Manado (ANTARA) - Hari ketiga (3/9) di Kota Kinabalu dengan kesegaran pagi yang diiringi sarapan lezat di The Pacific Sutera Hotel.

Makanan yang disajikan kali ini sungguh memanjakan lidah mulai dari roti panggang hingga hidangan lokal seperti nasi lemak. 

Namun, semangat kami tak hanya karena sarapan, melainkan karena petualangan panjang yang telah menanti ke Gunung Kinabalu dan daratan tinggi Ranau.

Setelah perut kenyang, kami menaiki bus yang sudah siap di depan hotel. Suasana di dalam bus penuh kegembiraan dan antusiasme, dengan Uncle Frances di depan, memandu kami melalui perjalanan panjang menuju ke kaki Gunung Kinabalu. 

Sepanjang jalan, pemandangan yang kami lewati begitu memukau gunung megah dengan awan yang menari di puncaknya, hutan tropis yang hijau, dan udara sejuk yang berbeda dari hiruk-pikuk kota.

Gunung Kinabalu berdiri megah dengan puncaknya yang menjulang hingga 4.095 meter di atas permukaan laut, menjadi saksi bisu keindahan alam Sabah, Malaysia. 

Pagi itu, kabut tipis menyelimuti sebagian gunung, menciptakan pemandangan mistis yang membuat para wisatawan tertegun dalam diam. Mereka berkumpul di titik pandang terbaik, memandang puncak yang tampak menggapai langit biru. Gunung ini bukan sekadar tumpukan batu, melainkan simbol kebesaran dan kekuatan bagi penduduk Sabah, sebuah lambang yang mengakar dalam budaya dan sejarah mereka.

Bagi para penduduk lokal, Gunung Kinabalu adalah lebih dari sekadar keajaiban alam. Mereka percaya bahwa gunung ini membawa semangat juang dan persatuan. Kisah-kisah leluhur yang dihormati, yang konon bersemayam di puncak gunung, sering diceritakan dari generasi ke generasi. 

Para wisatawan yang mendengar cerita ini merasa terhubung dengan budaya lokal, seolah ikut merasakan betapa mendalamnya hubungan masyarakat Sabah dengan gunung tertinggi di Pulau Kalimantan itu.

Banyak wisatawan yang melakukan pendakian Gunung Kinabalu menjadi tantangan tersendiri bagi turis yang datang.

Namun, bagi mereka yang tak berniat mendaki, hanya memandang gunung ini sudah cukup untuk merasakan kebesarannya. Dari kaki gunung hingga puncaknya yang terjal, Gunung Kinabalu memancarkan aura kekuatan dan ketenangan. Beberapa wisatawan terdiam, membiarkan perasaan kagum mereka mengalir saat mereka meresapi keindahan alam yang begitu murni.

Seiring dengan semakin jelasnya puncak gunung yang mulai terbebas dari kabut, para pengunjung tak dapat menahan diri untuk mengabadikan momen ini. Kamera ponsel dan profesional diangkat tinggi-tinggi, namun tak ada foto yang benar-benar bisa menangkap perasaan yang mereka rasakan saat itu. Setiap goresan batu, setiap lekukan lereng, semuanya memancarkan keagungan yang sulit diterjemahkan ke dalam gambar.

Saat hari semakin siang, beberapa wisatawan duduk di tepi jalur pendakian, menikmati udara pegunungan yang sejuk sambil memandang jauh ke arah puncak yang tampaknya tak terjangkau. Angin lembut menyapu wajah mereka, seolah membawa pesan ketenangan dari puncak tertinggi Malaysia itu. Gunung Kinabalu adalah sumber kekuatan, tidak hanya bagi penduduk Sabah, tetapi juga bagi siapa saja yang datang untuk menikmati keindahannya.

Gunung ini menyimpan kisah tentang persatuan, tentang semangat yang tak pernah padam, yang tertanam dalam jiwa penduduk Sabah. 

Dan para wisatawan, meskipun hanya sementara, dapat merasakan bagaimana gunung ini tidak hanya menjadi kebanggaan fisik, tetapi juga spiritual bagi mereka yang tinggal di bawah bayangannya. 

Gunung Kinabalu, dengan segala keagungannya, tetap menjadi lambang persatuan yang menginspirasi semua yang menginjakkan kaki di Sabah.

Namun, tantangan sebenarnya baru dimulai saat kami tiba di Poring Hot Spring, kini tiba waktunya menguji adrenalin dengan menaiki Canopy Walkway, jembatan gantung yang membentang tinggi di atas pepohonan. 

Walaupun perasaan takut menyelinap saat melihat jembatan yang panjang dan bergoyang saat dilalui, semangat dari tim famtrip AirAsia terdiri dari para jurnalis dan content creator asal Sulut terus mendorong kami. 

Dengan dorongan semangat dan tawa bersama, kami berhasil menyeberangi canopy tersebut sambil menikmati pemandangan hutan tropis yang membentang luas di bawah kami.

Usai pengalaman mendebarkan di Poring, kami menikmati makan siang di restoran lokal, mengisi energi untuk perjalanan kembali ke Kota Kinabalu.

Setelah beberapa jam, akhirnya kami tiba di dataran tinggi Ranau, tempat peternakan sapi yang terkenal dengan produk-produk susu segarnya.

Di peternakan ini, suasana seolah membawa kami ke Eropa dengan padang rumput hijau yang luas dan sapi-sapi yang tampak damai merumput. 

Kami tak melewatkan kesempatan untuk mencicipi es krim dan yogurt segar yang diproduksi langsung di sini. Rasanya begitu creamy, segar, dan kaya akan rasa alami susu, menjadikan setiap suapan sebagai kenikmatan tersendiri. 

Senyum puas terlihat di wajah seluruh tim, tak terkecuali para jurnalis dan content creator yang tampak sibuk mengabadikan momen ini untuk berbagi keindahan dengan audiens mereka.

Perjalanan pulang yang memakan waktu 2,5 jam memberikan kami kesempatan untuk beristirahat di bus, sambil mengenang pengalaman hari ini yang penuh kejutan.

Namun, petualangan hari ini belum selesai. Setibanya di Kota Kinabalu, Uncle Frances sekali lagi memanjakan kami dengan wisata kuliner malam. Kali ini, kami dibawa ke restoran lokal untuk menikmati hidangan laut khas Kinabalu. 

Menu malam itu terdiri dari kerang yang lezat, kepiting yang penuh daging, dan udang segar yang dimasak dengan berbagai bumbu lokal. Rasa gurih dan segarnya hidangan laut ini membuat makan malam kami begitu istimewa, menjadi penutup sempurna untuk hari yang luar biasa.

Saat malam semakin larut, kami akhirnya kembali ke The Pacific Sutera Hotel. Kelelahan karena petualangan seharian terasa sirna setelah berbaring di tempat tidur yang nyaman. Hari keempat sudah menunggu, dengan lebih banyak pengalaman yang tak sabar untuk dijalani.
 

Pewarta : Nancy Lynda Tigauw
Editor : Hence Paat
Copyright © ANTARA 2024