Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami aliran sejumlah uang untuk tersangka mantan Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa (TSS) terkait kasus dugaan suap proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Buru Selatan, Maluku tahun 2011-2016.
KPK memeriksa Allen Waplau selaku Komisaris PT Mutu Utama Konstruksi sebagai saksi untuk tersangka Tagop dan kawan-kawan di Gedung KPK Jakarta, Rabu (13/4) untuk mendalami hal tersebut.
"Didalami terkait aliran sejumlah uang untuk tersangka TSS," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Selain itu, kata dia, tim penyidik juga mengonfirmasi Allen Waplau soal beberapa proyek yang dimenangkan dan dikerjakan oleh perusahaan saksi tersebut di Pemkab Buru Selatan.
KPK telah menetapkan tiga tersangka, yaitu Tagop Sudarsono Soulisa (TSS) dan Johny Rynhard Kasman (JRK) dari pihak swasta sebagai penerima suap serta Ivana Kwelju (IK) dari pihak swasta sebagai pemberi suap.
Baca juga: KPK perpanjang masa penahanan Bupati PPU nonaktif dan lima tersangka lain
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Tagop yang menjabat Bupati Buru Selatan periode 2011-2016 dan 2016-2021 diduga memberikan perhatian lebih untuk berbagai proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Buru Selatan, bahkan sejak awal menjabat.
Perhatian lebih Tagop tersebut di antaranya ialah mengundang secara khusus kepala dinas dan kepala bidang Bina Marga untuk mengetahui daftar dan nilai anggaran paket setiap pekerjaan proyek.
Kemudian, Tagop merekomendasikan dan menentukan secara sepihak terkait dengan rekanan mana saja yang dapat dimenangkan untuk mengerjakan proyek, baik melalui proses lelang maupun penunjukan langsung.
KPK menduga dari penentuan para rekanan itu, Tagop meminta sejumlah uang dalam bentuk "fee" senilai 7 hingga 10 persen dari nilai kontrak pekerjaan.
Khusus untuk proyek dari dana alokasi khusus, besaran "fee" ditetapkan sekitar 7 sampai 10 persen dan ditambah 8 persen dari nilai kontrak pekerjaan.
Proyek-proyek tersebut adalah pembangunan jalan dalam kota Namrole Tahun 2015 bernilai proyek sebesar Rp3,1 miliar, peningkatan jalan dalam kota Namrole (hotmix) bernilai proyek Rp14,2 miliar, peningkatan jalan ruas Wamsisi-Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) bernilai proyek Rp14,2 miliar, serta peningkatan jalan ruas Waemulang-Biloro dengan nilai proyek Rp21,4 miliar.
Atas penerimaan sejumlah "fee" tersebut, Tagop diduga menggunakan orang kepercayaannya bernama Johny untuk menerima sejumlah uang dengan menggunakan rekening bank miliknya. Selanjutnya, uang itu ditransfer ke rekening bank milik Tagop.
KPK pun menduga sebagian dari nilai "fee" yang diterima oleh Tagop sekitar Rp10 miliar diberikan oleh Ivana karena telah dipilih untuk mengerjakan salah satu proyek pekerjaan yang anggarannya bersumber dari dana alokasi khusus pada tahun 2015.
Baca juga: Lima belas tersangka kasus Dinas PUPR-APBD Muara Enim segera disidangkan
KPK memeriksa Allen Waplau selaku Komisaris PT Mutu Utama Konstruksi sebagai saksi untuk tersangka Tagop dan kawan-kawan di Gedung KPK Jakarta, Rabu (13/4) untuk mendalami hal tersebut.
"Didalami terkait aliran sejumlah uang untuk tersangka TSS," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Selain itu, kata dia, tim penyidik juga mengonfirmasi Allen Waplau soal beberapa proyek yang dimenangkan dan dikerjakan oleh perusahaan saksi tersebut di Pemkab Buru Selatan.
KPK telah menetapkan tiga tersangka, yaitu Tagop Sudarsono Soulisa (TSS) dan Johny Rynhard Kasman (JRK) dari pihak swasta sebagai penerima suap serta Ivana Kwelju (IK) dari pihak swasta sebagai pemberi suap.
Baca juga: KPK perpanjang masa penahanan Bupati PPU nonaktif dan lima tersangka lain
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Tagop yang menjabat Bupati Buru Selatan periode 2011-2016 dan 2016-2021 diduga memberikan perhatian lebih untuk berbagai proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Buru Selatan, bahkan sejak awal menjabat.
Perhatian lebih Tagop tersebut di antaranya ialah mengundang secara khusus kepala dinas dan kepala bidang Bina Marga untuk mengetahui daftar dan nilai anggaran paket setiap pekerjaan proyek.
Kemudian, Tagop merekomendasikan dan menentukan secara sepihak terkait dengan rekanan mana saja yang dapat dimenangkan untuk mengerjakan proyek, baik melalui proses lelang maupun penunjukan langsung.
KPK menduga dari penentuan para rekanan itu, Tagop meminta sejumlah uang dalam bentuk "fee" senilai 7 hingga 10 persen dari nilai kontrak pekerjaan.
Khusus untuk proyek dari dana alokasi khusus, besaran "fee" ditetapkan sekitar 7 sampai 10 persen dan ditambah 8 persen dari nilai kontrak pekerjaan.
Proyek-proyek tersebut adalah pembangunan jalan dalam kota Namrole Tahun 2015 bernilai proyek sebesar Rp3,1 miliar, peningkatan jalan dalam kota Namrole (hotmix) bernilai proyek Rp14,2 miliar, peningkatan jalan ruas Wamsisi-Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) bernilai proyek Rp14,2 miliar, serta peningkatan jalan ruas Waemulang-Biloro dengan nilai proyek Rp21,4 miliar.
Atas penerimaan sejumlah "fee" tersebut, Tagop diduga menggunakan orang kepercayaannya bernama Johny untuk menerima sejumlah uang dengan menggunakan rekening bank miliknya. Selanjutnya, uang itu ditransfer ke rekening bank milik Tagop.
KPK pun menduga sebagian dari nilai "fee" yang diterima oleh Tagop sekitar Rp10 miliar diberikan oleh Ivana karena telah dipilih untuk mengerjakan salah satu proyek pekerjaan yang anggarannya bersumber dari dana alokasi khusus pada tahun 2015.
Baca juga: Lima belas tersangka kasus Dinas PUPR-APBD Muara Enim segera disidangkan