Manado, ANTARA Sulut) - Jalesveva Jayamahe. Frasa ini mengemuka kembali ketika Presiden RI Joko Widodo mengucapkan pidato kenegaraannya yang pertama, Oktober 2014, kemudian Gubernur Sulawesi Utara Sinyo H. Sarundajang berujar, "Laut adalah masa depan kita."

Presiden mengatakan, "Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, memunggungi selat dan teluk. Kini, saatnya kita mengembalikan semuanya, sehingga Jalesveva Jayamahe, di laut justru kita jaya, sebagai semboyan nenek moyang kita pada masa lalu bisa kembali membahana."

Presiden ingin mengembalikan kejayaan bangsa Indonesia di wilayah kelautan. Asa tersebut tidak mungkin diwujudkan pemerintah, tetapi perlu sokongan seluruh elemen untuk mau bekerja bersama membangun bangsa.

"Kerja besar membangun bangsa tidak mungkin dilakukan sendiri oleh Presiden, Wakil Presiden, ataupun jajaran pemerintahannya. Akan tetapi membutuhkan topangan kekuatan kolektif yang merupakan kesatuan seluruh bangsa," kata Presiden.

Pidato gugahan Presiden diapresiasi Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

"Itu sebuah statement yang betul-betul bagus sekali karena bagaimanapun juga realitanya kan Indonesia negara maritim sejak lama sekali. Akan tetapi, kita selalu melihat sebagai sebuah daratan," kata Megawati menanggapi pidato Jokowi soal mengembalikan Indonesia sebagai Negara Maritim yang jaya.

Dalam skala lokal, pemikiran tentang negara kemaritiman juga diapungkan Gubernur Sulut Sinyo H. Sarundajang. Dalam Focus Group Discussion (FGD) tentang "Pengembangan Ekonomi Maritim dalam Rangka Tahun Emas Sulawesi Utara", dia mengatakan, "Laut adalah masa depan kita."

Alasannya, menurut dia, luas wilayah Indonesia mencapai 5.193.252 kilometer persegi terdiri atas 1.890.754 kilometer persegi luas daratan dan 3.302.498 kilometer persegi luas lautan. Luas daratan diperkirakan satu pertiga dari luas seluruh Indonesia, sedangkan dua pertiga) sisanya adalah lautan.

"Pada kenyataannya sampai saat ini, kita masih lebih mengandalkan sumber daya alam di darat ketimbang di laut," kata Sarundajang.

Pemikiran ekonomi biru yang lebih berkonsentrasi pada sektor perikanan dan kelautan, menurut dia, sebenarnya sudah berkembang sejak era 1990-an. Namun, masih sebatas kajian akademis.

"Perlu upaya nyata dan pendekatan dalam memperkenalkan konsep ini sehingga menjadi bagian dari kebijakan pemerintah," katanya.

Dorong Masuknya Investasi
Sarundajang menilai konsep ekonomi biru bertujuan menghasilkan pertumbuhan ekonomi dari sektor kelautan dan perikanan sekaligus menjamin kelestarian sumber daya, lingkungan pesisir, dan lautan. Model pendekatannya tidak lagi mengandalkan pembangunan ekonomi berbasis eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan berlebihan.

Konsep ini dikembangkan untuk menjawab tantangan bahwa sistem ekonomi dunia cenderung eksploitatif dan merusak lingkungan. Artinya, konsep ini merupakan penyempurnaan sekaligus pengayaan ekonomi hijau dengan semboyan "Blue Sky-Blue Ocean".

"Ekonomi tumbuh, rakyat sejahtera, langit dan laut tetap biru," katanya.

Bagi mantan Irjen Departemen Dalam Negeri ini, daerah "nyiur melambai", sebutan Provinsi Sulawesi Utara memiliki pesisir dan laut luas, dan tiga kabupaten daerah kepulauan (Kepulauan Sitaro, Kepulauan Sangihe, dan Kepulauan Talaud) menyediakan potensi dan keanekaragaman hayati sektor kelautan sangat besar.

"Potensi yang cukup besar ini belum diekspolarasi dengan baik sebagaimana seharusnya. Padahal, bila dikelola, dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat," katanya.

Untuk mengembangkan potensi tersebut, menurut Sarundajang, perlu mendorong masuknya investasi di sektor kelautan dan perikanan yang bernapaskan konsep "blue economy".

Hal ini penting untuk menciptakan produksi komoditas kelautan dan perikanan berkualitas dan berkelanjutan. Keberhasilan industrialisasi kelautan dan perikanan yang menerapkan konsep ekonomi biru diyakini bisa mencapai ketahanan pangan dan menyejahterakan.

"Perlu mendorong peran swasta dalam pembangunan ekonomi prolingkungan melalui pengembangan bisnis dan investasi inovatif dan kreatif. Masa depan kita berada di lautan, pesisir, dan kepulauan. Oleh karena itu, jaga potensi sumber sumber daya ikan, rumput laut, udang, serta produk lainnya dari laut," harap Sarundajang.

Mengelola produksi perikanan tidak hanya sekadar menangkap ikan, tetapi bagaimana industri pengelolaan memanfaatkan teknologi sehingga menghasilkan produk berkualitas dan siap ekspor.

Perspektif lain dalam pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan tidak bisa dipisahkan peningkatan kapasitas pemantau (observer) kapal penangkap dan pengangkut ikan sebagai langkah strategis dalam penanganan "illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing".

"Salah satu langkah pencegahan adalah dengan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia pemantau kapal penangkap ikan dan pengangkut ikan," kata Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia-Kelautan dan Perikanan (BPSDM-KP) Kementerian Perikanan dan Kelautan Suseno Sukoyono.

Suseno mengatakan bahwa para pemantau bertugas melaksanakan pengamatan, pengukuran, pencatatan, dan melaporkan kegiatan penangkapan ikan sesuai dengan format yang telah ditetapkan.

Adapun tujuan pemantauan, kata Suseno, adalah untuk mendapatkan data yang obyektif dan akurat terhadap kegiatan penangkapan dan pemindahan ikan yang diperoleh secara langsung di atas kapal penangkap dan pengangkut.

"Saat ini data dari pemantauan di atas kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan sangat diperlukan untuk memperkuat data sebagai dasar pengelolaan perikanan tangkap untuk mencegah IUU Fishing," katanya.

Menurut dia, pelaksanaan pemantauan di atas kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan mengikuti peraturan internasional dan nasional, di antaranya regulasi internasional "Regional Fisheries Management Organizations (RFMOs).

Peraturan perundang-undangan Indonesia, yakni Undang-Undang RI Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan yang berkaitan dengan kerahasiaan data observer serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 26/PERMEN-KP/2013 tentang Perubahan Permen KP Nomor PER.30/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap.

"Saat ini Permen KP yang mengatur tentang pemantauan di atas kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) adalah Permen KP Nomor 1/PERMEN-KP/2013 tentang Pemantau Kapal Penangkap Ikan dan Kapal Pengangkut Ikan," jelasnya.



Pewarta : Oleh : Karel A. Polakitan
Editor : Guntur Bilulu
Copyright © ANTARA 2024