Mataram (ANTARA) - Sejumlah nelayan di Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, berharap agar pemerintah bisa memberikan subsidi bahan bakar minyak (BBM) untuk mengurangi biaya operasional melaut.
Fauzi salah seorang nelayan di Lingkungan Pondok Perasi, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, Kamis, mengatakan, nelayan di daerah itu rata-rata menggunakan mesin tempel sehingga tidak ada menggunakan bahan bakar solar.
"Tetapi minimnya pasokan BBM jenis premium memaksa kami menggunakan pertalite, yang harganya relatif mahal. Mau tidak mau, kami terpaksa harus beli," katanya.
Menurut dia, harga BBM jenis pertalite saat ini sekitar Rp7.650 per liter, sementara kebutuhan sekali melaut mencapai 10-15 liter, sehingga modal yang harus dikeluarkan sekali melaut sekitar Rp150 ribu, termasuk biaya makan dan lain-lain di tengah laut.
Dengan modal itu, katanya, nelayan yang sifatnya untung-untungan ini berusaha mencari titik-titik berkumpulnya ikan dari malam sampai pagi.
"Kalau rezeki, kita bisa balik modal bahkan untung. Tapi kalau tidak rezeki bisa rugi," katanya.
Terkait dengan itu, untuk mengurangi kerugian saat hasil tangkapan sedikit, mereka berharap pemerintah bisa memberikan menurunkan harga BBM pertalite setidaknya seharga premium, atau menyiapkan program subsidi BBM khusus nelayan.
"Subsidi itu bisa meringankan biaya operasional kita dan tidak terlalu merugi ketika hasil tangkapan kurang maksimal," ujarnya.
Ketika cuaca bagus, sekali melaut Fauzi bisa mendapatkan 1.000-2.000 ekor ikan tongkol. Tapi jika kondisi cuaca tidak bersahabat dia hanya bisa mendapat puluhan ekor bahkan pernah tidak ada sama sekali.
"Hari ini saja, kami tidak melaut karena cuaca dan tidak ada modal," katanya sambil menunjukkan puluhan perahu nelayan ditambatkan berjejer.
Hal senada juga dikatakan nelayan lainnya yakni Murdiansyah dan Muhammad ali, kondisi ekonomi nelayan saat ini sudah sangat menyakitkan.
"Kalau terjadi kenaikan BBM, mate wah ite (mati sudah kita-red bahasa Sasak)," kata Murdiansyah.
Karenanya, ia juga sangat berharap pemerintah dapat memperhatikan kondisi rakyat kecil terutama kalangan nelayan, di tengah naiknya berbagai bahan pokok.
Sementara Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Mataram H Irwan Harimansyah mengatakan, selama ini, para nelayan di Mataram tidak menggunakan bahan bakar solar.
"Jadi kelangkaan dan kenaikan harga solar yang terjadi tidak berdampak terhadap aktifitas para nelayan di Mataram," katanya.
Begitu juga dengan, kelangkaan bahan bakar premium belum berpengaruh signifikan terhadap aktifitas nelayan di Kota Mataram. "Nelayan di Kota Mataram sudah mulai pindah jenis bahan bakar ke pertalite," katanya menambahkan.
Fauzi salah seorang nelayan di Lingkungan Pondok Perasi, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, Kamis, mengatakan, nelayan di daerah itu rata-rata menggunakan mesin tempel sehingga tidak ada menggunakan bahan bakar solar.
"Tetapi minimnya pasokan BBM jenis premium memaksa kami menggunakan pertalite, yang harganya relatif mahal. Mau tidak mau, kami terpaksa harus beli," katanya.
Menurut dia, harga BBM jenis pertalite saat ini sekitar Rp7.650 per liter, sementara kebutuhan sekali melaut mencapai 10-15 liter, sehingga modal yang harus dikeluarkan sekali melaut sekitar Rp150 ribu, termasuk biaya makan dan lain-lain di tengah laut.
Dengan modal itu, katanya, nelayan yang sifatnya untung-untungan ini berusaha mencari titik-titik berkumpulnya ikan dari malam sampai pagi.
"Kalau rezeki, kita bisa balik modal bahkan untung. Tapi kalau tidak rezeki bisa rugi," katanya.
Terkait dengan itu, untuk mengurangi kerugian saat hasil tangkapan sedikit, mereka berharap pemerintah bisa memberikan menurunkan harga BBM pertalite setidaknya seharga premium, atau menyiapkan program subsidi BBM khusus nelayan.
"Subsidi itu bisa meringankan biaya operasional kita dan tidak terlalu merugi ketika hasil tangkapan kurang maksimal," ujarnya.
Ketika cuaca bagus, sekali melaut Fauzi bisa mendapatkan 1.000-2.000 ekor ikan tongkol. Tapi jika kondisi cuaca tidak bersahabat dia hanya bisa mendapat puluhan ekor bahkan pernah tidak ada sama sekali.
"Hari ini saja, kami tidak melaut karena cuaca dan tidak ada modal," katanya sambil menunjukkan puluhan perahu nelayan ditambatkan berjejer.
Hal senada juga dikatakan nelayan lainnya yakni Murdiansyah dan Muhammad ali, kondisi ekonomi nelayan saat ini sudah sangat menyakitkan.
"Kalau terjadi kenaikan BBM, mate wah ite (mati sudah kita-red bahasa Sasak)," kata Murdiansyah.
Karenanya, ia juga sangat berharap pemerintah dapat memperhatikan kondisi rakyat kecil terutama kalangan nelayan, di tengah naiknya berbagai bahan pokok.
Sementara Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Mataram H Irwan Harimansyah mengatakan, selama ini, para nelayan di Mataram tidak menggunakan bahan bakar solar.
"Jadi kelangkaan dan kenaikan harga solar yang terjadi tidak berdampak terhadap aktifitas para nelayan di Mataram," katanya.
Begitu juga dengan, kelangkaan bahan bakar premium belum berpengaruh signifikan terhadap aktifitas nelayan di Kota Mataram. "Nelayan di Kota Mataram sudah mulai pindah jenis bahan bakar ke pertalite," katanya menambahkan.