Jakarta (ANTARA) - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Taufik Basari mengatakan tindak pidana pemerkosaan masuk ke dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
"Perkosaan sebenarnya ada dan dimuat dalam Undang-Undang TPKS," kata Anggota Baleg DPR RI Taufik Basari pada diskusi bertajuk "Mengawal Pasca Pengesahan RUU TPKS" yang disiarkan secara virtual, di Jakarta, Rabu.
Tindak pidana pemerkosaan, ujar Taufik, diatur atau dimuat dalam Pasal 4 ayat (2). Tindak pidana lain yang diatur di undang-undang lain yang menurut UU TPKS dikategorikan sebagai kekerasan seksual.
"Sehingga, pemerkosaan termasuk tindak pidana kekerasan seksual dan harus tunduk pada undang-undang ini," ujar dia.
Taufik mengatakan RUU TPKS yang baru saja disahkan menjadi UU TPKS juga mengatur tentang hukum acara yang lebih modern dan terbaru. Hal itu dirancang untuk memberikan jaminan perlindungan bagi korban.
Jaminan itu di antaranya UU TPKS yang mengatur atau mengakomodir visum serta pendampingan bagi korban seluas-luasnya. Tidak hanya itu, termasuk juga memberikan panduan bagi aparat penegak hukum dalam menangani kasus kekerasan seksual, agar tidak memeriksa berulang-ulang, dan mengajukan pertanyaan sensitif.
"Sebab, hal tersebut bisa menimbulkan trauma kembali pada korban," ujar dia.
Ia mengatakan dalam UU TPKS juga terdapat hal baru atau dapat dikatakan sebagai upaya progresif penanganan tindak pidana kekerasan seksual.
Hal tersebut yakni mengenai hak-hak korban di antaranya pembayaran restitusi oleh pelaku kepada korban dan hak atas kompensasi yang dibayarkan negara.
Taufik menjelaskan apabila pelaku tidak mampu membayar restitusi kepada korban, maka negara harus hadir dan memberikan kompensasi bagi korban.
Mekanisme kompensasi tersebut disebut juga victim trust fund atau dana talangan bagi korban. Untuk sumber pendanaan bisa berasal dari negara, filantropi, dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), dan sumber-sumber resmi lainnya.
Dengan adanya UU TPKS, maka hak korban tidak lagi bergantung pada apa pun. Artinya, jika restitusi tidak mampu dipenuhi pelaku, maka negara akan hadir.
"Perkosaan sebenarnya ada dan dimuat dalam Undang-Undang TPKS," kata Anggota Baleg DPR RI Taufik Basari pada diskusi bertajuk "Mengawal Pasca Pengesahan RUU TPKS" yang disiarkan secara virtual, di Jakarta, Rabu.
Tindak pidana pemerkosaan, ujar Taufik, diatur atau dimuat dalam Pasal 4 ayat (2). Tindak pidana lain yang diatur di undang-undang lain yang menurut UU TPKS dikategorikan sebagai kekerasan seksual.
"Sehingga, pemerkosaan termasuk tindak pidana kekerasan seksual dan harus tunduk pada undang-undang ini," ujar dia.
Taufik mengatakan RUU TPKS yang baru saja disahkan menjadi UU TPKS juga mengatur tentang hukum acara yang lebih modern dan terbaru. Hal itu dirancang untuk memberikan jaminan perlindungan bagi korban.
Jaminan itu di antaranya UU TPKS yang mengatur atau mengakomodir visum serta pendampingan bagi korban seluas-luasnya. Tidak hanya itu, termasuk juga memberikan panduan bagi aparat penegak hukum dalam menangani kasus kekerasan seksual, agar tidak memeriksa berulang-ulang, dan mengajukan pertanyaan sensitif.
"Sebab, hal tersebut bisa menimbulkan trauma kembali pada korban," ujar dia.
Ia mengatakan dalam UU TPKS juga terdapat hal baru atau dapat dikatakan sebagai upaya progresif penanganan tindak pidana kekerasan seksual.
Hal tersebut yakni mengenai hak-hak korban di antaranya pembayaran restitusi oleh pelaku kepada korban dan hak atas kompensasi yang dibayarkan negara.
Taufik menjelaskan apabila pelaku tidak mampu membayar restitusi kepada korban, maka negara harus hadir dan memberikan kompensasi bagi korban.
Mekanisme kompensasi tersebut disebut juga victim trust fund atau dana talangan bagi korban. Untuk sumber pendanaan bisa berasal dari negara, filantropi, dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), dan sumber-sumber resmi lainnya.
Dengan adanya UU TPKS, maka hak korban tidak lagi bergantung pada apa pun. Artinya, jika restitusi tidak mampu dipenuhi pelaku, maka negara akan hadir.