Manado (ANTARA) - Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulawesi Utara terus tingkatkan sinergitas guna mencegah perkara pertanahan semakin banyak di daerah tersebut.

"Salah satu sinergitas yakni menggelar sosialisasi bersama dengan Satuan Tugas Anti Mafia Tanah Provinsi Sulawesi Utara untuk pencegahan kasus pertanahan," kata Pelaksana tugas Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Sulut Adly, di Manado, Selasa.

Adly mengatakan kegiatan ini merupakan salah satu langkah dalam menyamakan persepsi serta koordinasi antar lembaga dalam rangka pencegahan sengketa, konflik dan perkara pertanahan di Sulut.

“Kita semua menginginkan agar permasalahan tanah, khususnya di Sulawesi Utara dapat diminimalisir dan ini tentunya memerlukan banyak sekali dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak,” katanya.

Kepala Bidang Pengendalian dan Penanganan Sengketa Kanwil BPN Sulut Rahmat Nugroho mengharapkan adanya sinergi dan kolaborasi antara Kementerian ATR/BPN dengan para aparatur penegak hukum, lembaga peradilan, pemerintah daerah, instansi-instansi terkait, aktivis pertanahan, hingga media maupun masyarakat.

“Kerja sama ini merupakan upaya kita bersama untuk mencegah dan menekan terjadinya sengketa, konflik dan perkara pertanahan,” katanya.

Lebih lanjut dijelaskan, saat ini tanah masih menjadi salah satu penyebab sengketa, konflik dan perkara dalam masyarakat dikarenakan kebutuhan akan tanah yang terus bertambah untuk memenuhi kebutuhan hidup.

“Namun jumlah ketersediaan tanah yang sifatnya statis, sehingga tidak mengherankan jika kondisi tersebut menjadi salah satu penyebab tingginya potensi konflik, sengketa bahkan perkara pertanahan dalam masyarakat,” jelasnya.

Oleh karena itu, katanya, penyelesaian kasus pertanahan harus disertai dengan upaya pencegahan kasus pertanahan agar jumlah sengketa, konflik dan perkara yang ada tidak terus bertambah melainkan menurun.

Kasubdit II Dirkrimum Polda Sulut Farly Rewur menjelaskan ada tujuh faktor yang menyebabkan tindak pidana di bidang pertanahan masih terjadi.

Pertama ialah keterbatasan lahan, kedua ialah kurangnya kejelasan dan kepastian hukum, ketiga ialah penyalahgunaan wewenang, keempat ketidaktahuan dan ketidakmampuan masyarakat.

“Kelima karena adanya spekulasi tanah, keenam adanya kelemahan dalam penegakan hukum, dan ketujuh ialah perubahan kebijakan yang tidak konsisten,” kata Farly.

Ia mengatakan penyelesaian tindak pidana di bidang pertanahan memerlukan pendekatan yang holistik, melibatkan reformasi kebijakan, peningkatan kapasitas institusi, edukasi masyarakat, dan penegakan hukum yang tegas.

“Peningkatan transparansi dan integritas dalam pengelolaan tanah juga menjadi kunci utama untuk mengurangi tindak pidana di sektor ini,” tutur Farly.

Kegiatan tersebut digelar bersama oleh BPN Sulut, Polda Sulut, Kejaksaan Tinggi Sulut, Pengadilan Tinggi Manado serta Pemerintah Provinsi Sulut dan diikuti BPN Kabupaten/Kota se-Sulut, instansi terkait hingga aktivis anti mafia tanah.

Dalam kesempatan itu juga dilakukan penandatanganan rencana aksi Pencegahan Kasus Pertanahan yang dilakukan oleh anggota Tim Satgas Anti Mafia Tanah Sulut.

Turut hadir dan memberikan materi dalam kegiatan ini Kepala Bidang Pengendalian dan Penanganan Sengketa Kanwil BPN Sulut, Rahmat Nugroho; Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Sulut, Alexander Wattimena; serta Kepala seksi Tindak Pidana Keamanan Negara, Ketertiban Umum, dan Tindak Pidana Lainnya di Kejati Sulut, Jaksa Madya Tutuko Wahyu Minulyo.
 
 

Pewarta : Nancy Lynda Tigauw
Editor : Hence Paat
Copyright © ANTARA 2024