Gorontalo (ANTARA) - Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Gorontalo mengungkap kasus tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) yang melibatkan seorang oknum pegawai negeri sipil (PNS).

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Gorontalo Kombes Pol. Desmont Harjendro di Gorontalo, Selasa mengatakan pria berinisial SS (40) dulunya bertugas di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Wilayah Gorontalo, namun sekarang sudah pindah tugas di kantor wilayah Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.

"Dulu pelaku SS bertugas di Gorontalo, dan sekarang sudah pindah ke Jawa Tengah," kata Kombes Pol. Desmont.

Ia mengatakan pengungkapan kasus ini berawal dari adanya laporan seorang wanita berusia 23 tahun, berinisial B alias Bunga (nama samaran) yang melapor ke Polda Gorontalo karena telah mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh kakak iparnya sendiri sejak tahun 2005 sampai 2023.

Menurut pelaporan korban, bahwa dirinya mengalami pelecehan oleh kakak iparnya sejak Tahun 2005 atau ia masih berusia lima tahun, dan perlakuan itu terjadi di rumah keluarganya yang ada di Kecamatan Kota Tengah, Kota Gorontalo.

Perlakuan tersebut berlangsung sejak korban duduk di bangku sekolah Taman Kanan Kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP), dimana korban belum paham bahwa perlakuan seperti itu adalah pelecehan seksual.

Pada usia sekitar 12 tahun korban pertama kali disetubuhi pelaku dan direkam tanpa disadari oleh korban.

"Pelaku mengancam jika korban menceritakan kepada orang lain, akan menyebarkan video yang telah direkam-nya secara diam-diam tersebut," kata Kabid Humas.

Takut dengan ancaman tersebut, korban terpaksa harus rela disetubuhi pelaku setiap ingin melampiaskan nafsunya. Sampai akhirnya pelaku pindah tugas ke Jawa Tengah.

Ternyata kata Kabid Humas, aksi bejat pelaku tidak berhenti sampai di situ. Sebab saat bertugas di daerah lain, korban kerap kali diminta pelaku untuk mengirimkan video rekaman yang memperlihatkan bagian tubuh korban tanpa busana atau bugil.

Aksi bejat itu masih terus berlanjut sampai pada 15 Desember 2023, dimana pelaku terus meminta korban mengirimkan video dan foto serupa, dan mengancam akan menyebarkan video persetubuhan mereka jika korban tidak mengindahkan permintaannya.

"Jadi setelah korban mengumpulkan niat dan keberaniannya, akhirnya melapor. Kemudian penyidik memanggil saksi dan pelaku, hingga menetapkan dan menahan tersangka," kata Kabid Humas.

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, SS terancam dijerat dengan Pasal 81 ayat (1) dan atau pasal 6 C Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dengan ancaman hukuman penjara selama 15 tahun.

 

Pewarta : Susanti Sako/Zulkifli Polimengo
Editor : Hence Paat
Copyright © ANTARA 2024