Yogyakarta (ANTARA) - Gempa bumi 2006 dan ancaman megathrust menjadikan sekolah menyeriusi pengurangan risiko bencana atau mitigasi melalui program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB).

"Kami belajar dari peristiwa gempa 2006 dan ancaman megathrust, di mana wilayah Yogyakarta termasuk risiko tinggi," kata Kepala SDN 3 Imogiri, Bantul, DIY, Agus Sulistyo S.Pd di sekolahnya, Kamis.

Gempa bumi Yogyakarta pada Mei 2006 adalah gempa tektonik kerak dangkal yang mengguncang provinsi itu dan Jawa Tengah pada Sabtu pagi, 27 Mei 2006, kurang lebih pukul 05.53.58 WIB selama 57 detik.

Menurut BMKG gempa tersebut berkekuatan 5,9 pada skala richter. Sementara Survei Geologi Amerika Serikat, catat Wikipedia, melaporkan gempa terjadi sebesar 6,3 pada skala magnitudo, dengan kedalaman 12,5 km (8 mil), dan gempa tersebut akibat dari pergeseran Sesar Opak.

Gempa itu salah satu peristiwa gempa bumi terbesar, dengan jumlah korban tewas terbanyak pada tahun 2000-an di seluruh dunia. Total korban tewas akibat bencana itu mencapai 5.778 hingga 6.234 orang, dengan 80 persen korban jiwa terjadi di Kabupaten Bantul dan Klaten.

Sementara gempa bumi berskala besar atau disebut megathrust terjadi pada zona subduksi di sepanjang batas lempeng konvergen destruktif, di mana satu lempeng tektonik tertekan di bawah lempeng yang lain. Gempa ini adalah gempa bumi lintas lempeng yang paling kuat di planet ini dengan besaran momen (Mw) yang dapat melebihi angka 8,0.

Berkaca pada gempa 2006 dan ancaman gempa megathrust, SDN 3 Imogiri setelah melalui proses kajian, evaluasi dan pelatihan selama dua bulan mulai Agustus 2023 dengan 10 kali pertemuan yang diikuti semua pihak terkait, termasuk orang tua, wali murid dan semua pelaksana sekolah, kini sudah mandiri sebagai SPAB dalam mitigasi bencana.

SDN yang beroperasi sejak 1 Agustus 1968 itu sempat hancur pada gempa 2006. Human Initiative (HI, dahulu PKPU) membangun gedung dua lantai dengan delapan ruang kelas dan ruang guru yang selesai pada 2007 agar para murid kembali bisa belajar di kelas.

Sejak itu, kata Kepala Cabang HI Yogyakarta Muthori, hubungan keduanya tetap terjalin hingga Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Yogyakarta meminta HI menjadi pendamping agar SDN 3 Imogiri dapat menjadi SPAB.

Kini di dinding SD tersebut tergambar mural tentang gempa dan penunjuk penyelamatan secara mencolok di dekat gerbang masuk sekolah. Di sebelahnya ada denah sekolah dan petunjuk evakuasi.

Setiap tiga bulan sekali mereka melakukan simulasi secara mandiri bagaimana menghadapi gempa dan menyelamatkan diri.

"Gempa terakhir pada Agustus 2024 di perairan Gunungkidul pada pagi hari menjadi ajang praktik dalam menghadapi gempa sebenarnya," kata Agus.

Mereka, kata Agus, tidak berisik, tidak dorong mendorong, tidak berlari, tetapi tiarap di bawah meja, kemudian setelah gempa reda berjalan menuju titik kumpul.

Jika pada simulasi biasanya diperlukan 10 menit, maka pada saat gempa hanya relatif sebentar, karena guncangannya juga tidak terlalu keras, dan di bawah 10 menit mereka sudah menyatu di titik kumpul.


  Murid kelas 2B SDN 3 Imogiri, Bantul, DIY, di depan mural yang memuat info tentang gempa dan cara menyelamatkan diri, Kamis (3/10/2024). ANTARA/Erafzon Saptiyulda AS
 

Pewarta : Erafzon Saptiyulda AS
Editor : Hence Paat
Copyright © ANTARA 2024