Manado (ANTARA) - Organisasi Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kementerian Agama memberikan edukasi tentang bahaya pernikahan dini guna mencegah stunting, di Kabupaten Bolaang Mongondouw Utara (Bolmut), Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).
"Salah satu sebab terjadinya stunting ini adalah akibat dari pernikahan dini," kata Penyuluh Agama Islam Kemenag Bolmut Mei Kosegeran, pada kegiatan Sosialisasi Cegan Stunting yang diselenggarakan Organisasi DWP Kemenag Bolmut, di MTs Alkhairaat Boroko, Kamis.
Ia mengatakan pernikahan ini terjadi dimana usia anak belum matang untuk melangsungkan pernikahan dan menjalani kehidupan berumah tangga.
Dalam dunia medis, katanya, penyebab utama stunting adalah malnutrisi dalam jangka panjang (kronis).
Kekurangan asupan gizi ini bisa terjadi sejak bayi masih di dalam kandungan karena ibu tidak mencukupi kebutuhan nutrisi selama kehamilan, katanya.
Saat melakukan sebuah pernikahan, katanya, perempuan yang masih berusia remaja secara psikologis belum matang, serta belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kehamilan dan pola asuh anak yang baik dan benar.
"Perempuan yang hamil di bawah usia 18 tahun, organ reproduksinya juga belum matang. Organ rahim, misalnya, belum terbentuk sempurna sehingga berisiko tinggi mengganggu perkembangan janin dan bisa menyebabkan keguguran," jelasnya.
Anak yang menikah di usia yang belum matang, katanya, pasti akan berdampak pada keturunannya, sebab alat reproduksi belum siap, dan mempengaruhi tumbuh kembang anak dan mengakibatkan terjadinya stunting sehingga pernikahan dini harus dicegah.
Stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia Indonesia dan ancaman terhadap kemampuan daya saing bangsa.
Hal ini karena anak stunting, bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya yang bertubuh pendek/kerdil saja, melainkan juga terganggu perkembangan otaknya, yang mana tentu akan sangat mempengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah, produktivitas dan kreativitas di usia-usia produktif.
Dampak stunting ini juga bisa di dapat dalam kehidupan pribadi seseorang, ujarnya.
Stunting berpotensi memperlambat perkembangan otak, dengan dampak jangka panjang berupa keterbelakangan mental, rendahnya kemampuan belajar, dan risiko serangan penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, hingga obesitas.
"Salah satu sebab terjadinya stunting ini adalah akibat dari pernikahan dini," kata Penyuluh Agama Islam Kemenag Bolmut Mei Kosegeran, pada kegiatan Sosialisasi Cegan Stunting yang diselenggarakan Organisasi DWP Kemenag Bolmut, di MTs Alkhairaat Boroko, Kamis.
Ia mengatakan pernikahan ini terjadi dimana usia anak belum matang untuk melangsungkan pernikahan dan menjalani kehidupan berumah tangga.
Dalam dunia medis, katanya, penyebab utama stunting adalah malnutrisi dalam jangka panjang (kronis).
Kekurangan asupan gizi ini bisa terjadi sejak bayi masih di dalam kandungan karena ibu tidak mencukupi kebutuhan nutrisi selama kehamilan, katanya.
Saat melakukan sebuah pernikahan, katanya, perempuan yang masih berusia remaja secara psikologis belum matang, serta belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kehamilan dan pola asuh anak yang baik dan benar.
"Perempuan yang hamil di bawah usia 18 tahun, organ reproduksinya juga belum matang. Organ rahim, misalnya, belum terbentuk sempurna sehingga berisiko tinggi mengganggu perkembangan janin dan bisa menyebabkan keguguran," jelasnya.
Anak yang menikah di usia yang belum matang, katanya, pasti akan berdampak pada keturunannya, sebab alat reproduksi belum siap, dan mempengaruhi tumbuh kembang anak dan mengakibatkan terjadinya stunting sehingga pernikahan dini harus dicegah.
Stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia Indonesia dan ancaman terhadap kemampuan daya saing bangsa.
Hal ini karena anak stunting, bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya yang bertubuh pendek/kerdil saja, melainkan juga terganggu perkembangan otaknya, yang mana tentu akan sangat mempengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah, produktivitas dan kreativitas di usia-usia produktif.
Dampak stunting ini juga bisa di dapat dalam kehidupan pribadi seseorang, ujarnya.
Stunting berpotensi memperlambat perkembangan otak, dengan dampak jangka panjang berupa keterbelakangan mental, rendahnya kemampuan belajar, dan risiko serangan penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, hingga obesitas.