Manado (ANTARA) - Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sulawesi Utara (Sulut) menyebutkan ada empat model intervensi spesifik yang bisa dilakukan untuk mencegah stunting.
"Intervensi spesifik ini dilakukan secara bersama-sama dengan multi-pemangku kepentingan, secara gotong royong," kata Kepala Perwakilan BKKBN Sulut D Tino Tandaju di Manado, Kamis.
Jenis intervensi tersebut mencakup peningkatan dan penyediaan air bersih, peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan, peningkatan kesadaran, komitmen, dan praktik pengasuhan, gizi ibu dan anak, serta peningkatan akses pangan bergizi.
Intervensi peningkatan dan penyediaan air bersih, kata dia, dilakukan dengan memberikan akses air minum yang aman serta sanitasi yang layak.
Sementara peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan memberikan akses pelayanan Keluarga Berencana melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), akses bantuan uang tunai untuk keluarga kurang mampu (PKH), peningkatan kesadaran, komitmen, dan praktik pengasuhan serta gizi ibu dan anak.
Untuk intervensi penyebarluasan informasi melalui berbagai media, kata dia, mencakup penyediaan konseling perubahan perilaku antar-pribadi dan penyediaan konseling pengasuhan untuk orang tua. Selanjutnya akses PAUD dan pemantauan tumbuh-kembang anak penyediaan konseling kesehatan dan reproduksi untuk remaja serta pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
Sementara untuk intervensi peningkatan akses pangan bergizi, para pemangku kepentingan terkait menyediakan akses Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) untuk keluarga kurang mampu, akses fortifikasi bahan pangan utama (garam, tepung terigu, minyak goreng), akses kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), serta penguatan regulasi mengenai label dan iklan pangan.
"Jadi untuk pencegahan stunting perlu sinergitas pemangku kepentingan terkait, tidak berdiri sendiri," katanya.
Angka prevalensi stunting di provinsi berpenduduk lebih 2,6 juta orang tersebut sebesar 20,5 persen berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022. Angka tersebut kemudian naik menjadi 21,3 persen di tahun 2023 mengutip data Survei Kesehatan Indonesia (SKI), sementara target pada periode tersebut sebesar 15,42 persen.
"Intervensi spesifik ini dilakukan secara bersama-sama dengan multi-pemangku kepentingan, secara gotong royong," kata Kepala Perwakilan BKKBN Sulut D Tino Tandaju di Manado, Kamis.
Jenis intervensi tersebut mencakup peningkatan dan penyediaan air bersih, peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan, peningkatan kesadaran, komitmen, dan praktik pengasuhan, gizi ibu dan anak, serta peningkatan akses pangan bergizi.
Intervensi peningkatan dan penyediaan air bersih, kata dia, dilakukan dengan memberikan akses air minum yang aman serta sanitasi yang layak.
Sementara peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan memberikan akses pelayanan Keluarga Berencana melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), akses bantuan uang tunai untuk keluarga kurang mampu (PKH), peningkatan kesadaran, komitmen, dan praktik pengasuhan serta gizi ibu dan anak.
Untuk intervensi penyebarluasan informasi melalui berbagai media, kata dia, mencakup penyediaan konseling perubahan perilaku antar-pribadi dan penyediaan konseling pengasuhan untuk orang tua. Selanjutnya akses PAUD dan pemantauan tumbuh-kembang anak penyediaan konseling kesehatan dan reproduksi untuk remaja serta pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
Sementara untuk intervensi peningkatan akses pangan bergizi, para pemangku kepentingan terkait menyediakan akses Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) untuk keluarga kurang mampu, akses fortifikasi bahan pangan utama (garam, tepung terigu, minyak goreng), akses kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), serta penguatan regulasi mengenai label dan iklan pangan.
"Jadi untuk pencegahan stunting perlu sinergitas pemangku kepentingan terkait, tidak berdiri sendiri," katanya.
Angka prevalensi stunting di provinsi berpenduduk lebih 2,6 juta orang tersebut sebesar 20,5 persen berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022. Angka tersebut kemudian naik menjadi 21,3 persen di tahun 2023 mengutip data Survei Kesehatan Indonesia (SKI), sementara target pada periode tersebut sebesar 15,42 persen.