SITARO (7/4) AntaraSulut - Program Presiden Joko Widodo yang dinamakan Tol Laut diharapkan tak hanya menghubungkan antar pulau besar di Indonesia, tapi menjangkau hingga ke daerah perbatasan dan pulau terluar.
"Kami berharap Tol Laut menjangkau kami yang di perbatasan yang oleh pemerintah pusat selalu disebut sebagai beranda negeri," kata Djibton Tamudia, putera Makalehi, pulau terluar di wilayah Kabupaten Siau Tagulandang Biaro (Sitaro), di Ondong Siau, Selasa.
Tamudia yang juga Ketua DPRD Sitaro mengaku tidak begitu paham program Tol Laut. Tapi secara sederhana ia memahaminya sebagai upaya membangun koneksi antar pulau sehingga menghilangkan kesenjangan harga barang kebutuhan masyarakat antar pulau.
Ia berpendapat, kesenjangan harga justru semakin lebar antar pulau daratan luas dengan daerah kepulauan yang juga kawasan perbatasan seperti Sitaro. Kondisi ini disebutnya menjadi kendala pembangunan infrastruktur di daerah kepulauan menjadi berbiaya tinggi.
"Kalau di Manado harga semen enam puluh ribu rupiah per zak, di Makalehi itu menjadi seratus lima puluh ribu, Mungkin harga dipabrik cuma seperlima harga di Makalehi," kata Tamudia.
Ia mengatakan, komitmen pemerintah membangun infrastruktur dan menyejahterahkan masyarakat pulau terluar tidak akan maksimal jika kendala seperti ini tidak diterobos.
Persoalan lain, lanjut Tamudia, mata rantai perdagangan pala yang merupakan komoditi unggulan pulau Siau di Sitaro, menjadi sangat panjang. Kondisi ini berimbas pada rendahnya harga pembelian di tingkat petani.
"Saya membayangkan tol laut ini jalan bebas hambatan bagi alur perdagangan komoditi daerah agar bisa menembus pasar dengan
harga yang bisa lebih mensejahterahkan masyarakat Siau," katanya.
"Kami berharap Tol Laut menjangkau kami yang di perbatasan yang oleh pemerintah pusat selalu disebut sebagai beranda negeri," kata Djibton Tamudia, putera Makalehi, pulau terluar di wilayah Kabupaten Siau Tagulandang Biaro (Sitaro), di Ondong Siau, Selasa.
Tamudia yang juga Ketua DPRD Sitaro mengaku tidak begitu paham program Tol Laut. Tapi secara sederhana ia memahaminya sebagai upaya membangun koneksi antar pulau sehingga menghilangkan kesenjangan harga barang kebutuhan masyarakat antar pulau.
Ia berpendapat, kesenjangan harga justru semakin lebar antar pulau daratan luas dengan daerah kepulauan yang juga kawasan perbatasan seperti Sitaro. Kondisi ini disebutnya menjadi kendala pembangunan infrastruktur di daerah kepulauan menjadi berbiaya tinggi.
"Kalau di Manado harga semen enam puluh ribu rupiah per zak, di Makalehi itu menjadi seratus lima puluh ribu, Mungkin harga dipabrik cuma seperlima harga di Makalehi," kata Tamudia.
Ia mengatakan, komitmen pemerintah membangun infrastruktur dan menyejahterahkan masyarakat pulau terluar tidak akan maksimal jika kendala seperti ini tidak diterobos.
Persoalan lain, lanjut Tamudia, mata rantai perdagangan pala yang merupakan komoditi unggulan pulau Siau di Sitaro, menjadi sangat panjang. Kondisi ini berimbas pada rendahnya harga pembelian di tingkat petani.
"Saya membayangkan tol laut ini jalan bebas hambatan bagi alur perdagangan komoditi daerah agar bisa menembus pasar dengan
harga yang bisa lebih mensejahterahkan masyarakat Siau," katanya.