Manado (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Utara (Sulut) melaksanakan ekspose tiga perkara untuk diselesaikan secara restorative justice yang berada di tiga kejaksaan negeri (Kejari) di jajaran instansi tersebut.
Kepala Kejati Sulut Dr Andi Muhammad Taufik SH, MH, melalui Kasi Penkum Januarius Lega Bolitobi SH, di Manado, Kamis, mengatakan ekspos perkara tersebut dilakukan Wakil Kepala Kejati Sulut Dr Transiswara Adhi SH, M.Hum secara virtual dipimpin Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Prof Dr Asep Nana Mulyana SH, MH dan Direktur Oharda Nanang Ibrahim Soleh SH, MH.
"Tiga perkara yang dilakukan ekspose tersebut berasal dari Kejari Bitung, Kejari Kepulauan Talaud, dan Kejari Minahasa Selatan," katanya.
Pada saat ekspose tersebut Wakil Kepala.Kejati Sulut Transiswara Adhi didampingi Koordinator Paris Manalu SH, selaku Asisten Bidang Tindak Pidana Umum serta para Kasi Bidang Tindak Pidana Umum Kejati Sulut
Ia mengatakan ekspose perkara restorative justice yang berasal dari Kejari Talaud, atas nama tersangka ML alias Marson yang melakukan tindak pidana pengancaman dan disangka melanggar pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP terhadap korban LS alias Laban.
Dalam proses perdamaian, tersangka mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada korban dan korbanpun memaafkan perbuatan tersangka.
Kemudian tersangkapun sudah mengembalikan sepeda motor korban.
Usai tercapainya kesepakatan tersebut, Kepala Kejari Talaud mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Setelah mempelajari kasus tersebut, Wakil Kepala Kejati Sulut Transiswara Adhi, sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan permohonan pun disetujui pada hari ini, Kamis (26/9).
Ia mengatakan, sementara ekspose dua perkara lain melalui mekanisme restorative justice yakni terhadap tersangka SL alias Stevina dari Kejari Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP atas tindak pidana penganiayaan.
Kemudian tersangka MK alias Marselino dari Kejari Bitung, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP atas tindak pidana penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka, ancaman pidana penjaranya tidak lebih dari lima tahun.
Kemudian tersangka menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulanginya lagi baik terhadap korban maupun kepada orang lain, serta tersangka dan korban telah melakukan perdamaian di hadapan penuntut umum yang dihadiri para saksi dan perwakilan masyarakat.
Tersangka juga telah melakukan pemulihan dengan mengembalikan kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatan tersangka.
Ekspose perkara tersebut juga dihadiri Kepala Kejari Bitung Dr Yadyn SH, MH, Kepala Kejari Talaud Yanuar Utomo SH, MH, Kepala Kejari Minahasa Selatan La Ode Muhammad Nusrim SH, dan Kasipidum Kejari Bitung, Kejari Talaud dan Kejari Minahasa Selatan.
Kepala Kejati Sulut Dr Andi Muhammad Taufik SH, MH, melalui Kasi Penkum Januarius Lega Bolitobi SH, di Manado, Kamis, mengatakan ekspos perkara tersebut dilakukan Wakil Kepala Kejati Sulut Dr Transiswara Adhi SH, M.Hum secara virtual dipimpin Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Prof Dr Asep Nana Mulyana SH, MH dan Direktur Oharda Nanang Ibrahim Soleh SH, MH.
"Tiga perkara yang dilakukan ekspose tersebut berasal dari Kejari Bitung, Kejari Kepulauan Talaud, dan Kejari Minahasa Selatan," katanya.
Pada saat ekspose tersebut Wakil Kepala.Kejati Sulut Transiswara Adhi didampingi Koordinator Paris Manalu SH, selaku Asisten Bidang Tindak Pidana Umum serta para Kasi Bidang Tindak Pidana Umum Kejati Sulut
Ia mengatakan ekspose perkara restorative justice yang berasal dari Kejari Talaud, atas nama tersangka ML alias Marson yang melakukan tindak pidana pengancaman dan disangka melanggar pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP terhadap korban LS alias Laban.
Dalam proses perdamaian, tersangka mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada korban dan korbanpun memaafkan perbuatan tersangka.
Kemudian tersangkapun sudah mengembalikan sepeda motor korban.
Usai tercapainya kesepakatan tersebut, Kepala Kejari Talaud mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Setelah mempelajari kasus tersebut, Wakil Kepala Kejati Sulut Transiswara Adhi, sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan permohonan pun disetujui pada hari ini, Kamis (26/9).
Ia mengatakan, sementara ekspose dua perkara lain melalui mekanisme restorative justice yakni terhadap tersangka SL alias Stevina dari Kejari Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP atas tindak pidana penganiayaan.
Kemudian tersangka MK alias Marselino dari Kejari Bitung, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP atas tindak pidana penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka, ancaman pidana penjaranya tidak lebih dari lima tahun.
Kemudian tersangka menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulanginya lagi baik terhadap korban maupun kepada orang lain, serta tersangka dan korban telah melakukan perdamaian di hadapan penuntut umum yang dihadiri para saksi dan perwakilan masyarakat.
Tersangka juga telah melakukan pemulihan dengan mengembalikan kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatan tersangka.
Ekspose perkara tersebut juga dihadiri Kepala Kejari Bitung Dr Yadyn SH, MH, Kepala Kejari Talaud Yanuar Utomo SH, MH, Kepala Kejari Minahasa Selatan La Ode Muhammad Nusrim SH, dan Kasipidum Kejari Bitung, Kejari Talaud dan Kejari Minahasa Selatan.