Jakarta (ANTARA) - Lembaga penelitian dan think-thank Center of Reform on Economics (Core) Indonesia menilai kenaikan harga bahan bakar minyak nonsubsidi jenis Pertamax masih moderat karena berada di bawah harga keekonomian lantaran pemerintah tidak ingin membebani masyarakat.
"Saya kira (penaikan moderat) ini sesuai dengan misi Pertamina sebagai badan usaha milik negara yang tidak semata mengejar keuntungan," kata Direktur Riset Core Piter Abdullah di Jakarta, Rabu.
Meski masih di bawah harga keekonomian, lanjut Piter, kenaikan yang tak signifikan itu tak berarti membuat Pertamina merugi. "Harga Pertamax Rp12.500 per liter masih membuat Pertamina tetap untung, walau untungnya tidak maksimal," ujarnya.
Agar masyarakat tak beralih ke BBM jenis Pertalite, Piter meminta Pertamina segera mempersiapkan pasokan karena sejak Pertamax naik pengguna kendaraan mulai beralih ke Pertalite.
"Pertamina seharusnya sudah mempersiapkan pasokan yang cukup," ujarnya.
Piter memandang bahwa antusiasme masyarakat membeli Pertalite merupakan reaksi spontan yang bersifat sementara, lantaran adanya isu Pertalite yang akan naik sehingga hal ini membuat terjadinya kepanikan berbelanja.
Ia pun yakin fenomena ini tidak akan lama. Dengan catatan, pemerintah segera memutuskan kebijakan terkait Pertalite.
Pada 1 April 2022 lalu Pertamina resmi menaikkan harga BBM jenis Pertamax menjadi Rp12.500 per liter atau naik dari harga sebelumnya yang sebesar Rp9.000 per liter.
Pejabat Sementara Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan pihaknya selalu mempertimbangkan daya beli masyarakat. Harga Pertamax saat ini tetap lebih kompetitif di pasar atau dibandingkan dengan harga BBM sejenis dari operator stasiun pengisian bahan bakar umum lainnya.
Penyesuaian harga Pertamax itu, lanjut Irto, masih jauh di bawah nilai keekonomian yang berkisar Rp16.000 per liter.
"Saya kira (penaikan moderat) ini sesuai dengan misi Pertamina sebagai badan usaha milik negara yang tidak semata mengejar keuntungan," kata Direktur Riset Core Piter Abdullah di Jakarta, Rabu.
Meski masih di bawah harga keekonomian, lanjut Piter, kenaikan yang tak signifikan itu tak berarti membuat Pertamina merugi. "Harga Pertamax Rp12.500 per liter masih membuat Pertamina tetap untung, walau untungnya tidak maksimal," ujarnya.
Agar masyarakat tak beralih ke BBM jenis Pertalite, Piter meminta Pertamina segera mempersiapkan pasokan karena sejak Pertamax naik pengguna kendaraan mulai beralih ke Pertalite.
"Pertamina seharusnya sudah mempersiapkan pasokan yang cukup," ujarnya.
Piter memandang bahwa antusiasme masyarakat membeli Pertalite merupakan reaksi spontan yang bersifat sementara, lantaran adanya isu Pertalite yang akan naik sehingga hal ini membuat terjadinya kepanikan berbelanja.
Ia pun yakin fenomena ini tidak akan lama. Dengan catatan, pemerintah segera memutuskan kebijakan terkait Pertalite.
Pada 1 April 2022 lalu Pertamina resmi menaikkan harga BBM jenis Pertamax menjadi Rp12.500 per liter atau naik dari harga sebelumnya yang sebesar Rp9.000 per liter.
Pejabat Sementara Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan pihaknya selalu mempertimbangkan daya beli masyarakat. Harga Pertamax saat ini tetap lebih kompetitif di pasar atau dibandingkan dengan harga BBM sejenis dari operator stasiun pengisian bahan bakar umum lainnya.
Penyesuaian harga Pertamax itu, lanjut Irto, masih jauh di bawah nilai keekonomian yang berkisar Rp16.000 per liter.