat. 

Regulasi ini didesain untuk memudahkan penyandang disabilitas dalam memanfaatkan produk keuangan secara nyaman dan aman. 

Tujuannya jelas, katanya, agar penyandang disabilitas bisa lebih mandiri dalam mengelola keuangan pribadi dan merasakan manfaat nyata dari keberadaan produk keuangan yang inklusif.

Selain regulasi formal, OJK juga aktif mengedukasi dan mendorong kesadaran di kalangan penyandang disabilitas tentang pentingnya akses keuangan. 

OJK terus mengadakan pelatihan literasi keuangan yang disesuaikan dengan kebutuhan khusus, seperti penggunaan teknologi keuangan yang ramah disabilitas, pengelolaan dana pribadi, hingga cara melindungi data pribadi di era digital. 

Dengan pengetahuan ini, penyandang disabilitas memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk berpartisipasi penuh dalam ekosistem keuangan, mengelola keuangan secara mandiri, dan meraih kemandirian ekonomi.

Bagi OJK, keuangan inklusif adalah upaya menciptakan peluang yang setara bagi semua, termasuk penyandang disabilitas dan masyarakat di wilayah 3T. 
 

Pewarta : Nancy Lynda Tigauw
Editor : Jorie MR Darondo
Copyright © ANTARA 2024