Manado (ANTARA) - Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro) menunjukkan tren peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dalam beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan data yang dihimpun, IPM Sitaro pada tahun 2019 tercatat sebesar 66,75, naik menjadi 67,48 pada tahun 2020, kemudian 67,74 pada tahun 2021, dan 68,05 pada tahun 2022. Untuk tahun 2023, target yang ditetapkan berada di kisaran 68,2 hingga 68,7, namun pencapaian akhirnya berhasil melampaui target dengan mencapai 68,94.
Kepala Badan Perencanaan, Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Sitaro, Ronald Pakasi, menjelaskan bahwa pencapaian ini merupakan hasil dari berbagai program yang strategis di bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
"Kami berkomitmen untuk menjaga tren positif ini dengan menyusun strategi jangka panjang yang terfokus pada tiga aspek utama," jelas Pakasi.
Dari sisi kesehatan, salah satu fokus utama adalah meningkatkan angka harapan hidup. "Kami terus berupaya menekan angka kematian ibu melahirkan, bayi, balita, dan neonatal melalui peningkatan pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan bayi baru lahir," ujar Pakasi.
Ia menambahkan bahwa inovasi seperti Gesit Evas dan One One Solution yang bertujuan menurunkan prevalensi stunting juga menjadi prioritas utama.
"Sesuai dengan data, hingga Agustus 2024 Kabupaten Sitaro menyisakan 10 orang Balita kategori stunting. Selain inovasi Gesit Evas ini juga adanya peran orang tua asuh bagi semua anak stunting dengan melibatkan seluruh perangkat, DPRD, TNI dan Polri, TP-PKK, Dharma Wanita Persatuan, BUMN/BUMD, dan Perbankan," tukas Pakasi.
"Pemberian makanan tambahan, edukasi gizi, dan pemantauan kesehatan balita pun dilakukan secara berkala. Sehingga balita stunting saat ini hanya sekitar 0,31 % dari total seluruh balita di Sitaro," tukasnya lagi.
Peningkatan pelayanan di rumah sakit dan puskesmas juga telah dilakukan, terutama melalui program lintas sektoral yang melibatkan APBD dan APBDes.
"Kami terus menjalankan program penanganan gizi bagi balita, ibu hamil, dan stunting secara menyeluruh dengan anggaran yang terkoordinasi baik di tingkat kabupaten maupun desa," tambahnya.
Di sektor pendidikan, upaya untuk meningkatkan rata-rata lama sekolah dan menekan angka putus sekolah juga telah dimulai. Salah satu langkah konkret yang tengah diambil adalah penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pendidikan yang akan mengatur sistem reward and punishment bagi wilayah dengan angka putus sekolah yang tinggi.
"Saat ini Pemkab Sitaro sudah memulai kerja sama dengan Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) yang akan membantu mengakomodir mahasiswa S1 dan S2, memberikan kesempatan lebih luas bagi generasi muda Sitaro untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi," ujar Pakasi.
Dalam upaya meningkatkan pendapatan per kapita, Bappelitbangda berfokus pada pengembangan sektor UMKM dan pariwisata.
"Kami mendorong pelaku UMKM untuk naik kelas dan mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja," jelas Pakasi.
Bukan itu saja, optimalisasi sektor pariwisata juga sedang digalakkan melalui pembentukan desa wisata dan penyusunan masterplan kepariwisataan, yang diharapkan akan mendatangkan Dana Alokasi Khusus (DAK) di bidang pariwisata. Salah satu proyek besar yang sedang disiapkan adalah penyusunan DED Taman Bung Karno, yang akan didanai oleh Kementerian PUPR.
Dengan berbagai strategi yang telah disusun, Pemerintah Kabupaten Sitaro optimis bahwa tren peningkatan IPM akan terus terjaga, serta membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat di masa mendatang.
Perlu diketahui, Indeks Pembangunan Manusia atau disingkat IPM adalah ukuran yang digunakan untuk menilai kualitas pembangunan suatu wilayah dari tiga aspek utama yakni pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
Tiga komponen ini mencakup angka harapan hidup (sebagai indikator kesehatan), rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah (sebagai indikator pendidikan), serta pengeluaran per kapita (sebagai indikator standar hidup ekonomi).
IPM digunakan secara luas untuk memberikan gambaran mengenai kualitas hidup masyarakat di suatu daerah. Semakin tinggi nilai IPM, semakin baik pula kualitas hidup yang dicapai, baik dari segi kesehatan, pendidikan, maupun ekonomi.
Pengukuran ini memungkinkan pemerintah untuk memantau dan mengevaluasi kebijakan yang diterapkan serta memberikan panduan dalam merancang program pembangunan yang lebih efektif.
Dengan tren peningkatan IPM yang terus berlanjut, seperti di Kabupaten Sitaro, yang menunjukkan pertumbuhan dari tahun ke tahun, jelas menunjukkan bahwa kualitas hidup masyarakat di daerah tersebut terus membaik. Kenaikan IPM dari 66,75 pada tahun 2019 hingga mencapai 68,94 pada tahun 2023 merupakan indikator positif bahwa Sitaro sedang bergerak ke arah yang lebih maju dalam hal pembangunan manusia.
Peningkatan IPM menunjukkan adanya perbaikan signifikan di tiga aspek utama kesehatan, pendidikan, dan ekonomi yang merupakan inti dari kualitas hidup.
Sehingga kenaikan ini adalah bukti bahwa upaya pemerintah daerah, khususnya melalui strategi-strategi seperti yang dilakukan oleh Bappelitbangda, telah berhasil menciptakan perubahan positif bagi masyarakat.
Meski demikian, target pembangunan tentu harus tetap dipertahankan dan ditingkatkan, terutama di wilayah-wilayah dengan IPM yang belum mencapai rata-rata nasional. Namun, tren yang naik secara konsisten di Sitaro menunjukkan bahwa kabupaten ini sedang menuju arah yang tepat dalam hal peningkatan kualitas pembangunan manusia.
Kepala BPS Kabupaten Kepulauan Sitaro, Inke Tambeo menjelaskan bahwa Indeks Pembangunan Manusia tidak bisa dinilai secara sederhana melalui peringkat atau perangkingan antar daerah.
Menurutnya, IPM lebih mengutamakan perkembangan dari komponen-komponen pembentuknya, seperti kesehatan, pendidikan, dan standar hidup ekonomi masyarakat.
"Seringkali, masyarakat melihat IPM sebagai kompetisi antar daerah, seolah-olah peringkat yang lebih tinggi berarti lebih baik secara keseluruhan. Padahal, yang lebih penting adalah tren peningkatan di setiap komponen IPM, bagaimana tiap wilayah terus memperbaiki kondisi kesehatannya, kualitas pendidikan, dan taraf ekonominya dari waktu ke waktu," ungkapnya.
Inke menegaskan bahwa setiap daerah memiliki tantangan dan kondisi pembangunan yang berbeda, sehingga tidak bisa diukur dengan satu tolok ukur yang sama. "Tidak bijaksana jika kita hanya berfokus pada peringkat. Misalnya, tidak tepat jika kita membandingkan IPM Manado dengan Sitaro, karena keduanya memiliki karakteristik yang sangat berbeda, baik dari segi demografi, geografis, maupun potensi sumber daya," katanya.
Ia menekankan bahwa perbandingan langsung antar daerah sering kali tidak memberikan gambaran yang akurat terkait kemajuan pembangunan manusia. "IPM suatu daerah harus dilihat dari bagaimana perkembangan di setiap indikatornya. Kita tidak bisa hanya fokus pada siapa yang berada di peringkat tertinggi, tapi harus melihat secara holistik bagaimana upaya peningkatan kualitas hidup di setiap daerah terus dilakukan," tambahnya.
Lebih jauh, Inke menggarisbawahi bahwa pendekatan yang paling relevan dalam menilai IPM adalah dengan melihat tren peningkatan dari tahun ke tahun.
"Jika kita melihat tren peningkatan IPM Sitaro, itu menunjukkan adanya perbaikan signifikan di sektor-sektor penting seperti kesehatan dan pendidikan. Itulah yang menjadi ukuran kesuksesan pembangunan manusia di suatu wilayah, bukan hanya berdasarkan perbandingan peringkat dengan daerah lain," tegasnya.
Dengan demikian, menurut Inke, fokus utama pemerintah dan masyarakat seharusnya pada bagaimana terus meningkatkan komponen-komponen pembentuk IPM, bukan semata-mata mengejar peringkat atau membandingkan dengan daerah lain.
"Setiap daerah punya kekuatan dan kelemahannya sendiri, dan yang penting adalah bagaimana kita bisa terus memperbaiki kualitas hidup masyarakat sesuai dengan kondisi lokal yang ada," pungkasnya
Sementara itu, salah satu warga Siau mengungkapkan, tren peningkatan di 5 tahun terakhir sangatlah baik, dan perlu diapresiasi. "Sudah sangat baik, dan bagi daerah kepulauan kami melihat ada perubahan sejak daerah ini berotonom," ungkap Nathalia dan Denny, warga Siau.
Meskipun begitu, keduanya berharap agar pemerintah daerah tidak berpuas diri dengan kondisi seperti ini, namun bagaimana terus memacu setiap program yang menyentuh langsung apa yang menjadi kebutuhan mendasar masyarakat. "Kami berharap agar program-program yang dilakukan pemerintah dapat menyentuh masyarakat," tutur keduanya.
Berdasarkan data yang dihimpun, IPM Sitaro pada tahun 2019 tercatat sebesar 66,75, naik menjadi 67,48 pada tahun 2020, kemudian 67,74 pada tahun 2021, dan 68,05 pada tahun 2022. Untuk tahun 2023, target yang ditetapkan berada di kisaran 68,2 hingga 68,7, namun pencapaian akhirnya berhasil melampaui target dengan mencapai 68,94.
Kepala Badan Perencanaan, Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Sitaro, Ronald Pakasi, menjelaskan bahwa pencapaian ini merupakan hasil dari berbagai program yang strategis di bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
"Kami berkomitmen untuk menjaga tren positif ini dengan menyusun strategi jangka panjang yang terfokus pada tiga aspek utama," jelas Pakasi.
Dari sisi kesehatan, salah satu fokus utama adalah meningkatkan angka harapan hidup. "Kami terus berupaya menekan angka kematian ibu melahirkan, bayi, balita, dan neonatal melalui peningkatan pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan bayi baru lahir," ujar Pakasi.
Ia menambahkan bahwa inovasi seperti Gesit Evas dan One One Solution yang bertujuan menurunkan prevalensi stunting juga menjadi prioritas utama.
"Sesuai dengan data, hingga Agustus 2024 Kabupaten Sitaro menyisakan 10 orang Balita kategori stunting. Selain inovasi Gesit Evas ini juga adanya peran orang tua asuh bagi semua anak stunting dengan melibatkan seluruh perangkat, DPRD, TNI dan Polri, TP-PKK, Dharma Wanita Persatuan, BUMN/BUMD, dan Perbankan," tukas Pakasi.
"Pemberian makanan tambahan, edukasi gizi, dan pemantauan kesehatan balita pun dilakukan secara berkala. Sehingga balita stunting saat ini hanya sekitar 0,31 % dari total seluruh balita di Sitaro," tukasnya lagi.
Peningkatan pelayanan di rumah sakit dan puskesmas juga telah dilakukan, terutama melalui program lintas sektoral yang melibatkan APBD dan APBDes.
"Kami terus menjalankan program penanganan gizi bagi balita, ibu hamil, dan stunting secara menyeluruh dengan anggaran yang terkoordinasi baik di tingkat kabupaten maupun desa," tambahnya.
Di sektor pendidikan, upaya untuk meningkatkan rata-rata lama sekolah dan menekan angka putus sekolah juga telah dimulai. Salah satu langkah konkret yang tengah diambil adalah penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pendidikan yang akan mengatur sistem reward and punishment bagi wilayah dengan angka putus sekolah yang tinggi.
"Saat ini Pemkab Sitaro sudah memulai kerja sama dengan Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) yang akan membantu mengakomodir mahasiswa S1 dan S2, memberikan kesempatan lebih luas bagi generasi muda Sitaro untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi," ujar Pakasi.
Dalam upaya meningkatkan pendapatan per kapita, Bappelitbangda berfokus pada pengembangan sektor UMKM dan pariwisata.
"Kami mendorong pelaku UMKM untuk naik kelas dan mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja," jelas Pakasi.
Bukan itu saja, optimalisasi sektor pariwisata juga sedang digalakkan melalui pembentukan desa wisata dan penyusunan masterplan kepariwisataan, yang diharapkan akan mendatangkan Dana Alokasi Khusus (DAK) di bidang pariwisata. Salah satu proyek besar yang sedang disiapkan adalah penyusunan DED Taman Bung Karno, yang akan didanai oleh Kementerian PUPR.
Dengan berbagai strategi yang telah disusun, Pemerintah Kabupaten Sitaro optimis bahwa tren peningkatan IPM akan terus terjaga, serta membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat di masa mendatang.
Perlu diketahui, Indeks Pembangunan Manusia atau disingkat IPM adalah ukuran yang digunakan untuk menilai kualitas pembangunan suatu wilayah dari tiga aspek utama yakni pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
Tiga komponen ini mencakup angka harapan hidup (sebagai indikator kesehatan), rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah (sebagai indikator pendidikan), serta pengeluaran per kapita (sebagai indikator standar hidup ekonomi).
IPM digunakan secara luas untuk memberikan gambaran mengenai kualitas hidup masyarakat di suatu daerah. Semakin tinggi nilai IPM, semakin baik pula kualitas hidup yang dicapai, baik dari segi kesehatan, pendidikan, maupun ekonomi.
Pengukuran ini memungkinkan pemerintah untuk memantau dan mengevaluasi kebijakan yang diterapkan serta memberikan panduan dalam merancang program pembangunan yang lebih efektif.
Dengan tren peningkatan IPM yang terus berlanjut, seperti di Kabupaten Sitaro, yang menunjukkan pertumbuhan dari tahun ke tahun, jelas menunjukkan bahwa kualitas hidup masyarakat di daerah tersebut terus membaik. Kenaikan IPM dari 66,75 pada tahun 2019 hingga mencapai 68,94 pada tahun 2023 merupakan indikator positif bahwa Sitaro sedang bergerak ke arah yang lebih maju dalam hal pembangunan manusia.
Peningkatan IPM menunjukkan adanya perbaikan signifikan di tiga aspek utama kesehatan, pendidikan, dan ekonomi yang merupakan inti dari kualitas hidup.
Sehingga kenaikan ini adalah bukti bahwa upaya pemerintah daerah, khususnya melalui strategi-strategi seperti yang dilakukan oleh Bappelitbangda, telah berhasil menciptakan perubahan positif bagi masyarakat.
Meski demikian, target pembangunan tentu harus tetap dipertahankan dan ditingkatkan, terutama di wilayah-wilayah dengan IPM yang belum mencapai rata-rata nasional. Namun, tren yang naik secara konsisten di Sitaro menunjukkan bahwa kabupaten ini sedang menuju arah yang tepat dalam hal peningkatan kualitas pembangunan manusia.
Kepala BPS Kabupaten Kepulauan Sitaro, Inke Tambeo menjelaskan bahwa Indeks Pembangunan Manusia tidak bisa dinilai secara sederhana melalui peringkat atau perangkingan antar daerah.
Menurutnya, IPM lebih mengutamakan perkembangan dari komponen-komponen pembentuknya, seperti kesehatan, pendidikan, dan standar hidup ekonomi masyarakat.
"Seringkali, masyarakat melihat IPM sebagai kompetisi antar daerah, seolah-olah peringkat yang lebih tinggi berarti lebih baik secara keseluruhan. Padahal, yang lebih penting adalah tren peningkatan di setiap komponen IPM, bagaimana tiap wilayah terus memperbaiki kondisi kesehatannya, kualitas pendidikan, dan taraf ekonominya dari waktu ke waktu," ungkapnya.
Inke menegaskan bahwa setiap daerah memiliki tantangan dan kondisi pembangunan yang berbeda, sehingga tidak bisa diukur dengan satu tolok ukur yang sama. "Tidak bijaksana jika kita hanya berfokus pada peringkat. Misalnya, tidak tepat jika kita membandingkan IPM Manado dengan Sitaro, karena keduanya memiliki karakteristik yang sangat berbeda, baik dari segi demografi, geografis, maupun potensi sumber daya," katanya.
Ia menekankan bahwa perbandingan langsung antar daerah sering kali tidak memberikan gambaran yang akurat terkait kemajuan pembangunan manusia. "IPM suatu daerah harus dilihat dari bagaimana perkembangan di setiap indikatornya. Kita tidak bisa hanya fokus pada siapa yang berada di peringkat tertinggi, tapi harus melihat secara holistik bagaimana upaya peningkatan kualitas hidup di setiap daerah terus dilakukan," tambahnya.
Lebih jauh, Inke menggarisbawahi bahwa pendekatan yang paling relevan dalam menilai IPM adalah dengan melihat tren peningkatan dari tahun ke tahun.
"Jika kita melihat tren peningkatan IPM Sitaro, itu menunjukkan adanya perbaikan signifikan di sektor-sektor penting seperti kesehatan dan pendidikan. Itulah yang menjadi ukuran kesuksesan pembangunan manusia di suatu wilayah, bukan hanya berdasarkan perbandingan peringkat dengan daerah lain," tegasnya.
Dengan demikian, menurut Inke, fokus utama pemerintah dan masyarakat seharusnya pada bagaimana terus meningkatkan komponen-komponen pembentuk IPM, bukan semata-mata mengejar peringkat atau membandingkan dengan daerah lain.
"Setiap daerah punya kekuatan dan kelemahannya sendiri, dan yang penting adalah bagaimana kita bisa terus memperbaiki kualitas hidup masyarakat sesuai dengan kondisi lokal yang ada," pungkasnya
Sementara itu, salah satu warga Siau mengungkapkan, tren peningkatan di 5 tahun terakhir sangatlah baik, dan perlu diapresiasi. "Sudah sangat baik, dan bagi daerah kepulauan kami melihat ada perubahan sejak daerah ini berotonom," ungkap Nathalia dan Denny, warga Siau.
Meskipun begitu, keduanya berharap agar pemerintah daerah tidak berpuas diri dengan kondisi seperti ini, namun bagaimana terus memacu setiap program yang menyentuh langsung apa yang menjadi kebutuhan mendasar masyarakat. "Kami berharap agar program-program yang dilakukan pemerintah dapat menyentuh masyarakat," tutur keduanya.