Manado (ANTARA) - Penuntut umum dari Kejaksaan negeri (Kejari) Manado, menuntut mantan pengelola UPC pegadaian Manado, EHH alias Esther, dengan pidana penjara lima tahun dan membayar uang pengganti Rp 326.561.000. 

Tuntutan tersebut, dibacakan tim jaksa penuntut umum, dalam sidang yang terbuka untuk umum, di pengadilan Tipikor pada pengadilan negeri Manado, Kamis sore. 

Kepala Seksie Intelijen Kejari Manado, Hijran Safar, SH, menjelaskan, tuntutan tersebut dibacakan JPU, setelah melihat dan menimbang berbagai fakta yang muncul selama persidangan berlangsung.      

Dia mengatakan, EHH alias Esther terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang  didakwakan pada dakwaan Primair Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999   sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang   Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. 

"Karena itulah maka tim penuntut umum, menuntut terdakwa agar dengan pidana penjara selama lima tahun, dipotong masa tahanan dan membayar uang pengganti sebesar Rp 326.561.000 dalam waktu sebulan atau menyita semua harta bendanya sebagai pengganti. Kalau tidak dibayarkan akan diganti kurungan badan selama dua tahun enam bulan," kata Hijran. 

Dia menambahkan selain itu, terdakwa juga dihukum membayar denda sebesar Rp200 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar wajib diganti dengan pidana kurungan selama  enam bulan kurungan. sidang tuntutan dugaan korupsi pegadaian Manado (1)
Dia juga menyebutkan, sejumlah barang bukti seperti satu unit mobil Daihatsu Sigra 1.2 R MT DLX warna abu-abu metalik tahun 2017 dengan  Nomor Rangka : MHKS6GJHJ029759 Nomor Mesin 3NRH179535 nomor polisi DB 1388 BM, satu tanah dan bangunan diatasnya berupa rumah permanen dengan luasan tanah 96 M2 sembilan puluh enam meter persegi atas nama Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 1164 yang terletak di Desa Paniki atas, Talawaan, Minahasa Utara, satu eksemplar Akta Jual Beli Nomor : 42/AJB/2019, 24 September 2019 dan satu lahan tanah seluas 125 M2 yang terletak di Desa Mapanget, Talawaan Minahasa utara yang berdasarkan Akta Jual Beli Nomor : 42/ AJB/2019 24 September 2019, Dirampas untuk negara dan diperhitungkan sebagai uang pengganti.

Hijran lalu mengatakan, latarbelakang terseretnya terdakwa ke meja hijau karena tindak pidana korupsi. Selaku pengelola unit cabang pegadaian, pada November 2019 sampai April 2020 di Pegadaian UPC 17 Agustus dan kantor UPC Wanea di Jalan Sam Ratulangi Nomor 54, Tanjung Batu, melakukan perbuatan tersebut. 

Dari tahun 2028 sampai Maret 2020 dan sebagai pengelola UPC Wanea pada bulan Maret 2020 sampai April 2020, melakukan transaksi gadai dengan menggunakan identitas nasabah yang didapat dari arsip Pegadaian. 

Esther melakukan gadai menggunakan jaminan perhiasan imitasi, dengan taksiran seolah-olah jaminan emas palsu adalah asli, dan melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor: 19 Tahun 2003, dan juga bertentangan dengan aturan. 

Aturan tersebut kata Hijran adalah peraturan Direksi Nomor 12/2015, Peraturan Direksi Nomor 27/2016, tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja, Peraturan Direksi Nomor: 45/DIR I/2017 tentang Pedoman Pengajuan Pinjaman Pegadaian KCA dan KRASIDA bagi Karyawan, Peraturan Direksi Nomor 14 Tahun 2017 tentang Standard Operating Procedure (SOP) Produk Pegadaian Kredit Cepat & Aman (KCA), Peraturan Direksi Nomor: 14 Tahun 2020 tanggal 29 Januari 2020 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kantor Cabang. 

"Akibatnya negara mengalami kerugian sebesar Rp 326.561.000, berdasarkan  Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dari BPKP Provinsi Sulawesi Utara Nomor: SR-259/PW18/5/2021 4 Maret 2021." kata Hijran. 

Sidang kata dia, akan dilanjutkan pekan depan untuk mendengarkan pembelaan terdakwa. 


 

Pewarta : Joyce Hestyawatie B

Copyright © ANTARA 2024