Manado (ANTARA) - PT PLN (Persero) Unit Pelaksana Pembangkitan Tarahan melakukan kerja sama operasional bersama PT Galang Kawan Serasi dan PT Solusi Energindo Inovasi menggelar pelatihan pengolahan municipal solid waste (MSW) menjadi bahan bakar jumputan padat (BBJP) sebagai bahan bakar cofiring di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan, Lampung.
Cofiring merupakan proses penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti parsial atau bahan campuran batu bara di PLTU.
Melalui PLN Peduli, program ini menjadi bukti nyata komitmen PLN concern untuk mewujudkan target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 25 persen pada 2025 melalui teknologi cofiring pada PLTU.
General Manager PLN Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan (UIKSBS), Djoko Mulyono mengatakan, implementasi program cofiring di PLTU Tarahan telah dimulai pada 2020. Biomassa yang di gunakan untuk cofiring berasal dari wood chip dan saw dust.
“Kami mendorong tercapainya bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025. Salah satu upaya kami adalah melakukan uji coba penggunaan biomassa baru, mulai dari tongkol jagung, batang singkong, hingga BBJP ini. Melalui sinergi ini ke depan juga diharapkan dapat mengatasi permasalahan sampah di sekitar PLTU Tarahan” ujar Djoko.
Pada pelatihan ini, peserta mendapat penjelasan teknik pembuatan BBJP. Mulai dari pemilahan sampah apa saja yang bisa digunakan, proses fermentasi sampah di bedengan, pengeringan sampah (angin-angin), hingga pencacahan sampah menjadi BBJP.
Setelah itu akan dilakukan proses uji kualitas BBJP yang dihasilkan. Kualitas yang diuji mulai dari kandungan air, kandungan abu, fixed carbon (%) hingga calorific value (Kcal/kg).
Bahan bakar jumputan padat adalah bahan bakar yang berasal dari limbah (sampah) yang telah melalui proses pemilahan dan diolah melalui fermentasi mempergunakan bakteri yang kemudian dicacah menjadi ukuran butir kecil sekitar 5 mm yang dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil.
Erry Sutaryanto salah satu pemateri menjelaskan bahwa jumputan tersebut diolah melalui Teknologi Biodrying.
Erry menjelaskan, teknologi Biodrying yang dilakukan yaitu dekomposisi zat organik secara parsial dengan memanfaatkan panas yang dihasilkan oleh mikroorganisme dibantu aerasi untuk menghilangkan kelembaban.
“Dimana pada proses bacterial biodrying dimaksud menggunakan proses respirasi aerob dan an-aerob, yang secara umum dibagi dalam empat tahapan, yaitu tahap glikolisis, tahap dekarboksilasi oksidatif, tahap siklus krebs, dan tahap transfer electron.” Ujarnya.
Secara umum untuk cofiring biomassa 5 persen PLTU Tarahan dengan kapasitas 2×100 MW dengan konsumsi batu bara mencapai 2.500 ton per hari akan mampu menyerap sekitar biomassa 125 ton per hari.
Adapun untuk uji coba _cofiring _ biomassa BBJP ini, rencananya akan menyerap 1-3 ton per hari. Dengan begitu, akan mampu memanfaatkan sampah sekitar 4-6 ton per hari. Jumlah tersebut harapannya dapat terus berkembang sesuai dengan uji coba yang dilakukan.
PLN berharap proses pelatihan pengolahan sampah menjadi BBJP bisa berjalan dengan baik, sehingga nantinya peserta pelatihan ini dapat mengelola sampah menjadi BBJP sebagai campuran bahan bakar PLTU Tarahan dan memberikan solusi dalam energi bersih di masa depan.
Cofiring merupakan proses penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti parsial atau bahan campuran batu bara di PLTU.
Melalui PLN Peduli, program ini menjadi bukti nyata komitmen PLN concern untuk mewujudkan target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 25 persen pada 2025 melalui teknologi cofiring pada PLTU.
General Manager PLN Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan (UIKSBS), Djoko Mulyono mengatakan, implementasi program cofiring di PLTU Tarahan telah dimulai pada 2020. Biomassa yang di gunakan untuk cofiring berasal dari wood chip dan saw dust.
“Kami mendorong tercapainya bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025. Salah satu upaya kami adalah melakukan uji coba penggunaan biomassa baru, mulai dari tongkol jagung, batang singkong, hingga BBJP ini. Melalui sinergi ini ke depan juga diharapkan dapat mengatasi permasalahan sampah di sekitar PLTU Tarahan” ujar Djoko.
Pada pelatihan ini, peserta mendapat penjelasan teknik pembuatan BBJP. Mulai dari pemilahan sampah apa saja yang bisa digunakan, proses fermentasi sampah di bedengan, pengeringan sampah (angin-angin), hingga pencacahan sampah menjadi BBJP.
Setelah itu akan dilakukan proses uji kualitas BBJP yang dihasilkan. Kualitas yang diuji mulai dari kandungan air, kandungan abu, fixed carbon (%) hingga calorific value (Kcal/kg).
Bahan bakar jumputan padat adalah bahan bakar yang berasal dari limbah (sampah) yang telah melalui proses pemilahan dan diolah melalui fermentasi mempergunakan bakteri yang kemudian dicacah menjadi ukuran butir kecil sekitar 5 mm yang dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil.
Erry Sutaryanto salah satu pemateri menjelaskan bahwa jumputan tersebut diolah melalui Teknologi Biodrying.
Erry menjelaskan, teknologi Biodrying yang dilakukan yaitu dekomposisi zat organik secara parsial dengan memanfaatkan panas yang dihasilkan oleh mikroorganisme dibantu aerasi untuk menghilangkan kelembaban.
“Dimana pada proses bacterial biodrying dimaksud menggunakan proses respirasi aerob dan an-aerob, yang secara umum dibagi dalam empat tahapan, yaitu tahap glikolisis, tahap dekarboksilasi oksidatif, tahap siklus krebs, dan tahap transfer electron.” Ujarnya.
Secara umum untuk cofiring biomassa 5 persen PLTU Tarahan dengan kapasitas 2×100 MW dengan konsumsi batu bara mencapai 2.500 ton per hari akan mampu menyerap sekitar biomassa 125 ton per hari.
Adapun untuk uji coba _cofiring _ biomassa BBJP ini, rencananya akan menyerap 1-3 ton per hari. Dengan begitu, akan mampu memanfaatkan sampah sekitar 4-6 ton per hari. Jumlah tersebut harapannya dapat terus berkembang sesuai dengan uji coba yang dilakukan.
PLN berharap proses pelatihan pengolahan sampah menjadi BBJP bisa berjalan dengan baik, sehingga nantinya peserta pelatihan ini dapat mengelola sampah menjadi BBJP sebagai campuran bahan bakar PLTU Tarahan dan memberikan solusi dalam energi bersih di masa depan.